Peperangan antara Black Mage dan White Mage selama ratusan tahun untuk menguasai Helios, mengakibatkan begitu banyak kerusakan dan hampir punahnya kedua ras tersebut. Peperangan yang berawal dari perebutan kekuasaan atas Helios Stone, batu magis sum...
Seorang wanita muda berlari dengan napas memburu sambil membawa seorang bayi yang dililit kain tebal dalam dekapannya. Hanya wajah bayi yang masih merah, yang menyembul dari lilitan kain tebal itu. Tidak memedulikan perih di sekujur tubuhnya, wanita itu terus menerjang ranting-ranting pohon dan semak berduri di hadapannya. Pakaiannya kini compang-camping dan penuh darah. Tujuannya hanya satu, menyembunyikan diri dari orang-orang yang mengejarnya.
"Cepat kejar dia! Hari sudah mulai senja, akan sulit menemukannya jika hari sudah malam." Wanita itu mendengar suara laki-laki berteriak di belakangnya. Mungkin laki-laki itu adalah pimpinan dari kelompok prajurit yang mengejarnya itu.
Dengan tertatih-tatih, wanita itu mencari tempat untuk bersembunyi. Entah sudah berapa lama dia berlari, tubuhnya begitu letih dan tidak punya tenaga lagi untuk terus menghindar dari kejaran para pemburunya. Namun dia belum menemukan tempat bersembunyi yang aman untuk dirinya dan bayi yang ada dalam pelukannya.
Begitu mendengar derap kaki kuda dan langkah kaki yang kian mendekat di belakangnya, wanita itu bersembunyi di balik semak-semak yang cukup rimbun, berharap para prajurit berseragam merah dan hitam itu tidak dapat menemukannya. Paling tidak, dia berusaha untuk dapat mengulur waktu sampai hari mulai gelap, agar mereka menyerah dan berhenti mengejarnya.
Akan tetapi, tiba-tiba si bayi mulai menggeliat. Wanita itu menepuk-nepuk si bayi agar kembali tertidur. Dia mengayunkan lengannya, membuai untuk menenangkan si bayi. Bukannya tertidur, si bayi malah membuka mata dan kemudian tangisnya pun pecah. Lengkingan tangis bayi membuat para prajurit berteriak riuh saling menunjuk ke arah sumber suara.
Tanpa pikir panjang, wanita itu melesat, berlari menjauh dari tempat itu, diikuti oleh para prajurit dan seorang ksatria berkuda cokelat. Dengan sisa-sisa kekuatannya, wanita itu melontarkan perisai gaib dengan telapak tangannya. Para prajurit yang berlarian mengejar wanita itu tiba-tiba terjatuh seakan menabrak dinding tak kasat mata di hadapan mereka.
Tangis bayi terus melengking memekakkan telinga, membuat burung-burung terbang berhamburan menjauh ketika mereka melewati pepohonan. Tiba-tiba saja wanita itu terjatuh karena kakinya terantuk akar pohon yang menjalar di atas tanah sehingga si bayi terlempar dari dekapannya. Dengan kaki berdarah-darah, wanita itu menyeret tubuhnya di tanah yang berlumpur untuk menjangkau bayinya. Si bayi yang tiba-tiba berhenti menangis membuat wanita itu ketakutan, khawatir jika bayi itu meninggal.
Dengan terburu-buru dan dipenuhi rasa cemas, wanita itu menaruh jari telunjuknya di depan lubang hidung si bayi. Dia menghembuskan napas lega karena bayinya masih hidup. Mungkin bayi itu hanya pingsan karena benturan. Untungnya, kain tebal yang melilit bayi tersebut pastilah menjadi pengaman sehingga si bayi tidak cedera. Meskipun kini lilitan kain itu membuka karena terlempar tadi. Wanita itu kembali membetulkan lilitan kain, dia menyembunyikan seuntai kalung dengan liontin loket yang melingkar pada leher si bayi ke balik pakaian bayi mungil itu. Berharap benda itu akan tetap aman tersembunyi bersama si bayi.
Ketika dia kembali mendengar derap langkah kuda dan para prajurit yang mengejarnya, dengan terpaksa, wanita itu kembali memaksa kakinya untuk berlari.
"Ouch!" wanita itu memekik pelan ketika merasakan sakit padi kakinya. Pastilah kakinya terkilir saat dia terjatuh tadi.
Terus memaksakan kakinya yang terkilir untuk melangkah, wanita itu berjalan terseok-seok, menggunakan pohon-pohon sebagai tumpuan. Sampai akhirnya dia benar-benar sudah kelelahan dan mulai lunglai. Dengan sisa-sisa tenaga yang ada, dia terus berjalan sampai akhirnya terhenti di sebuah tebing. Dia menjulurkan kepalanya, di bawah tebing itu terdapat sungai besar yang arusnya begitu deras. Dia terduduk lemas. Mungkin ini akan menjadi akhir hidupnya.
Tak berapa lama ksatria berkuda coklat itu muncul di belakangnya. Ringkik kuda membuatnya menoleh. Dia tidak dapat melihat siapa penunggang kuda tersebut karena ia memakai baju zirah lengkap dengan topeng yang menyeramkan. Satu persatu para prajurit mulai bermunculan dan berbaris di belakang ksatria itu seperti benteng manusia.
Ksatria itu menghentikan kudanya dan menuruninya. Dengan langkah tegap ia mendekat ke arah wanita yang sedari tadi ia dan pasukannya buru.
"Serahkan bayi itu dan kami akan membiarkan Nyonya bebas," perintah sang ksatria.
Wanita itu mendekap lebih erat bayi yang mereka incar. "Aku tidak akan membiarkan kalian membawa putriku." teriaknya sambil melangkah mundur dengan pelan.
"Nyonya ... Yang Mulia berjanji untuk membiarkanmu pergi, asalkan kau menyerahkan bayi itu." si ksatria terus melangkah pelan, waspada jikalau wanita itu berbuat nekat.
Wanita itu menggelengkan kepalanya dan tetap melangkah mundur. Beberapa kerikil berjatuhan ke jurang karena dorongan telapak kaki wanita itu. Suara runtuhan kerikil membuat langkah wanita itu terhenti dan menengok ke belakangnya. Kini dia sudah benar-benar berada di tepi jurang.
"Nyonya, kumohon bekerja samalah dengan kami." Si ksatria mengulurkan tangannya dan melangkah pelan, namun wanita itu bergeming, malah dia semakin mendekap erat bayinya.
Dengan gugup, sesekali wanita itu menoleh ke belakang. Dia sudah terpojok. Satu-satunya cara agar bebas adalah dengan menyerahkan bayinya. Tapi dia tidak akan pernah melakukan hal itu.
"Katakan pada Yang Mulia, ia tidak akan pernah mendapatkan apa yang ia inginkan." Setelah berkata seperti itu, wanita itu melompat ke jurang dengan memeluk bayinya erat.
Si ksatria berlari hendak mencegah wanita itu, namun terlambat. Dirinya tidak menyangka bahwa wanita itu akan berbuat nekat. Ia memerhatikan aliran sungai yang deras membelah batu-batu cadas jauh di dasar jurang. Dari ketinggian ini, kemungkinan kecil wanita itu akan selamat. Ia menyesal tidak segera merebut bayi itu. Yang Mulia pasti akan sangat murka padanya.
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.