Tentang Jo dan Aurora yang dipertemukan dalam acara perjodohan yang dirancang keluarga. Perjodohan itu menjebak Jo dan Aurora dalam ikatan tanpa cinta.
Proses perkenalan mereka tidak berlangsung mulus. Perbedaan karakter dan prinsip, membuat keduany...
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Banu dengan tergesa membuka pagar dan berlari kecil melewati pekarangan rumah yang sisi kanannya penuh dengan tanaman bunga yang sedang mekar. Begitu ia mencapai pintu yang setengah terbuka, Banu langsung masuk tanpa repot mengetuk. Memasuki ruang tamu yang ternyata sudah ramai dengan orang-orang yang ia kenal.
Tengah malam tadi, Banu mendapat kabar langsung dari Aurora kalau dirinya baru saja mengalami kecelakaan. Dan paginya begitu bangun dari tidur, Banu langsung mandi, dan bergegas ke rumah Aurora saat waktu masih menunjukkan pukul setengah delapan.
Di sana ada Sani, Widaㅡsepupu Aurora yang datang bersama Wafi, suaminya. Laki-laki itu tampak sibuk berbincang dengan Ben, kekasih Sani yang selalu rapi dengan kemeja dan celana kainnya. Bahkan ada Harris di sana. Dan, tentu saja ada Jo, satu orang yang sangat tidak Banu harapkan ada di sana sekarang.
Jo baru saja keluar dari dapur membawa segelas air putih, menyerahkannya kepada Aurora lalu duduk di samping gadis itu dengan santai. Laki-laki itu tampak sudah sangat terbiasa ada di sekeliling Aurora. Membuat bagian dada Banu kembali tersengat.
Perlakuan Jo kepada Aurora yang terlihat sangat berbeda dengan yang pertama Banu lihat di studio beberapa waktu lalu semakin membuat laki-laki itu nestapa.
"Hoi, bro!" sapa Harris saat melihat keberadaan Banu di dekat pintu. Berpasang-pasang mata ikut menoleh ke arahnya, menyapanya, termasuk Aurora yang bahkan melambaikan tangan dan tersenyum. Sementara Jo, hanya menatapnya datar.
Banu berjalan mendekat.
"Lo kelihatan nggak baik," kata Banu yang ia tujukan untuk Aurora, begitu mendudukkan diri di kursi yang masih kosong. Ia menatap manik mata Aurora sembari menekan rasa sakit yang muncul di dada saat melihat interaksi Aurora dan Jo yang begitu dekat dan intim.
Sudah berapa lama ia tidak bertemu dan mengobrol panjang dengan Aurora? Ia melewatkan terlalu banyak hal.
"Gue ditabrak bocah SMA waktu nyebrang di deket stasiun MRT Fatmawati. Gila banget, gue kira gue udah mau mati aja kemarin," jawab Aurora kembali memutar ulang memorinya saat tubuhnya menghantam aspal dengan begitu keras.
"Kaki lo gimana?"
"Retak. Nggak parah, sih. Cuma gue jadi nggak bisa jalan tanpa bantuan," keluh gadis itu.
Banu mengangguk-angguk,mengerti. Sejujurnya ia masih agak bingung harus bagaimana menghadapi Aurora yang sekarang tampak biasa-biasa saja kepadanya. Semenjak tragedi chat yang Banu kirimkan beberapa waktu lalu, yang baru ditanggapi Aurora setelah dua hari, membuat Banu agak canggung.
Aurora saat itu dengan panjang lebar menjelaskan lewat telepon bahwa janji untuk selalu bersama itu tidak pernah ia lupakan. Bahwa ia tetap teguh pada janjinya untuk tidak meninggalkan Banu apapun yang terjadi. Bahwa gadis itu akan selalu menganggap Banu sebagai saudara laki-laki yang akan selalu ia dukung dan sayangi. Tidak akan pernah bisa lebih dari itu. Ketertarikannya kepada Banu sudah ia singkirkan sejak lama.