Peringatan! Chapter ini mengandung sedikit adegan sadis.
"Nick! Bangun, Nick! Sebentar lagi kau harus pergi bertugas!" seseorang mengguncang-guncang tubuhku yang masih terlelap. Suara nyaring itu masih setia membeo sampai lima menit kemudian hingga membuatku dongkol dibuatnya.
"Ok, fine! I'm awake!" jawabku ketus. Orang itu menghela napas kasar kemudian menyuruhku untuk segera mandi dan sarapan. Tepat setelah ia menutup pintu kamarku, aku kembali menyelimuti diriku dalam balutan selimut hangat. Tak kusangka ternyata ia kembali masuk dan mendengus kesal karena aku yang susah sekali dibangunkan.
"For God's sake, Nick! Kau akan terlambat kalau sekarang kau sulit dibangunkan. Bangun, Nick!" omelnya. Ohh... Ya Tuhan, kenapa Kau ciptakan makhluk secerewet dia?! Keluhku dalam hati, kemudian dengan berat hati aku bangkit dan berjalan menuju kamar mandi.
"Kalau sudah selesai mandi segera turun ke bawah untuk sarapan! Ingat, jangan tidur di kamar mandi, Nick!" ocehnya kembali. Aku hanya berdehem sebagai jawaban. Dasar penyihir berisik! Mengganggu mimpi indahku saja.
Selesai berpakaian aku berjalan menuju ruang makan, dari depan pintu kamarku saja sudah tercium aroma nikmat roti panggang yang sudah pasti buatan si penyihir itu. Saat duduk di meja makan, di hadapanku sudah tersajikan dua piring roti panggang, segelas susu putih, dan segelas kopi panas yang wanginya memenuhi langit-langit ruang makan.
Harus kuakui, adik perempuanku ini meskipun mulutnya cerewet, tapi ia pandai memasak dan mengurus urusan rumah. Membuatku tidak terlalu menyesal sudah menganggapnya adik selama ini.
"Jam berapa kau pulang hari ini?" tanyanya. Aku mengangkat bahu sembari menyesap kopi panas yang sudah menggoda tenggorokanku sejak tadi.
"Kau tahu kalau kadang aku suka mendapat panggilan mendadak, Martha. apalagi kemarin-kemarin beberapa anak buahku masuk rumah sakit saat menangani kasus, jadi sepertinya kau akan lembur lagi hari ini." jawabku. Kulihat Martha menghela napas pelan. Aku mengelus kepalanya.
"Maafkan aku karena sering meninggalkanmu sendirian di rumah. Tapi, kumohon kau bisa mengerti keadaanku." jelasku, berharap semoga Martha bisa mengerti. Martha hanya mengangguk kemudian menenggak habis susunya, kemudian menggendong tasnya.
"Mau kuantar ke sekolah?" tawarku. Ia menatapku sesaat nampak berpikir sebentar, kemudian mengiyakan.
Selama di jalan tidak ada percakaan yang terjadi di antara kami. Martha sibuk dengan pikirannya dan aku sibuk memerhatikan jalan, hingga akhirnya kami sampai di depan sekolah Martha. Aku mengacak rambutnya sekilas, dia memberiku kecupan kecil di pipiku sebelum turun dari mobil.
Selesai mengantar Martha ke sekolahnya, aku segera membawa mobilku menuju kantor. Namun, kemudian sebuah panggilan masuk ke ponselku. Itu dari atasanku. Ia memintaku untuk datang ke sebuah alamat untuk menangani sebuah kasus yang baru saja terjadi. Aku segera memutar arah menuju alamat yang dituju.
-*-
Sesampainya aku di tempat. sudah banyak petugas kepolisian dan beberapa orang yang mengerubungi tempat dari luar garis polisi. Aku berusaha menerobos kerumunan dan mendekati atasanku untuk menanyakan apa yang terjadi. Atasanku membawaku menuju sebuah mobil yang terparkir di depan sebuah hotel. Kaca mobil itu tertutup, aku kembali bertanya apa yang terjadi. Atasanku memintaku untuk melihatnya sendiri meskipun sebelumnya ia memperingatiku agar tidak mual setelah melihatnya.
Karena penasaran, aku memberanikan diri membuka pintu mobil dan betapa terkejutnya aku ketika menemukan tubuh seorang lelaki bersimbah darah, dengan beberapa luka tusuk di dadanya, luka sayatan di sekitar tubuh dan wajahnya, dan sebuah bolpoin tertancap di lehernya. Aku segera menutup pintu mobil dan menyingkir dari tempat itu untuk menarik napas.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Game[SLOW UPDATE]
Mystery / Thriller"Akh!" Luka pada kakiku sudah cukup parah untuk dipaksa berdiri apalagi berjalan, tapi aku harus bisa keluar dari sini sebelum iblis itu datang dan menjadikaku target selanjutnya. Ruangan ini terlalu mengerikan untuk di jelaskan secara detail...