25. Sebuah Jawaban

34 4 0
                                    

Hari itu, Cakra sebenarnya tidak ada niat untuk mengungkapkan perasaannya kepada Aruni. Tetapi entah dorongan darimana, ia bisa mengucapkannya secara langsung. Entahlah ini waktu yang tepat atau bukan. Ketika Cakra tersadar, ia hanya bisa berdoa agar Aruni setelah ini tidak akan menjauhinya.

Cakra cepat-cepat mengimbuhi kalimat lain agar Aruni tidak terlalu terkejut dengan pernyataan tanpa rencananya itu. "Nggak apa-apa kalau kamu belum bisa bales perasaanku, Run. Aku ngerti. Mungkin--"

"Kenapa, Cak? Kenapa kamu suka sama aku?" Aruni bertanya sehingga Cakra tidak jadi melanjutkan kalimatnya.

Cakra berpikir sejenak untuk memilah kata yang akan ia sampaikan kepada Aruni. Cakra tertawa kecil ketika mengingat semua memorinya saat sejak awal ia menghabiskan banyak waktu bersama Aruni.

"Ih, Cakra kok ketawa, sih? Aku butuh jawaban." Aruni gemas sendiri karena tingkah Cakra.

"Ya gimana, Run? Aku juga bingung. Perasaan ini muncul gitu aja. Nggak tahu kapan lebih tepatnya, tapi sejak ketemu sama kamu, ngobrolin banyak hal, perasaan yang tadinya kosong jadi lebih hidup lagi. Kamu dan hal apapun yang suka kamu ceritain, kamu dan dunia bianglala, kamu dan ketulusan hati kamu, itu semua bikin aku kagum dan berharap bisa jadi bagian dari cerita-cerita kamu, Run."

Astaga, kenapa bisa Cakra dengan mudahnya membuat Aruni hanyut dalam setiap kata yang laki-laki itu ucapkan?

"Waktu aku udah kenal sama kamu, udah deket, rasanya kayak ada perasaan nggak biasa untuk seseorang yang awalnya cuma sekadar temen. Aku pengin kita kenal lebih jauh, biar aku sama kamu bisa ngerti tentang dunia kita masing-masing. Itu kalau kamu punya rasa yang sama, sama aku. Tapi kalau ternyata enggak, sama sekali nggak apa-apa. Aku bisa ngerti, Run." Tatapan mata Cakra begitu teduh saat menatap mata Aruni. Melukiskan bahwa apa yang Cakra ucapkan tulus adanya, tanpa membebankan gadis itu karena perasaannya.

Aruni tak kuat menahan air di pelupuk matanya yang sudah menggenang dan membuat mata gadis itu berkaca-kaca. Ia pun memandang ke luasnya jagat raya yang terbentang di hadapannya. Angin dingin khas pegunungan menyapu wajahnya hingga bulir bening itu jatuh dipipinya. Ternyata perasaannya terbalaskan.

Cakra menangkup wajah Aruni agar menatapnya. "Hey, kenapa nangis?" Suara Cakra bahkan terdengar lembut saat menanyakan hal itu pada Aruni.

"Aku juga punya perasaan yang sama, sama kamu, Cak." Balas Aruni akhirnya.

Tentu saja Cakra terkejut setengah mati sampai ia menurunkan tangannya dari wajah Aruni. Ini benar-benar di luar ekspektasinya. Ia kira Aruni tidak pernah menganggap kedekatan mereka dalam arti lebih dari teman. Ternyata, perasaan Cakra terbalaskan.

"Se... serius?" Tanya Cakra masih dengan ekspresi tidak percayanya.

Aruni mengagguk. "Tapi...,"

"Aku masih takut buat mulai hubungan yang baru. Perasaanku ke kamu memang ada, tapi kalau untuk menjalin ikatan, kayaknya aku belum siap. Aku minta maaf, Cakra. Aku nggak ada maksud buat bikin kamu bingung. Tapi, aku butuh waktu buat bener-bener sembuh." Terang Aruni dengan hati-hati. Ia berharap agar ucapannya tidak menyakiti hati Cakra.

Aruni tahu, kalau dirinya sendiri sejak dulu sangat berharap agar Cakra juga menyukainya. Tetapi sekarang ketika Aruni sudah mengetahui, ada rasa yang entah mengapa membuat Aruni ingin berkata seperti itu. Bukan apa-apa, Aruni hanya belum siap jika ia nanti akan mengalami patah hati lagi. Itu saja.

Cakra tersenyum, walaupun terlihat pahit. Ia paham dengan perasaan Aruni. Gadis itu memang tidak mudah untuk menjalin hubungan lagi kendati ia telah mengutarakan juga perasaannya. Mungkin Aruni butuh waktu yang cukup lama untuk sembuh dari rasa patah hatinya.

At The End Of The DayTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang