Bab 3

21 2 0
                                    

"Nay ...."

"Pergilah, Dav." Dengan sekuat hati, akhirnya suara itu keluar juga.

Davin diam. Matanya menatap tajam tepat di manik indah Kanaya. Dia tahu ini akan terjadi, tapi ternyata sesakit ini. Ucapan Kanaya pelan, tapi sukses membuat dadanya berdentum keras.

"Nay, aku tahu kesalahanku begitu besar. Tapi--"

"Lupakan saja, Dav. Jangan ungkit yang sudah berlalu. Kita sudah sama-sama dewasa, jadi berhentilah untuk melakukan semua ini."

Perkataan Kanaya membuat Davin mengernyit, bingung. Sadar akan perubahan mimik wajah Davin, Kanaya pun akhirnya kembali berucap.

"Aku sudah nyaman dengan keadaanku sekarang. Tanpa masalah dengan masa lalu. Jadi, aku mohon ... menjauhlah dari hidupku. Biarkan aku hidup damai." Tampak tenang gadis itu berujar walaupun sebenarnya, sang hati sudah terasa diremas.

Davin tertegun mendengar semua itu. Dia tidak tahu akan sesulit ini untuk mendapatkan maaf dan kesempatan dari gadis itu. Davin menyesal, sungguh-sungguh menyesal. Namun, apa artinya? Semua tak bisa diputar ulang.

Kanaya kembali menaiki motornya. Setelah menstater, gadis itu langsung melajukan motornya, meninggalkan Davin yang masih mematung dengan sejuta pertanyaan.

***

Selama perjalanan, pikiran Kanaya terpecah-pecah. Tentang kedatangan Davin yang tiba-tiba setelah sepuluh tahun berlalu, ucapan laki-laki itu pun tak luput dari pemikiran Kanaya.

Dia bilang menikah? Lelucon apalagi? Apa baginya luka yang ditorehkan sedalam ini bisa sembuh begitu saja?

Lampu merah menyala saat batinnya merutuk. Jalanan semakin padat bersamaan dengan terbenamnya matahari. Dia akan baik-baik saja menikmati kesibukan ini tanpa laki-laki itu. Walaupun hatinya belum siap dibuka, tapi setidaknya ada kedamaian dalam menjalani kesehariannya.

Lalu lintas kembali berjalan saat si hijau berganti. Kanaya dengan santai mengendarai motornya. Hatinya sedang kalut, tapi dia harus tetap berpikir jernih saat tengah di jalanan seperti sekarang.

Selang berapa menit, motornya sampai di pelataran rumahnya. Baru saja parkir, matanya menangkap sosok Manda. Dia duduk di teras bersama Mirna. Tampak tengah asyik mengobrol.

Melihat Manda, Kanaya langsung menyangkutkan dengan kedatangan Davin ke kantornya. Gadis itu yakini jika Davin tahu tempat kerjanya dari Manda.

Kanaya berjalan tergesa ke arah dua wanita berbeda usia yang tak menyadari kedatangannya. Dia langsung menarik tangan Manda berdiri dan menyeretnya masuk ke kamar.

"E-eh, kamu kenapa, sih? Datang-datang bukannya ucap salam, main seret aja," protes Manda sembari mengelus-elus pergelangan tangannya yang baru saja dilepas Kanaya.

Kanaya tidak langsung menjawab. Dia malah memberikan tatapan tajam pada sahabatnya, membuat nyali Manda ciut.

"Na-nay, kamu kenapa, sih? Jangan liatin aku kayak gitu. Serem tahu." Manda pura-pura memalingkan muka dan seolah tengah melihat-lihat kamar Kanaya.

"Kamu kan yang kasih tahu alamat kantorku?!" tuduh Kanaya, langsung.

Manda kaget, tapi bisa menguasainya. Dia malah menekuk wajahnya seolah marah.

"Kok nuduh gitu sih, Nay? Kamu tahu kan, aku antipati sama dia sejak ...." Manda sengaja menggantung ucapannya dan melirik wajah Kanaya yang tak bersahabat. Merasa tersudut, Manda pun menghela napas berat.

"Iya ... iya, aku ngaku salah. Davin tahu dariku."

"Kenapa?"

"Nay, tidak baik kamu menyimpan sakit hati bertahun-tahun. Sudah waktunya kamu bangkit, " ujar Manda mencoba memberi alasan.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Apr 02, 2021 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

 Broken Heart (Kembalinya Luka Lama)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang