[BAGIAN 01]

37 6 1
                                    

Seoul, South Korea
2020

Ketukan stiletto berdetak seiring langkah seorang wanita cantik nan elegan yang kini berjalan memasuki sebuah gedung tinggi dengan label "Z-Force Company". Ia berjalan tanpa ragu, denga tatapan mata hitam kelamnya yang selalu terpaku ke depan, seolah kepercayaan dirinya terpancar begitu kuat—well, orang d sekitarnya bisa merasakan betapa angkuhnya dia dari gerak-gerik dan penampilannya.

Tak sedikit diantara orang-orang yang menatap kearahnya langsung membuat first impression yang buruk terhadapnya. Yakni dia sombong, arogan, angkuh, dan kata-kata yang cukup menusuk lainnya.

Tanpa mempedulikan tatapan penuh tanya dari karyawan gedung tersebut, wanita itu hanya tersenyum miring lalu masuk ke dalam lift tanpa berniat menyapa salah satu dari mereka. Ia menekan tombol yang mengarah ke lantai teratas gedung tersebut tepat ketika pintu lift tertutup. Lift bergerak, menandakan ia telah melaksanakan kodratnya untuk mengantar beban yang ditanggungnya ke atas sana.

Ketika lift terbuka, ia telah sampai di lantai paling atas. Dengan langkahnya yang begitu yakin, tanpa banyak membuang waktu mengamati sekeliling karena kebingungan—pasalnya baru pertama kali ia kemari—ia langsung berjalan, lagi-lagi tanpa ragu. Seumur hidupnya, ia tidak pernah meragukan dirinya sendiri. Ia berjalan ke arah sebuah pintu kaca yang bertuliskan "President Directour".

"Maaf, Nona. Apakah Anda sudah memiliki janji dengan Direktur Pavellsha?"

Wanita itu hanya menatapnya tajam tanpa mau berkata apa-apa, membuat sang sekretaris menunduk dan membungkuk minta maaf. Ya, inilah dia. Inilah sosoknya. Ia lahir di keluarga yang mengagungkan namanya. Ia tumbuh di lingkungan yang begitu menjunjung dirinya, menjadikannya sosok yang begitu arogan dimanapun ia berada.
Dalam sekali tarik, ia membuka pintu tersebut dan masuk begitu saja.

"Kau tidak berkata bahwa kau akan datang,"

Mata hitam wanita tersebut menatap sesosok pria yang menyambutnya tanpa meliriknya, sama sekali, "Sekalipun aku mengatakannya, kau juga tidak akan menyambutku,"

Pavel tersenyum, "Kau tahu, aku sibuk,"

"Maka dari itu aku tidak menghubungimu terlebih dahulu," jawabnya ringan dan menghempaskan diri di sofa ruangan tersebut tanpa menunggu dipersilahkan.

Menatap wanita cantik itu, Pavel menghentikan kegiatannya sejenak, "Aku tidak tahu prosesnya akan sepanjang ini,"

"Kau sudah bercerai secara hukum?"

"Sudah," Pavel kembali fokus pada lembaran kertas miliknya, "Kau tidak perlu mencemaskannya lagi,"

"Aku tidak cemas." ia menggembungkan pipinya, sedetik kemudian menyilangkan kakinya dan membuka ponselnya. Ia melirik Pavel yang masih menatapnya sambil tersenyum menahan tawa, "Sungguh. Aku tidak cemas," lagi, ia menggembungkan pipinya.

Lucu.

Satu kata yang tertangkap di otak Pavel saat ini adalah kata "lucu". Ya, wanita yang lucu, "Bagaimana bisa wanita berusia 28 tahun lebih lucu dari bayi manapun?"

"Terserah kau saja. Kau punya manisan?"

"Tidak. Kau sudah manis," jawab Pavel seraya tertawa renyah. Ia kembali fokus pada tumpukan kertasnya—lagi.
"Apa yang membuatmu datang kemari, Felicia? Kau jauh-jauh dari Indonesia hanya untuk pergi ke gedung pusat Z-Force?"

"Iya. Apalagi? Aku menemuimu," wanita bernama Felicia itu tertawa, "Kau masih tidak berubah."

Pavel mengangguk, "Sudah berapa lama? Sepuluh tahun? Aku tidak menyangka sudah selama itu," ia mengangkat gagang cangkirnya, lalu menyesap pelan isinya. Oh, ada yang lupa dijelaskan. Pavel pecandu kafein. "Aku juga ingin tahu sejauh mana gadis kecil itu tumbuh,"

GARIS SEMESTA [ON GOING]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang