24. Sebuah Pernyataan

22 4 2
                                    

Suasana Jogja saat sore hari menjelang malam memang terlalu magis, tak heran banyak orang memujanya. Jogja yang tercipta dari senja, kenangan, dan angkringan memang benar adanya. Cakra saat ini sedang jalan-jalan dengan Aruni di sepanjang jalan Malioboro. Keduanya bersenda gurau sambil sesekali menatap orang yang berlalu-lalang. Cakra yang mengalungkan kameranya lantas memotret objek yang menurutnya bagus untuk diabadikan, termasuk potret gadis yang sedang tersenyum memandang jauh ke depan, yang wajahnya diterpa sinar mentari jingga dan helai rambutnya yang menyapu wajah karena tiupan angin. Cakra membidiknya dengan fokus hingga foto yang dihasilkan sangat sempurna.

"Cak, udah lama banget lho aku nggak nikmatin senja di sini." Kata Aruni yang tidak sadar kalau dirinya tadi habis difoto.

Cakra menurunkan kameranya. "Kamu terlalu sibuk sama tugas kuliah, Run."

"Iya juga. Aku terlalu sibuk sampe nggak pernah mikir buat jalan-jalan." Aruni memandang langit yang tampak jingga. "Tapi walaupun gitu, Cak, seenggaknya 'menjadi terlalu sibuk' bisa bikin aku buat gak mikir hal-hal yang seharusnya nggak perlu dipikirin, sih."

"Contohnya?" Cakra menatap Aruni.

Aruni tertawa. "Ya pokoknya ada deh. Udah lupain aja." Gadis itu mengibaskan tangannya.

Cakra hanya menatap Aruni tanpa ingin bertanya lebih lanjut. Cakra paham mengapa Aruni tidak ingin memberitahunya.

"Run, udah yuk? Aku mau kita ke tempat tujuan yang sebenernya. Perjalanan butuh satu jam dari sini." Cakra melihat arloji yang melingkar di tangannya.

"Loh? Jadi yang sekarang palsu?" Aruni mengangkat alis tidak percaya.

Cakra terkekeh. "Bukan gitu. Kan tadi kamu minta buat lihat senja di Malioboro dulu. Ya udah ke sini dulu kan?"

"Oh iya, lupa. Hehe."

Cakra mengusap puncak kepala Aruni gemas. "Lupaan sih?" Gadis itu hanya menyengir saja.

Semburat jingga yang sejak tadi tampak menghiasi langit, perlahan menghilang ketika adzan magrib selesai berkumandang.

"Ya udah yuk? Kita sholat dulu, habis itu baru jalan." Cakra mengajak Aruni menuju masjid terdekat untuk menunaikan ibadah salat magribnya. Aruni pun mengiyakan.

Seusai itu, Cakra masih duduk menunggu Aruni di teras masjid sembari memandangi foto hasil jepretannya tadi. Sampai pada slide foto siluet Aruni yang terlihat sedang menatap langit, bibir Cakra tersungging. Ia sendiri masih tidak percaya kalau hubungan mereka yang menjadi dekat karena pertemuan dengan teman-temannya itu telah sejauh ini. Jujur Cakra senang karena usaha mendekati gadis itu berjalan lancar. Gadis itu tidak terlihat ada penolakan ketika Cakra mencoba mendekatinya. Walaupun Cakra tahu kalau Aruni tidak mungkin semudah itu untuk menerima laki-laki yang baru dikenalnya untuk masuk ke kehidupan gadis itu. Cakra masih ingat pengalaman kisah cinta Aruni yang berakhir menyesakkan. Cakra ingin menyembuhkan luka Aruni. Tetapi terkadang ia juga khawatir jika dirinya tidak bisa memegang ucapannya sendiri. Cakra hanya belum siap akan hal itu.

"Itu foto siapa?" Tanya Aruni yang sudah datang lalu duduk di samping Cakra.

"Nih, siapa coba?" Cakra menunjukkan foto itu pada Aruni.

Aruni melihat dengan jeli, ia menyipitkan matanya. "Kayak aku?"

"Emang kamu."

"Loh? Kamu ngefoto aku? Kok nggak bilang-bilang?" Aruni menoleh ke Cakra dengan ekspresi terkejut.

"Sengaja. Aku lebih suka ngefoto candid." Jawabnya sambil tersenyum.

Aruni menghela nafas. "Padahal aku kalo difoto candid nggak pernah bagus."

At The End Of The DayTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang