Mungkin hari ini adalah hari yang menyenangkan bagi pencinta olahraga dan ya mungkin bagi para siswa yang ingin melepas penat. Lima hari kedepan menjadi hari santai untuk bagi kami, para siswa. Di sekolah diadakan classmeet. Jagoan antar kelas akan di pertemukan untuk memperebutkan gelar juara. Aku dengar juara bertahan ialah kelas kak Denis. 12 – 6.
Classmeet untuk tahun ini hanya basket dan dance. Sayangnya aku tidak tertarik akan itu. Aku menghabiskan waktuku di perpustakaan melanjutkan novelku yang sedikit terbengkalai.
“Tidak nonton pertandingan?” tanya kak Agus yang sedang melewati kursiku sembari membereskan kursi yang berantakan. Aku menggeleng sambil terus fokus pada karyaku. Jari – jariku menari dengan gemulai dan ringan menyusuri setiap sudut keyboard. Ini adalah duniaku yang paling bahagia.
“Wah, sudah 101 halaman ya, mau berapa halaman tamatnya?” tanya kak Agus.
“Oh iya benar, hehe aku tidak memerhatikan” seketika tanganku berhenti mengetik. Aku berpikir sejenak.
Iya ya, berapa halaman targetku?
“120 mungkin” jawabku.
“Wah! Semangat ya” kak Agus menyemangati. Aku kembali larut dalam cairan imajinasi.
Dreeeet… Aku meraih ponselku tanpa mengalihkan pandanganku dari laptop. Aku menekan tombol tampilkan. Aku memandang ponsel itu.
Kau dimana? Tidak mau mendukung kelas kita? Aku tunggu di pinggir lapangan ya! Kalo ada kamu pasti aku lebih semangat!! Hehe.
Aku tersenyum ketika membaca pesan dari Hanif. Aku menekan tombol ctrl dan s secara bersamaan untuk mengesave dokumenku. Aku mematikan komputer yang tadi aku pakai, lalu keluar sambil bersenandung. Aku memakai sepatuku lalu berjalan menuju pinggir lapangan.
Di sekolah ini ada dua lapangan basket indoor dan outdoor, tetapi untuk kali ini yang di pakai ialah lapangan outdoor. Aku berada di paling belakang, tetapi aku masih bisa melihat Hanif yang berjalan menuju tengah lapangan untuk memulai permainan.
“HANIF!!!” aku mendengar suara Deisy yang memberi semangat dari pinggir lapangan. Entah kenapa nyaliku menciut untuk maju kebarisan paling depan.
Teamku kalah, hanya selisih 1 point. Tenang masih ada babak ke dua. Sekarang mereka semua sedang istirahat. Sang pelatih dadakan kelas kami memulai membuat strategi baru. Aku tetap masih bisa melihat Hanif dari sini walau aku terhalang oleh beberapa orang.
Hanif menengok kearahku. Ia tersenyum. Aku mengepalkan tanganku dan mengangkatnya setinggi dada sambil mengatakan “Semangat!” tanpa bersuara.
“Ini minum dulu” Aku melihat Deisy yang memberikan Hanif minum dengan tersenyum.
Aku ada disini, semangat! Batinku.
“Terimakasih kau hadir” ujar Hanif yang sekarang berada tepat di sampingku. Aku sekarang berada di taman atap bersama Hanif. Ia masih tetap menggunakan baju seragam basketnya, belum berganti dengan baju sekolah.
“Tidak usah berterimakasih” ujarku sambil memandang team dance kelasku yang sedang battle dengan kelas lain. Disana ada juga Deisy sebagai ketua team.
“Kau tidak ikut apa – apa? Kau tidak tertarik?” tanya Hanif membuyarkan segalanya.
“Ya begitulah, pernah trauma karena classmeet” ujarku.
“Iya aku tahu akan hal itu” ujarnya samar.
“Kau tahu?” untung aku masih bisa mendengarnya.
“Hah? I- iy- iya aku tahu orang yang trauma pasti jadi enggak tertarik. Hehe. Iya kan?” jawabnya canggung. Aku hanya tersenyum.
∞∞∞
YOU ARE READING
Moca Dandelion Sabrina
Teen FictionSejak saat itu aku berpikir untuk memulai hidup yang baru. Hidup yang lebih nyaman dan tertata rapi. Aku menyadari kalau kehidupan yang aku jalani ini sia - sia. walau aku hidup di antara kebohongan dan kerasahasiaan... (lagi tahap editing >< tapi t...