🦋
🦋
🦋
🦋
🦋
🦋
🦋Usia kandungan Yaejin sudah memasuki 7 bulan. Perutnya sudah terlihat besar. Setiap pulang kerja Jimin pasti selalu mengelus dan berbicara pada bayinya yang masih di dalam perut.
Pemandangan yang begitu indah saat melihat Yaejin berdiri di teras rumah menyambutnya pulang kerja.
Yaejin punya teman bernama So-Hyun. Mereka sudah saling mengenal sejak berada di sekolah menengah pertama. Hubungan pertemanan mereka cukup erat.
Mereka berdua sering teleponan, bertukar cerita tentang yang mereka alami. So-Hyun pindah ke Singapura karena dua alasan. Yang pertama dia muak tinggal dengan bibinya.
For your information, So-Hyun ditinggal orang tuanya sejak dia kecil. Ayahnya meninggal karena terlalu sering minum minuman keras, dia juga seorang perokok aktif. 4 bulan kemudian ibunya menyusul karena stres, memikirkan kematian suaminya.
Dan, alasan kedua, dia memang ingin saja kuliah di sana.
"Tumben menelpon pagi-pagi. Untung hari ini aku tidak ada kelas pagi." So-Hyun sedang mengaduk tehnya.
"Eum, aku hanya sedang merasakan firasat buruk," jawab Yaejin yang duduk di ruang tamu.
"Ada apa? Kau tidak sedang bertengkar dengan suamimu, 'kan?"
"Bukan, bukan itu. Hyun, kau tau 'kan beberapa bulan lagi aku akan melahirkan. Dan aku merasa sedikit takut."
"Itu perasaan biasa. Jangan terlalu dipikirkan. Jaga saja kesehatanmu, jangan sampai jatuh sakit karena memikirkan hal ini."
Yaejin menarik napasnya dalam-dalam. "Aku mau bilang ini," dia menjeda kalimatnya. "Aku takut aku tidak sanggup melahirkannya. Kau tau 'kan, aku banyak baca berita seorang ibu meninggal setelah bayinya lahir."
So-Hyun menyeruput tehnya terlebih dahulu sebelum berucap. "Kau ini mau kupukul, hah? Jangan berkata yang aneh! Berhenti saja baca berita kalau begitu!"
Setelah dua menit diam, So-Hyun lanjut bicara lagi. "Lagipula ya, ada banyak ibu yang melahirkan anaknya dengan sehat dan selamat. Ah, sudah dulu ya Yaejin, aku lupa harus menjemput baju dari laundry. Bye, jangan pikirkan yang macam-macam!"
Pip, sambungan terputus.
Yaejin mengusap wajahnya, So-Hyun benar ini harusnya tidak ia pikirkan. Lebih baik dia membaca buku yang menarik atau mendengarkan musik yang membuat tenang.
Ngomong-ngomong laundry, Yaejin jadi ingat dia tadi akan mengganti seprai kenapa malah menelpon So-Hyun.
Semakin besar perutnya semakin cepat lelah. Itu yang dirasakan kini oleh Yaejin, baru saja mengganti seprai rasanya seperti sudah berlari puluhan kilo meter. Lebay sekali.
Jimin pulang dari kantor, seperti biasa pukul 16.00 kadang lewat sedikit. Jimin mencium kening dan perut buncit Yaejin. Sudah jadi kebiasaannya begitu.
"Apa menu makan malam kita hari ini," ucap Jimin antusias menuju dapur.
"Aku tidak masak, Jim. Kita pesan delivery saja, ya."
Jimin menganguk setuju. Tangannya dengan lihai memilih menu makanan yang tertera di layar ponselnya.
Makanan mereka sudah datang; 2 buah porsi bibimbab.
"Selamat makan," ucap Jimin lalu mengambil sumpit miliknya yang sudah terletak disebelah piring mangkok.
"Jim," panggil Yaejin disela-sela acara makan mereka.
KAMU SEDANG MEMBACA
Kumpulan Cerpen - BTS ✓
KurzgeschichtenBuku ini aku buat untuk bersenang-senang saja. Semoga kumpulan cerita di dalam dapat menghibur kalian di masa pandemi ini. Sehat terus, kalian!