U N S P O K E N
BAGIAN DUA
Enjoy the story and happy reading^^
+++
2010
Suara ketukan pintu yang terdengar memburu memaksa dirinya untuk membuka matanya yang begitu berat, Taehyung susah payah melawan rasa kantuknya saat samar-samar suara Seokjin terdengar.
"Taehyung, sudah jam berapa ini? Apa tidak sekolah?"
"Aww.." Taehyung mengaduh saat menyadari ia tertidur dalam posisi duduk semalaman, dihadapannya tepatnya diatas meja belajar sudah berserakan beberapa kertas putih serta cat warna, sontak Taehyung memijat tengkuknya yang terasa tegang, dirinya baru teringat jika ia memilih untuk membuat beberapa sketsa setelah menyelesaikan tugas semalam.
"Taehyung, Kamu ini benar-benar. Ayah masuk, ya?"
Belum sempat ia menjawab, disaat ragu apakah harus pura-pura tidur atau merapikan sketsa miliknya terlebih dahulu, pintu sudah terbuka hingga maniknya menangkap sang Ayah, Seokjin yang semula memasang wajah sedikit kesal kini menyipitkan pandangannya.
"Sudah bangun? Kenapa tidak menjawab sahutan Ayah?" Seokjin perlahan mendekat, tanpa sadar Taehyung hanya bisa menghela nafas saat ia paham Seokjin tidak begitu menyukai apa yang kini menjadi titik utama fokusnya.
"Menggambar lagi? Tertidur diatas meja belajar lagi? " Tanya Seokjin dengan nada yang begitu tegas, sekarang sudah berhasil membuat Taehyung tertunduk.
"Apa tugas Tae selesai? Lalu Kamu tidur jam berapa? Jawab Ayah, Taehyung.."
Susah payah ia meneguk air liurnya, tidak,Seokjin tidak semudah itu untuk meluapkan kemarahannya, Taehyung sudah terbiasa dengan situasi ini, hanya saja kali ini nada bicara Seokjin lebih dingin dari biasanya.
"Aku menyelesaikan tugasku, semua tugasku, Ayah. Aku hanya bosan setelah belajar tadi malam, saat siang hari Aku harus mengikuti bimbingan belajar hingga sore. Aku rindu sekali menggambar Ayah, membuat sketsa.. Aku—"
"Taehyung ingin mengatakan kalau Tae lelah belajar, begitu?"
Seokjin memotong ucapan Taehyung, sosok tinggi dan tegap itu kini memilih untuk duduk diatas tempat tidur putranya, menumpukan telapak tangannya yang besar untuk menggenggam pundak Taehyung, memaksa putranya yang tertunduk untuk menatap wajahnya.
"Tae tidak menyukai pilihan Ayah?" lanjutnya, menyisakan rasa bersalah dihati Taehyung yang paling dalam.
"Bukan begitu, Ayah, tapi.."
"Apa Taehyung tidak mau melihat Ayah dan Ibu bangga saat melihat Tae selalu mendapat juara pertama hingga saat ini? Saat kecil, Ayah sudah memperingatkan untuk tidak mencoret-coret tembok, Ayah tidak mau melihat jika menggambar semua hal ini mengganggu waktumu, Kamu tidur larut malam kan? Bagaimana jika Taehyung sakit?"
"A-Ayah.." Taehyung mengangkat wajahnya, memberanikan diri untuk menatap Seokjin yang memandangnya penuh makna.
"Ayah senang sekali saat harus dipanggil pertama diantara wali murid yang lain karena Tae selalu mendapat juara pertama, begitu juga ibu, dan jangan lupakan Jungkook, adikmu, walaupun tidak seperti Tae tapi dia juga selalu mendapatkan peringkat tiga besar, Tae, Ayah pernah bercerita Ayah ingin sekali mempunyai anak seorang dokter.. Tae, ingin menjadi dokter 'kan? Bukankah Tae pernah mengatakan itu saat duduk di kelas enam?"
Ia mengangguk perlahan. "I-Iya, Ayah.."
"Ayah tidak sepenuhnya melarang, tapi Ayah tidak ingin semua ini mengganggumu, Nak." Seokjin mendekatkan Taehyung pada tubuhnya, memeluk putranya dengan begitu hangat. "Jangan murung, Ayah hanya ingin Kamu menerima yang terbaik. Tidak apa-apa, hanya saja jangan mencuri – curi waktu seperti ini. Sekarang mandi dan bersiap, Ibu sedang memasak sarapan. Tae mengerti?"