Four

329 44 12
                                    

Dinding yang semakin tinggi

___________


Ramai dalam kepala Joon Myeon membuatnya menyerah untuk kali ini. Ia butuh tempat yang nyaman sekedar melepas topeng barang sejenak. Kini dihadapan sudah terdapat pintu kayu yang berseberangan dengan miliknya, dengan ragu ia mengetuk pelan. Wajah tampan yang layu menunjukkan seberapa berat perannya sebagai cucu pertama. Pikiran untuk menyerah bahkan sejak dulu sudah mereka hapus dari kamus kehidupan Joon Myeon.

Pintu yang terbuka menampakkan wajah yang tak kalah layu, walau ada sedikit senyum dari bibir sang adik. Suho tahu jika suasana hati Joon Myeon sedang buruk, tentu semua terjadi juga karenanya. Tak mau hutangnya semakin banyak Suho pun menggenggam tangan Joon Myeon yang bebas, kemudian tersenyum lebih cerah dari sebelumnya. "Aku disini, hyung!"

Pertahanan Joon Myeon seketika runtuh. Ia segera menarik Suho dalam pelukan, menyembunyikan wajahnya dibalik perpotongan leher sang adik. Hela nafas miliknya yang kasar terdengar begitu keras dalam heningnya malam. "Apa harimu menjadi seorang Suho berat?"

"Mengapa kau tanyakan hal yang tak mungkin?" Suho meremat kain pakaiannya dengan erat. Ia memang cukup ahli dalam berbohong, namun setidaknya kali ini ia tak ingin menumpuk luka lebih banyak.

Tanya yang dijawab tanya. Bodoh jika Joon Myeon tak tahu makna tersirat dibaliknya. Ia mengusap punggung Suho dengan lembut, menenangkan hati yang tinggi akan rasa kecewa. "Bagaimana dengan menjadi Joon Myeon?"

"Sempurna seperti dirimu."

Samar Joon Myeon mengangguk, membuat helai rambut mereka saling bergesekkan. Perlahan Joon Myeon memberi jarak, menatap manik caramel dengan sapuan safir milik kembarannya, "Kita harus akhiri permainan konyol ini sekarang juga!"

"Tak masalah bagiku, hyung."

Jemarinya tak bisa menahan untuk tak mengusak puncak kepala tersebut. Joon Myeon inginnya egois, namun ia tak akan pernah bisa.  Dengan lembut ia menangkup wajah mungil Suho, "Kau telah melalui hari yang berat. Maafkan aku tidak bisa menjagamu dengan baik."

"Bukan salah mu, hyung."

"Jika bisa aku ingin menggantikanmu, tapi aku tak ingin kau menjadi diriku. Aku egois sekali ya?" ucap Joon Myeon dengen kekehan diakhir.

Manik caramel dan hazelnut saling beradu. Suho merasa dadanya begitu sesak karena luapan emosi. Sekali lagi ia mengumpat, menyalahkan dirinya yang begitu egois dan bodoh.

"Sejak kapan mereka memperlakukanmu seperti itu?" selidik Joon Myeon begitu penasaran.

Suho hanya mampu tersenyum simpul. Sisi lain dirinya mendorong untuk bersembunyi, namun lainnya bergejolak meninta pertolongan.

"Katakan padaku, Su! Apa harus aku membongkar semuanya sendiri?" ancam Joon Myeon. Ia memang cukup ahli dengan membuat orang lain bertekuk lutut.

"Setahun yang lalu."

Joon Myeon mengusap wajahnya kasar bersama hela nafas yang berat. Ia mengepalkan kedua telapak hingga buku-bukunya memutih. Joon Myeon merasa gagal untuk melindungi Suho. Ayahnya mungkin benar jika ia adalah kakak yang buruk. Sesaat Joon Myeon mengingat sosok anak lain yang menjadi korban bullying, "kau mengenal anak bernama Oh Sehun?"

Suho menggeleng pelan, membuat Joon Myeon geram dibuatnya. "Jangan bohong, Su!"

"Sungguh, hyung. Aku hanya tahu jika ia sempat beberapa kali diganggu oleh Tao."

Half of MeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang