Terhitung sudah dua minggu yuta menjalin hubungannya dengan winwin. Para penghuni kampus bahkan masih tak percaya jika orang culun seperti yuta dapat membuat winwin menjadi miliknya. Tak sedikit pula mahasiswa yang pernah menyukai winwin merasa tak rela melihat pemuda manis itu menjalin hubungan dengan yuta.
Rasa tak rela itu membuat mereka semakin membully yuta, memukulnya hingga pemuda culun itu sempat tersungkur di tanah. Apa winwin tau? Tentu saja. Berulang kali pemuda manis itu memperingatkan mereka agar berhenti memukul kekasihnya, namun peringatan itu hanya dianggap angin yang berlalu.
Jujur saja, yuta merasa lelah dan sakit tiap kali mereka memukul wajah serta tubuhnya. Namun ia tidak akan pernah memutuskan hubungannya dengan winwin, ia terlalu mencintainya. Mungkin kejam, namun yuta menggunakan buku tersebut—lagi; Ia membuat kun dan juga teman teman lainnya terkena penyakit kulit parah hingga membuat mereka tidak dapat datang ke kampus.
Yuta merasa berdosa setelah melakukannya. Namun hanya ini satu satunya cara menghentikkan mereka memukul dirinya. Ia merasa kasian, yuta ingin menghentikkan mantra tersebut. Sayang sekali, buku itu hanya berisi cara membuat mantranya bekerja, tapi tidak untuk menghentikkannya.
"Sedang memikirkan apa?" Winwin duduk disamping yuta, memeluk lengan yuta dan menyenderkan kepalanya di bahu kekasihnya.
Sejak menjalin hubungan dengan yuta, winwin selalu menemui pemuda culun itu di kelasnya. Ini menyenangkan sekaligus risih bagi yuta, mengingat sorot mata tak enak dari teman temannya yang tertuju pada dirinya dan winwin.
"Hanya... Memikirkan kun dan teman temannya yang lain" balas yuta pelan, lalu tertunduk. Rasa bersalah menghantui pikirannya.
"Bukankah mereka pantas mendapatkannya?" Tanya winwin seraya mendongakkan kepalanya untuk menatap yuta.
Yuta menghela nafas, dengan ragu ia mengangguk pelan. Pemuda itu menoleh; menatap winwin dengan wajah sendunya. Ia sangat ingin mengatakan jika dirinya lah yang membuat kun dan teman temannya mendapatkan penyakit kulit tersebut.
"Sudahlah, jangan di pikirkan"
"Harusnya kau senang. Tak ada yang memukulmu lagi" ucap winwin tersenyum, tangannya mengusap lembut wajah yuta.
"Kau benar" yuta menyentuh tangan winwin yang tengah mengusap wajahnya, tak lupa dengan menunjukkan senyumnya. Senyum yang terkesan dipaksakan.
Bagaimana ia bisa senang ketika rasa bersalah menghantui pikirannya? Oh tuhan! Yuta hanya berharap mantra tersebut tidak akan bekerja selamanya.
"Wajahmu terlihat murung"
"Sebenarnya ada apa denganmu?" Winwin menatap yuta dengan raut serius di wajahnya.
"Emm... Aku... Hanya stress. Iya! Pelajaran tadi membuat otakku panas" jawab yuta gugup, lalu tersenyum kecil. Ia mungkin akan memberitau kebenarannya pada winwin, namun tidak sekarang.
"Bagaimana jika nanti malam kita jalan jalan?" Tawar winwin dengan semangat.
"Jalan jalan?"
"Uhum!" Winwin mengangguk cepat.
Sebuah senyum lebar terukir di bibir yuta. Jalan jalan dengan winwin—tentu saja itu hal yang menyenangkan! Mengingat jika sebelumnya ia tak pernah keluar rumah, hanya berdiam diri dikamarnya sembari mengubah penampilannya yang tetap saja terlihat culun.
"Kemana kita akan pergi?" Tanya yuta. Ia sama sekali tidak bisa memikirkan destinasi mana yang akan dikunjungi.
"Taman bermain!" Balas winwin riang.
Ya, kedengarannya cukup menyenangkan. Waktu kecil yuta tak pernah mengunjungi taman bermain. Seketika rasa bersalahnya terhadap kun dan teman temannya lenyap. Mungkin yuta terlalu bersemangat, entah lah.
"Baiklah... Kapan kita pergi?"
"Ketika pelajaran telah selesai" jawab winwin dengan menepuk pelan pipi yuta.
---
Malam ini sungguh menyenangkan bagi yuta. Ia menghabiskan waktu malamnya bersama winwin dengan menaiki hampir semua wahana yang ada di taman bermain.
"Ugh! Tenggorokanku sakit" ucap yuta seraya mengusap lehernya.
"Itu karena kau berteriak dengan cukup kencang" balas winwin dengan terkekeh.
Ya, sebelum menaiki biang lala, yuta berteriak cukup kencang ketika melihat pengunjung yang tengah menaiki wahana tersebut. Hingga membuatnya menjadi pusat perhatian banyak orang. Anehnya, pemuda itu sangat santai ketika gilirannya tiba menaiki biang lala.
"Hey... Mau melakukan photo box?" Winwin menatap yuta semangat ketika melewati sebuah photo box.
"Apa itu?" Tanya yuta sembari menggaruk kepalanya yang tak gatal.
"Tentu saja tempat untuk berfoto! Ayo" menarik tangan yuta dan memasuki kotak tersebut.
Keduanya duduk di kursi yang telah disediakan tempat tersebut, karena winwin memilih berfoto dengan kamera depan. Ia menghadapkan tubuhnya pada yuta, mengalungkan kedua tangannya di leher pemuda itu; winwin berpose seakan ia akan mencium yuta.
Sementara yuta hanya terdiam, ia tak tau harus melakukan pose seperti apa. Maka saat kamera telah memotret mereka, winwin terbahak ketika melihat raut yuta yang tengah kebingungan.
"Wajahmu lucu sekali"
Yuta mendengus pelan. Ia kan tidak pernah berfoto sebelumnya!
"Diamlah" yuta melipat kedua tangannya di dada, lalu melihat kearah lain.
"Yutaa!" Panggil winwin dengan nada manja. Ia memeluk lengan yuta, menggoyangkan lengan kekasihnya berulang kali guna membujuk pemuda culun itu.
"Ayolah yuta! Aku hanya bercanda. Maaf ya?"
Yuta menghela nafas. Ia tak tahan mendengar winwin merengek seperti ini, yuta menolehkan wajahnya; winwin saat ini terlihat sangat lucu dengan memasang puppy eyes nya.
Astaga! Yuta tak tahan. Ia menangkup wajah winwin, menempelkan hidungnya pada hidung pemuda manis itu.
"Karena kau lucu... Akan aku maafkan" ucap yuta, lalu mendaratkan ciumannya di bibir cherry itu.
Seakan candu, ia mencium bibir itu lebih lama, sesekali menghisapnya. Tak lama ciuman itu terlepas, berganti dengan rautnya yang terkejut dan winwin yang menatapnya risih. Oh tidak! Apa yang telah ia lakukan?
Hanya tamparan keras yang yuta dapatkan di pipi kanannya, tanpa sempat ia mengatakan permintaan maafnya pada winwin. Pemuda manis itu melangkah keluar meninggalkan photo box, menyisakan yuta yang terdiam dengan apa yang ia lakukan beberapa detik lalu.
.
.
Sial. Hanya itu yang menimpa yuta berulang kali. Setelah kejadian malam itu, yuta dikeluarkan dari kampusnya setelah pihak kampus mengetahui jika ia menggunakan sebuah mantra untuk menjadikan winwin kekasihnya dan membuat beberapa mahasiswa terkena penyakit kulit.
Bahkan, winwin sama sekali tidak mau menemuinya ketika ia ingin meminta maaf kepada pemuda manis itu.
Kini, yuta mengurung diri di kamarnya. Dengan cacar yang berada di seluruh tubuhnya. Kulitnya membengkak, ia seperti disengat oleh ribuan lebah.
"Bodoh!" Berulang kali yuta memukulkan tangannya di cermin. Menyesali kesalahan yang telah ia perbuat.
Ya, terkadang kebahagiaan yang diperoleh dengan cara curang itu hanya berlaku sementara, tapi tidak selamanya.
.
.
.
END
KAMU SEDANG MEMBACA
Black Magic •yuwin•
FanfictionYuta tak perlu berubah demi mendapatkan winwin. ia hanya perlu menggunakan ilmu hitam untuk mendapatkan pemuda manis itu. [ ThreeShot ] BXB CONTENT! Don't like? Then don't read it!