iii

313 91 0
                                    

Hari ketiga sejak sore yang menyakitkan itu.

Lalu mengawali serentetan penyiksaan yang benar-benar menguras habis tenaganya.

Haknyeon merasakan perubahan pada tubuhnya.

Wajahnya penuh memar berwarna ungu kebiruan. Lengannya memiliki guratan kemerahan. Bekas rantai itu membelenggu kedua tangannya.

Perutnya seolah memaksa Haknyeon untuk menyantap hidangan didepan matanya dengan sangat terpaksa.

Bongkahan itu dari kulkas, kata mereka.

Segar.

Tanpa dimasak.




Seperti kata wanita itu,

















"Makan, atau mau nonton dulu?"

***

Tubuh pemuda itu kian kurus. Berkali-kali ia muntahkan bongkahan kemerahan itu dari mulutnya.

Daging mentah.

Entah apa yang mereka sajikan untuknya.

Atau mungkin,

























Siapa?

***

Tiap sore hari, penyiksaan itu berakhir. Hanya untuk hari itu. Namun bagi Haknyeon, itu adalah tarikan napas untuknya.

Bagi kedua wanita tersebut, sore hari adalah tanda bagi mereka untuk menyudahi pertunjukan itu. Yang mana mereka tunggu-tunggu sejak lama.

Jika mereka meninggalkan lapangan, meninggalkan Haknyeon yang tetap terikat rantai ditengah sana, maka itulah waktu untuk pemuda itu menangis memikirkan hidupnya.

Hidup keluarganya.


Haknyeon mendongak ke langit. Awan hitam bergumul-gumul diatas sana diikuti angin kencang berembus menerpa kulitnya.

Pemuda itu menghela napas lelah kemudian memejamkan mata.


























Ditengah-tengah rintik hujan yang mulai turun, ia dengan lirih berdoa.
































"Tolong, buat aku mati saja."

[iii] Greed - Ju Haknyeon ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang