JULIAN||02

67 13 1
                                    

Rintik hujan menemani seorang gadis yang tetap berdiri di depan gerbang sekolah sembari menunggu jemputan. Langit menghitam, angin yang terus bertiup membelai wajahnya.

Helaan nafas entah yang sudah keberapa kali kembali keluar. Bukan kenapa, tapi dia sudah berdiri disini selama setengah jam-- dan jemputannya sama sekali belum terlihat. Rasanya ingin menangis saja.

"Lo belum pulang?" Gelora terkejut mendengar pertanyaan yang terdengar tiba-tiba memasuki rungunya.

Sementara orang yang bertanya padanya terkekeh melihat respon Gelora. Namun Gelora menatapnya aneh, selera humor orang ini benar-benar rendahan.

"Lo bisa liatkan kalau gue masih di sini! Pake nanya lagi," Ketus Gelora sambil bersidekap dada.

"Oh gue kira mau nunggu abang-abang cireng yang biasa nangkring di perempatan depan sekolah." Mendengar ucapan orang tersebut, wajah Gelora merenggut tak lupa memikirkan siapa abang-abang cireng yang dia maksud.

Setahunya yang hobi nangkring di perempatan di depan sekolah kan-- wajah Gelora lantas memucat ketika mengetahui abang-abang cireng yang orang ini maksud.

"Lam, lo kan baik--"

"Gue tau gue baik, tapi jaminan dulu baru gue mau nganter lo." Alam menaik-naikkan alisnya membuat Gelora merasa kesal di tempat.

Gelora menatap Alam sinis, pantas saja Bunga terus menyumpah-serapahi pemuda ini. Modelnya saja sudah seperti om-om pedo haus belaian.

"Gue bantu comblangin lo balik sama Bunga, gimana?" Gelora menatap harap pada Alam, setahunya Alam masih belum bisa move on dari sahabat cemprengnya itu.

Alam nampak berpikir, tak lupa mengelus-ngelus dagunya. "Lumayan, tapi sori ya Ra. Gue baru inget gue ada janji sama gebetan baru gue. Hehe, kalau mau pulang ke parkiran aja masih ada yang free. Bye!"

Gelora melongo, bahkan sekarang Alam sudah berlalu menaiki motor besarnya yang dia parkirkan di bawah pohon besar tidak jauh darinya. Gelora mendengus menatap kepergian Alam dengan sorot mematikan. Jika seperti ini rasanya Gelora menggebu-gebu untuk mengompori Bunga agar cepat-cepat menghapuskan Alam dari permukaan bumi.

****

Julian menghela nafas, berapa lama lagi dia menunggu Alam agar cepat-cepat membawa Gelora pergi dari sekolah. Rasanya sudah lebih dari 15 menit dia menunggu pesan dari pemuda itu, memangnya sesusah itu untuk membujuk Gelora? Dasar tahunya cuma ngalus, bujuk modelan Gelora aja gak bisa.

Namun dia yang lebih payah, jangankan datang membujuk bahkan sekarang Julian tidak berani pulang karena Gelora yang masih stay di depan gerbang sekolah. Dia tidak bisa melihat gadis itu kesusahan, tapi dia gengsi dan malu untuk mengajak Gelora pulang bersama.

Sekalipun sampai malam, dia akan tetap berada di sini sampai Alam berhasil mengajak Gelora pulang bersama.

Julian mendongak menatap langit jingga yang menghiasi semesta, indah. Semilir angin sore membuat surainya menari-nari. Sudah hampir setengah enam sore, namun pesan dari Alam tak kunjung datang.

Sekarang dia mulai bosan. Alam benar-benar membuatnya di ambang emosi.

"Ian," Sebuah panggilan membuat Julian langsung mengalihkan tatapannya.

Meneguk ludahnya kasar, ketika mengetahui siapa yang baru saja memanggilnya. Demi suara burung beo, kenapa gadis ini bisa ada di sini.

Julian berusaha mengontrol mimik wajahnya, menatap wajah berharap milik Gelora yang entah mengapa malah membuatnya tambah tidak fokus.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Aug 22, 2020 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

JULIANTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang