Chapter 2. White Magic

7 0 2
                                    

"Bibi, bagaimana aku bisa ada di sini?" tanya Misa ketika Bibi May membawakan bubur untuknya. Wanita itu menaruh meja lipat di atas paha Misa yang duduk bersandar di tempat tidur.

"Apa kau sama sekali tidak ingat? Kemarin, Javier membawamu kemari. Dia sangat khawatir sekali," Bibi May memberitahu sambil menyuapkan sesendok bubur asin untuk gadis itu.

"Kemarin? Sudah berapa lama aku tidak sadar?" Misa mengernyit.

"Kau ini benar-benar lupa ingatan, ya. Kau pingsan sejak kemarin pagi."

Misa termenung, berarti dia sudah tidak sadarkan diri seharian. Dia teringat kembali kejadian yang membuatnya pingsan dan memutuskan untuk mencari Javier agar dipertemukan dengan temannya yang kemarin bersamanya.

"Bi, jam berapa sekarang?" tanya Misa tidak sabar.

Bibi May melihat ke arah jam digital di atas meja, "Jam 9.30 pagi." Bibinya terdiam sesaat dan kemudian memekik sambil berdiri dan merapihkan pakaiannya dengan panik, "oh, tidak! Bibi harus bersiap membantu ayahmu menyambut tamu dari kerajaan."

Kepala Misa mengikuti kemana pun Bibi May mondar-mandir seperti orang bingung karena panik. Hal itu membuatnya tersenyum geli. Setelah tenang, Bibi May menuju ke arah pintu dan berhenti sejenak. "Ingat, kau jangan pergi kemana-mana. Ayahmu menyuruh Bibi untuk memberitahumu agar kau tetap di kamar. Jangan sampai tamu-tamu itu melihatmu."

Gadis itu mengangguk cepat dan menggerakkan tangan untuk menyuruh bibinya pergi. "Iya, iya, aku tidak akan kemana-mana."

Bibi May melemparkan pandangan seolah sangsi kalau keponakannya itu akan menuruti perintahnya. Wanita gemuk itu tahu jika Misa sering menyelinap diam-diam ke luar rumah. Tapi karena ada tugas yang menantinya, wanita itu pun terpaksa percaya dengan keponakannya dan menutup pintu kamar.

Sepeninggal Bibi May, Misa melangkah menuju jendela. Dia mengintip ke luar. Karpet merah sudah digelar rapih di undakan depan dan seluruh jalan dari pintu ganda sampai ke gerbang mansion.

Senyuman nakal tersungging di bibirnya yang tipis karena teringat dengan larangan bibinya. Misa berjingkat mengambil mantelnya dan mengintip ke lorong kamarnya. Setelah yakin tidak ada orang yang lalu-lalang, dia bergegas turun menuju belakang rumah. Alih-alih menggunakan pintu depan, kali ini dia keluar melalui pintu kecil yang biasanya digunakan oleh juru masak atau penyalur bahan makanan untuk keluar masuk.

Beberapa pegawai melihatnya menyelinap,  namun karena sibuk mempersiapkan penyambutan tamu, mereka tidak memedulikan dirinya. Misa menghela napas lega begitu dia bebas dari kungkungan rumah besar itu.

Tidak seperti biasanya, jalan raya yang menuju mansion gubernur begitu ramai  dengan penduduk kota yang berdiri di kedua sisi jalan. Mereka membawa spanduk atau poster yang bertuliskan "kembalikan putra-putra kami" atau "Give Riverbay its Freedom". Beberapa petugas keamanan dengan seragam hitam dan perak dari serat karbon seperti robot, berpatroli dengan menyandang senapan laser maupun senapan api ke arah penduduk kota.

Tubuh mungil gadis itu menyeruak di antara penduduk yang berkumpul, mencari Javier di tengah kerumunan. Sayang, tubuhnya yang pendek terjepit di antara pria-pria bertubuh besar. Setelah beberapa saat tidak menemukan sesosok wajah yang dicarinya, Misa menyerah.

"Sebaiknya aku langsung ke markas saja," dia membalikkan badan, menjauh dari jalan raya.

Sepanjang jalan, banyak toko-toko yang ditinggalkan pemiliknya untuk melihat arak-arakan tamu kerajaan. Pun begitu, tidak ada satu pun toko yang dimasuki pencuri. Karena Riverbay merupakan kota kecil yang tidak begitu banyak penduduknya, hampir semua masyarakat di sini saling mengenal satu sama lain.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Sep 30, 2020 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Tale of The Anarkhand: Hunting for The Magic StoneTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang