Betapa terkejutnya aku saat aku menyadari bahwa pria di hadapanku ini adalah Kak Teddy, orang yang kusuka sejak SMA.
Saking terkejutnya, aku hanya terdiam mematung.
"Ted, lo apain anak orang?!" aku mendengar suara Kak Mei datang menghampiri aku dan Kak Teddy. Di belakang Kak Teddy juga terlihat beberapa temannya.
"Li? Lili?" panggil Kak Mei sambil melambai-lambaikan tangannya di depan wajahku.
Aku pun tersadar dari lamunanku. Saat aku menyadari kedua kalinya bahwa di hadapanku adalah Kak Teddy yang sekarang sedang memandangku dengan tatapan bingung, aku segera berlari meninggalkan mereka.
"Lo, tuh, ya! Masih siang udah bikin ulah aja!" aku masih mendengar suara Kak Mei mengomeli Kak Teddy.
---
Sekarang, aku sedang berada di taman kampus dengan anggota kelompokku. Ragaku memang sedang kerja kelompok, tapi batin dan jiwaku masih berada di beberapa saat lalu, saat aku mematung di hadapan Kak Teddy.
"Ganteng banget" gumamku. Aku masih terbayang wajah Kak Teddy saat kebingungan.
Tia yang duduk di sebelahku mendengar gumamanku. "Li, fokus." Seketika, aku tersadar dari lamunanku dan berusaha untuk fokus. Kalau aku tidak fokus, bisa-bisa Tia si penanggung jawab tertegas tidak akan mencantumkan namaku saat tugas dikumpul.
Untungnya, anggota kelompokku yang lain tidak ada yang melamunkan hal bodoh sepertiku tadi sehingga kerja kelompok kami berjalan dengan lancar.
"Dan, udah gue kirim ke lo, ya. Coba lo lanjutin." Ucapku pada Dani, salah satu anggota kelompok yang merupakan adik tingkatku. Dani pun mengangguk dan segera berkutat dengan laptopnya.
Tugasku sudah selesai. Aku pun membuka ponselku. Semoga saja tidak ada tugas lagi yang harus kukerjakan.
"Kak Mei!" ucap Hilda, anak famous angkatanku. Kenalannya sangat banyak, bahkan sampai alumni angkatan 5 tahun di atasku pun dia kenal.
Kak Mei menghampiri kami berkat Hilda yang memanggilnya.
"Gue boleh duduk bareng?" tanya Kak Mei padaku, Tia, Hilda, dan Fahri yang sedang senggang. Kak Mei berusaha mengecilkan suaranya agar tidak mengganggu anggota kelompok lain yang sedang fokus ke layar laptopnya.
"Apa kabar, Kak?" tanya Hilda yang juga mengecilkan suaranya.
"Ya, masih gini-gini aja. Oh, ya, kalian dikit lagi mulai skripsian, ya?"
Kami berempat pun mengangguk.
"Welcome to the jungle" ucap Kak Mei bercanda. Aku jadi merinding mendengar apa yang Kak Mei katakan.
"Separah itu, Kak?" tanya Tia penasaran. Mungkin, bagi Tia yang pintar, skripsinya nanti akan lebih mudah dibanding aku.
"You can feel the truth of stress." Jawab Kak Mei dengan tatapan meringis, seakan ia kembali ke masa-masa tersulitnya. Kami berempat pun ikut meringis.
"Kak Tia, aku gak ngerti yang bagian ini, gimana ya, caranya?" tanya Sari, teman angkatan Dani. Tanpa berpikir panjang, Tia pun mengajari apa yang tidak dimengerti oleh Sari.
"Oh, ya, nanti kalian mau ikut ngumpul, gak? Jason nyuruh gue ajak anak angkatan bawah, tapi gue gak kenal banyak. Yuk, ikut." Ajak Kak Mei setelah ia memeriksa pesan di ponselnya.
"Ke Tongkrongan, Kak?" tanya Hilda. Kak Mei mengangguk.
"Li, ikut, yuk," ajak Hilda pada ku yang sedang berkutat dengan tugas yang baru saja diberikan oleh Tia. Aku pun berpikir sejenak.
"Hm, gue gak tau bisa atau enggak. Lihat nanti, ya" jawabku. Hilda pun mengajak Tia. Tia juga tidak bisa karena harus mengajar.
"Yaudah, nanti yang mau ikut, ke kantin aja. Gue tunggu di sana" ucap Kak Mei sebelum mengambil tas dan beranjak dari tempat duduknya.
Setelah lama berkutat dengan tugas terakhir yang diberikan Tia padaku, aku meregangkan badan. Leherku terasa kaku. Saat aku melihat jam tangan, ternyata sudah hampir satu jam aku duduk dan menatap layar laptop.
Para anggota kelompok yang lain juga sudah menyelesaikan tugasnya dan sekarang sedang merapihkan barang-barang mereka.
Satu persatu dari mereka pergi. Sekarang, hanya tinggal aku, Hilda, dan Fahri yang masih menetap.
"Hil, temenin ke toilet, yuk." Ajakku pada Hilda. Hilda mengangguk.
Fahri pun beranjak dari tempat duduknya, "gue ke kantin duluan, ya" ucapnya.
"Lo ikut ngumpul?" tanya Hilda. Fahri mengangguk untuk menjawabnya. "Nanti gue nyusul" ujar Hilda pada Fahri sebelum Fahri meninggalkan kami berdua.
Sesampainya di toilet, aku segera masuk ke bilik toilet yang kosong.
"Halo, Kak" aku mendengar suara Hilda dari dalam bilik toilet yang sepertinya sedang menelpon seseorang.
"Ikut"
"Siapa aja, Kak, yang ikut ngumpul? Kayaknya rame banget"
"Kak Teddy? Aku baru denger namanya"
"Oke, Kak. Dah." Tepat saat aku keluar dari bilik toilet, Hilda mematikan teleponnya.
"Li. Ikut, yuk. Please. Temenin gue" ajak Hilda yang terlihat seperti sedang memohon untuk ditemani.
Aku yang sedang membersihkan wajahku dengan sabun muka segera menoleh ke arahnya. Wajahnya memelas. Aku jadi tidak enak kalau menolaknya.
Aku segera membersihkan sabun di wajahku, lalu melihat ke arah jam tanganku. Jam setengah lima. Apa aku mengiyakan ajakan Hilda saja? Lagipula, aku dan Ariel janjian untuk ketemu di koridor jam enam.
"Tempatnya jauh?" tanyaku pada Hilda. Hilda menggelengkan kepalanya, "deket, kok. Bisa jalan kaki malah kalo dari sini."
Aku mengangguk-anggukkan kepalaku sembari berpikir. "Yaudah, gue ikut"
TBC
Semoga suka! <3
Kalo mau kritik atau saran, komen aja ya di sini <3
KAMU SEDANG MEMBACA
Blind Love
Literatura FemininaLili, seorang most wanted di kampusnya. Saat SMA, ia memiliki seorang lelaki yang ia suka. Kesukaannya pada lelaki bernama Teddy tersebut berlanjut bahkan sampai ia kuliah. Berulang kali Lili berusaha untuk melupakannya, berulang kali pula ia gagal...