Tiga Belas

154 31 4
                                    

▪▪▪▪

"Belok kiri," ujar Aera.

Sesuai perintah, Sodam pun memutar setir ke kiri, memasuki jalan bebatuan yang sebelumnya pernah dilewati Rein.

Sodam bergidik ngeri saat matanya tidak sengaja menatap keluar kaca, jurang yang curam mengapit jalanan tersebut. Ia kemudian melirik Aera sekilas. "Jangan menoleh ke kiri ataupun ke kanan," perintahnya.

"Memangnya ada apa?" tanya Aera yang masih fokus mengamati GPS.

"Ikuti saja ucapanku," ujar Sodam. Sesaat setelah itu suasana menjadi canggung. "M-maaf. Tidak seharusnya aku berkata seperti itu pada, Senior."

Aera menatap Sodam heran. Terkadang pria itu bertingkah seakan dirinya yang tertua di tim. Wajah serius dan penuh karisma adalah senjata yang membuatnya terlihat sangat keren, dan Aera benci akan hal itu. Namun, kali ini berbeda. Untuk pertama kalinya Aera menyukai sifat menyebalkan itu.

"Aku benar-benar minta maaf Senior."

"Fokus saja ke depan. Aku tidak mau mati di tempat seperti ini."

Sodam mengangguk paham.

Beberapa menit kemudian ....

"Kita sudah sampai," ujar Aera.

Sodam menghentikan mobil. "Apa benar ini tempatnya?" tanyanya ragu sembari memutar mata, mengamati sekeliling.

"Eng ... GPS menunjukkan di sinilah tempat titik itu," jawab Aera, ia membalik laptop ke arah Sodam.

Sodam mengangguk kecil. "Ehm, benar. Ini memang tempat titik itu," gumamnya.

Mereka berdua pun keluar dari mobil dan melangkah pelan memasuki area Ginkgo Forest. Sodam memasang alat komunikasi ke telinganya, berharap kalau-kalau Rein masih menggunakan alat tersebut.

Langkah mereka ditemani kegelisahan. Lebih lagi Aera. Beberapa saat setelah berjalan tampaklah mobil Rein yang terparkir tak jauh dari jalan utama.

"Itu mobil Rein," ujar Sodam.

Begitu mereka ingin menghampiri mobil tersebut tiba-tiba Aera menghentikan langkahnya. "T-tunggu ...," gumamnya sedikit terbata. Kakinya menginjak sesuatu.

Sodam menoleh. "Ada apa?" tanyanya.

Perlahan Aera mengangkat kakinya menjauh dari cairan kental berwarna merah di bawah sana. Napasnya mulai tidak teratur. "B-bukankah ini darah?" Aera balik bertanya dengan nada yang terbata.

Segera Sodam menghampirinya untuk memeriksa cairan tersebut dan benar, itu memang darah. Tak hanya itu, mereka juga menemukan alat komunikasi milik Rein yang tercecer tak jauh dari gumpalan darah.

"Bagaimana jika darah ini milik ...?" Aera menghentikan ucapannya.

"Hanya ada dua kemungkinan. Pertama, dia berhasil menyelamatkan diri. Kedua, ada yang menyelamatkannya," gumam Sodam.

Aera menatap Sodam sekilas. "Apa maksudmu?" tanyanya.

Sodam membalas tatapan Aera kemudian mengalihkan pandangannya ke tanah, tepatnya ke bercak darah yang berceceran di sana. Mata Aera membulat, kini ia mengerti apa maksud Sodam.

The Investigation: Playing With Blood (Random)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang