Accident

13 1 0
                                    

Gadis itu keluar dari pasar dengan tergesa. Di tangannya penuh dengan barang belanjaan.

"Huh... Ga nyangka setelah lockdown ternyata pasar bisa sesak begini. Kayak mau lebaran aja" Katanya sambil berjalan menuju parkir.

Saat sampai di parkiran motornya sudah siap dikeluarkan Ardi, tukang parkir yang menjadi langganannya.

Tampak Ardi menyambut kedatangannya dengan wajah sumringah.

Siapapun bisa menebak jika Ardi naksir gadis itu. Tapi gadis itu tak menunjukkan respon atas perasaan Ardi.

Gadis itu mengulurkan uang untuk membayar dan seperti biasa Ardi menolaknya.

"Tak usah! Untukmu gratis" Katanya sambil tersenyum penuh arti.

"Aduh Di... Aku jadi ga enak nih. Tiap aku parkir di sini pasti gratis. Nanti kamu rugi lho!"

"Engga ada ruginya buat calon istri".

Gadis itu hanya tersenyum mendengar perkataan Ardi. Setelah menyusun barang belanjaannya di  box di bawah jok dan merapatkan kembali jok nya, gadis itu menstarter motornya.

"Kamu becanda... Udah dulu, makasih". Gadis itu melambai sebelum melajukan motornya dengan kecepatan sedang.

Ardi yang ingin melanjutkan percakapan merasa agak kecewa tapi paling tidak dia bisa berbincang dengan sang pujaan hati walaupun sebentar.

Gadis itu melihat ada kerumunan. Tanpa pikir panjang dia menghentikan motornya dan memarkirkan di tepi jalan.

"Ada apa, Pak?" Dia bertanya pada seorang pria yang sepertinya keluar dari kerumunan itu.

"Seorang ibu tertabrak. Dan yang menabrak melarikan diri".

"Aduh kasian... Bagaimana keadaan ibu itu?"

"Sepertinya dia pingsan. Ada luka di dahinya. Hiy... Aku tak tahan melihat darah. Lebih baik aku segera pergi". Kata pria itu sambil bergidik dan segera meninggalkan gadis itu yang tertegun.

Heh... Aneh, sudah tahu ga tahan liat darah, masih ikutan ngerubungin korban tabrakan, batinnya.

Agak kesulitan dia berhasil menerobos kerumunan itu.

Si ibu yang tertabrak tergeletak tak berdaya di atas aspal. Tak ada satupun yang mencoba menyelamatkan.

Gadis itu mendekat dan memeriksa detak jantung si ibu. Kemudian memperhatikan luka menganga di dahinya.

Terlihat tidak parah tapi kemungkinan gegar otak bisa terjadi, batinnya.

Dia merupakan mahasiswa kedokteran semester akhir.

"Tolong hubungi ambulan!" Katanya pada orang-orang yang masih berkerumun.

Salah seorang dari mereka segera menghubungi ambulan.

Tak lama sirine ambulan terdengar.

Si ibu segera dinaikkan ke brankar dan di masukkan ke ambulan.

Gadis itu mengikuti ambulan dengan motornya.

Sirine ambulan terdengar nyaring membelah jalanan.

Si ibu langsung di antar ke IGD.

Gadis itu memarkir motornya dan langsung menuju IGD.

"Hei, Malika!" Sebuah suara memanggilnya.

Dia menoleh dan melihat Agus, dokter muda yang bertugas di bagian IGD menghampirinya.

"Eh, Kak Agus... Ini tadi nganter korban tabrak lari". Malika menjelaskan sebelum diminta.

"Oh, yang baru tiba tadi?"

Malika mengangguk.

Mereka berjalan menuju IGD.

"Bagaimana kondisinya?" Tanya Agus.

Malika menatap Agus dengan tatapan menyelidik. Apakah Kak Agus sedang mengujinya?

"Apa? Aku tidak sedang mengujimu" Katanya seolah tau apa yang Malika pikirkan, "aku percaya dengan pengamatanmu. Pasti tadi kamu sempat mengobservasi korban kan?"

Malika kembali mengangguk. "Dari pengamatanku tadi, korban tidak memiliki luka serius. Luka pada dahinya mungkin karena terbentur aspal. Tapi perlu dilakukan scan juga, ditakutkan ada gegar otak. Selain itu tidak ada salahnya dilakukan rontgen menyeluruh untuk memastikan tidak ada keretakan tulang akibat benturan saat kecelakaan".

Agus tersenyum mendengar penuturan gadis itu. Diam-diam Agus menaruh hati padanya.

"Kenapa Kak Agus tersenyum begitu? Ada yang salah ya dengan analisa ku?" Tanya Malika salah tingkah.

"Engga kok. Aku malah terpana dengan kemampuanmu menganalisa. Dengan bantuanmu ini kami bisa langsung menentukan pertolongan apa yang korban perlukan tanpa membuang banyak waktu lagi untuk memeriksanya. Dan itu sangat bermanfaat untuk menyelamatkan nyawa seseorang. Oke... Aku tugas dulu". Kata Agus seraya masuk ke dalam ruangan tertutup yang hanya dapat dimasuki oleh orang-orang yang berkepentingan.

Malika duduk di kursi tunggu.

Dia teringat sesuatu.

Astaghfirullah... Kenapa bisa lupa, pasti ibu sedang menunggunya, pikirnya sambil mengambil dompet dari celana panjangnya.

Dia menekan serangkaian nomor yang sudah sangat dihapalnya.

Terdengar nada sambung... Tut... Tut...

"Assalamu'alaikum"

"Waalakumsalam, Bu... Ini Malika. Aku lagi di rumah sakit... ".

" Apa? Kamu kecelakaan?" Sahut dari seberang memutus perkataan Malika.

"Tidak, Bu! Tadi ada kecelakaan, ini lagi nganter korban ke rumah sakit. Nanti pas sudah di rumah aku cerita. Aku cuma mau kasih kabar".

" Untung bukan kamu... Ya sudah, kamu nanti pulang hati-hati di jalan".

"Iya, Bu. Assalamu'alaikum".

" Waalaikumsalam".

Malika menghela napas lega. Dia tak mau ibunya khawatir karena menunggu kepulangannya.

Meskipun ibu bukan ibu kandungnya tapi ibu lah yang selama ini merawat dan membesarkannya.

Malika hanya seorang yatim piatu yang beruntung bisa dipertemukan dengan ibu Asih, pengelola panti asuhan "Titipan Ilahi" Tempatnya bernaung selama ini.

Malika tidak ingat siapa orang tuanya. Saat ditemukan Bu Asih, usianya baru 4 tahun. Dan dia menangis memanggil mommy.

Bersambung...

Ekspresi Malika gemesin deh... 😘
Lagi di mana, Neng?

Lagi nunggu Aa, Mak! 🥰 Kapan Aa nongol, Mak?

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Lagi nunggu Aa, Mak! 🥰
Kapan Aa nongol, Mak?

Ebusyet, sabar Neng! 😅

NO MORE PAINTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang