Setelah pak Eric mengumumkan pembagian kelompok pelajaran bahasa Indonesia pagi ini, seluruh siswa kelas XI IPA 1 bergegas mencari rekan kelompoknya masing-masing. Kali ini Hanin terpisah dari Fanny. Setelah duduk berkelompok Hanin memperhatikan siapa saja teman kelompoknya. Rico, Andre, Jamal, dan Diva. Di dalam hati, Hanin menggerutu kesal karena harus disatukan dengan Rico dan Andre yang tidak dapat dipercaya. Benar saja, selama diskusi kelompok mereka hanya sibuk bermain game tanpa mempedulikan tugas kelompoknya. Untung saja masih ada Diva dan Jamal yang bisa diajak kerja sama. Disela-sela mengerjakan tugas, Hanin ingat peristiwa kemarin antara Alvin dan Diva. Dengan hati-hati, Hanin berniat untuk bertanya kepada Diva.
"Diva, kemarin itu yang samperin lo waktu istirahat kedua, pacar lo ya?"
"Siapa Han?"
"Itu si Alvin, anak IPA 2 kan kalo ngga salah."
"Oalah Alvin. Hahahaha bukan Han. Dia temen pecinta alam. Dia kesini mau pinjam tenda gue."
"Oh gitu, kirain pacar baru lo."
"Emang cocok ya Han?"
"GAK." jawaban Hanin yang setengah membentak itu membuat Diva sedikit terkejut.
"Maksud gue, lo lebih cocok sama kakak kelas IPS 2 tuh siapa namanya, kak Rian kan. Udah sama dia aja cocok banget ngga boong."
Diva hanya tertawa.***
Kali ini Fanny harus ke kantin sendirian. Hanin harus ke ruang seni tari karena ada panggilan dari pelatihnya. Ruang seni tari berada di lantai dua, satu deret dengan basecamp ekstrakurikuler lainnya. Sambil menunggu teman-teman yang lain datang, Hanin keluar memandangi tetesan air hujan yang perlahan turun. Langit memang sudah mendung sejak pagi. Ia menghirup napas dalam dan menghembuskannya secara rileks. Bau tanah basah memang harum sekali bagi hidung Hanin. Kemudian matanya beralih ke bawah memandangi bentang sekolahnya. Lebih tepatnya memandangi kelas Alvin.
"Alvin dimana ya.. Ke kantin kali ya."
Hanin menghela napas pelan karena tak menemukan sosok Alvin dari atas balkon.
"Langit aja tau keadaan hati gue."
Perlahan butiran hujan yang turun mulai banyak. Hanin menjulurkan tangannya ke depan, membiarkan tangannya ditimpa oleh air hujan."Hujannya air ya"
"Kalo uang kita udah kaya."
Hanin terkejut. Perasaan dia hanya sendirian saja di balkon. Lalu suara berat tadi milik siapa?
Hanin membalikkan badan. Mata Hanin terbelalak setelah melihat pemilik suara berat tadi. Kali ini rasa terkejutnya bertambah dua kali lipat.
"Sejak kapan lo di sini?"
"Lo denger semua?"
"Apa aja yang lo denger?"
Hanin panik, pasalnya tadi ia sempat menyebut nama Alvin tanpa dibatin.Alvin sedikit kebingungan karena Hanin langsung melontarkan banyak pertanyaan.
"Gue lagi jalan mau ke basecamp, terus denger lo ngomong. Ngga ada orang lain selain gue disini, yaudah gue jawab. Bukan buat gue ya pertanyaannya?"Hanin mematung, bingung ingin jawab apa. Tidak mungkin Hanin menjawab bahwa dia memang sedang bicara sendiri, bisa-bisa Alvin mengira dia gila.
Tak lama kemudian teman Hanin datang hendak masuk ke ruang tari. Melegakan.
"Emtt.. G-gue harus masuk." kata Hanin sambil menggaruk tengkuk lehernya yang tidak gatal.
Alvin yang masih kebingungan memilih untuk melanjutkan saja perjalanannya menuju basecamp.***
"Alasan saya mengumpulkan kalian di sini karena ada informasi pent]ng yang ingin saya sampaikan. Akhir tahun ini, Lembaga Seni Nasional akan mengadakan lomba seni tingkat nasional. Pesertanya digolongkan menjadi empat tingkat, yaitu SD, SMP, SMA, dan Perguruan Tinggi. Sekolah kita akan ikut serta dalam ajang tersebut. Salah satunya adalah seni tari. Untuk mewakili sekolah dibutuhkan peserta yang benar-benar menguasai di bidangnya. Oleh karena itu, saya akan mengadakan seleksi bulan depan. Siapa pun boleh ikut."
Setelah menjelaskan, pelatih membagikan formulir pendaftaran seleksi kepada semua anggota seni tari.
"Formulir dikumpulkan hari Senin setiap istirahat di ruang tari. Syarat dan ketentuannya sudah tertera di dalam formulir. Ada yang ingin ditanyakan?"
"Tidak kak." jawab semua anggota seni tari hampir serentak.
"Baik kalau tidak ada silakan kembal] ke kelas."***
"Haniiinnn sayanggg.. Duh setengah jam ngga ketemu lo aja gue udah kangen neng." kata Fanny sambil memeluk tubuh sahabatnya dari samping.
"Ih paan si Fan, gue masih doyan laki." sambil berusaha melepas pelukan Fanny.
"Kertas apaan tuh Fan?"
"Formulir seleksi tari buat ikut ajang seni nasional."
"Oalah.. Ngomongin seni btw besok malem jangan lupa."
"Iya iya gue inget."
"Dandan yang cantik ya!"
"Kenapa?"
"Siapa tau ada cowok yang naksir lo. Gemes gue liat lo yang cuma bisa diam-diam suka gitu ke Alvin. Kek lagunya cherybelle. Lo ngga capek apa?"
Hanin mengerucutkan bibirnya. Ini kesekian kalinya Fanny bertanya 'Lo ngga capek apa?' Ya mau bagaimana, dia tidak bisa mengontrol hatinya untuk suka pada siapa.
"Pokoknya kita harus cantik, Han. Kalo ngga bisa memikat vokalisnya, setidaknya memikat salah satu penontonnya. Gue udah bosen jomblo tau."
"Loh, lo suka laki?"
"Sialan." jawab Fanny sambil memasang muka datar.
Hanin tertawa, "Udahlah Fan, lo terima aja tu cinta Dodit. Dah cinta mati sama lo keknya."
"Idih. OGAH. Mending gue jomblo seumur hidup."***
Di dalam bus menuju perjalanan pulang, pikiran Hanin masih saja mengarah pada kejadian tadi siang di balkon.
Tadi Alvin denger ngga ya gue sebut namanya? Beneran cuma denger yang 'hujannya air' aja kan? Duh Han.. Udah tau hujannya air kenapa masih nanya sih. Malu banget gue, mana di depan Alvin. Pikir Hanin dalam hati.
Terlepas dari itu semua, hari ini adalah pertama kalinya Hanin berkomunikasi dengan Alvin.
Hari ini hari bersejarah!Hanin teringat ucapan Fanny sebelum pulang tadi. 'Lo ngga capek apa?'
Kalo dipikir-pikir ya capek juga. Hanin juga ingin Alvin tahu dan perasaannya terbalas. Siapa sih orang di dunia ini yang tidak senang jika orang yang ia suka menyukainya juga?Berjuang dibalik surat tidaklah mudah bagi Hanin. Sangat beresiko untuk hatinya. Apabila suatu saat nanti Alvin tahu bahwa dirinyalah si pengirim surat itu, belum tentu Alvin akan menerima perasaannya begitu saja. Namun apapun yang terjadi, Hanin harus mengungkapkannya. Ia tidak ingin perasaannya menjadi bumerang bagi dirinya sendiri. Hanin akan mempersiapkan sikap hati terhadap apapun respon Alvin nanti.
Kali ini lebih panjang dikit gengs
Selamat baca! Jangan lupa vote yaa😉
KAMU SEDANG MEMBACA
Secret Admirer
Short StoryJatuh dalam diam itu tidak mudah. Harus menahan diri dari letupan-letupan rasa yang tak mampu diungkapkan melalui kata.