Prolog

34 4 0
                                    

"Lu masih jomlo?" cetus Calisa menembus gendang telinga dan tepat mendarat di hati Kanaya.

Gadis bermanik hitam itu hanya tersenyum kecut. Untuk ke sekian kalinya pertanyaan serupa terlontar. Kanaya tidak perduli jika kalimat yang sama keluar dari mulut-mulut usil teman kerja atau tetangganya.

Namun, jika pertanyaan sakral itu datang dari Calisa, maka pertanda kemalangan akan menimpa. Bagaimana tidak? Calisa adalah orang yang ikut andil dalam trauma berkepanjangan yang Kanaya alami.

"Kenapa lu diam saja? Atau ... jangan-jangan lu enggak laku? Eh, tunggu ...." Kalimat Calisa menggantung, matanya menelisik wajah Kanaya yang mulai memerah.

"Lu belum move on dari Davin, ya?" tanya Calisa menebak raut wajah Kanaya.

Tubuh Kanaya seketika menegang. Tentu saja jantungnya sudah berdetak lebih kencang. Perkataan Calisa amat beracun, mematikan rasa percaya diri yang susah payah Kanaya bangun. Gadis itu seperti tengah bermain catur, dikepung prajurit, lalu berhadapan langsung dengan sang ratu. Skak mat.

"Hei ... kalian semua tahu kan kalau Kanaya itu dulu suka sama Davin?" Calisa bertanya sembari berteriak. Mengundang bisik-bisik dari mereka yang ada di ruangan reuni.

Kanaya menunduk dalam. Setelah empat tahun berlalu pun, Kanya belum bisa melepas masa lalunya. Pikiran gadis itu kosong. Tak ada kalimat yang bisa diucapkan. Kanaya tersudut.

"Kenapa diam? Oh, atau lu masih ingat kalau lu penyebab hubungan gue sama Davin hancur!" seru Calisa berhasil menciutkam nyali Kanaya.

Dalam hati, Kanaya terus merutuki kebodohannya yang menyetujui ajakan Manda. Kalau saja dia menolak dengan keras, maka kejadian saat ini tidak akan pernah dia alami.

"Hah! Untungnya gue bisa dapetin yang lebih dari Davin. Tapi, tetap saja ... lu masuk dalam masa lalu gue. Penghancur hubungan!" bentak Calisa sembari menunjuk Kanaya.

Bisik-bisik semakin berisik dan jelas terdengar seperti gunjingan. Pandangan Kanaya sudah kabur karena air mata yang menggenang. Setelah sekian lama mulai menata hati, dalam satu hari semua kembali seperti dalu, hancur tak tersisa.

Kanaya sudah tak kuasa. Malam ini adalah malam terburuk setelah puluhan purnama berlalu. Gadis itu memutuskan untuk pergi. Kesalahan besar jika dia tetap di sini.

Dengan cepat Kanaya mengayunkan kaki, menapaki lantai ballroom yang mewah dengan berbagai riasan. Dari jauh, terdengar sayup-sayup Manda memanggil. Namun, tak lagi Kanaya hiraukan. Dia harus pergi dari tempat terkutuk itu.

Manda yang terus memanggil sahabatnya pun tak meyerah untuk menyusul. Walaupun beberapa kali hampir jatuh karena menggunakan sepatu hak tinggi, tapi Manda berusaha menyusul langkah Kanaya.

"Nay, tunggu!" seru Manda menarik tangan Kanaya.

Kanaya diam. Hanya terdengar isakan tangis yang menyakitkan. Untuk sesaat, Manda mengatur napasnya. Dia harus berbicara sebelum terjadi kesalahpahaman.

"Nay, sorry," ucap Manda setelah tenang. Dia menangkupkan kedua tangannya.

Kanaya menatap Manda sendu. Kenapa Manda melakukan semua ini? Apa alasannya Manda berbuat seperti itu?

"Nay, aku tadi lagi angkat telepon dari Fredo. Aku enggak tahu kejadiannya bakalan kayak gini. Please, sorry!" Sekali lagi Manda memohon, kali ini sembari menunduk.

Kanaya tak langsung menjawab. Dia menatap sahabatnya yang masih menunduk. Marah, tentu saja. Namun, Kanaya yakin jika Manda tidak ingin kejadian tadi menimpanya.

"Sudahlah. Biarkan yang sudah terjadi, tapi ingatkan aku agar tidak lagi mengikuti acara ini," papar Kanaya membuat mata Manda berkaca-kaca.

Bukan seperti ini yang Manda mau. Dia memaksa Kanaya ikut reuni, agar sahabatnya bisa move on dan memulai hidup baru. Tetapi, semua malah berakhir buruk. Setelah susah payah Manda membujuk, hasilnya malah membuka luka lama.

 Broken Heart (Kembalinya Luka Lama)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang