U N S P O K E N
BAGIAN TIGA
+++
"Daah, Taehyung.."
Taehyung membalas lambaian tangan Jimin yang perlahan bergerak menghilang, Bus yang dinaiki Jimin dan beberapa teman yang lain pastinya sudah menunggu di halte sekolah, tentu Taehyung tidak mengikuti mereka karena seperti yang di katakan Seokjin, Paman Namjoon akan menjemputnya hari ini.
Hanya ada beberapa murid yang duduk manis menunggu jemputan seperti dirinya, sesekali Taehyung menendangkan kakinya pada udara yang kosong, sesekali pun menghela nafas menatap apa yang dihadapannya. Sejenak teringat pada kejadian yang menimpa salah satu temannya tadi, tubuhnya panas dan terserang demam, Wali kelas mereka yang mengetahui kejadian tersebut sontak bergegas menuju ruang kesehatan untuk memastikan kondisi muridnya, lalu memilih untuk menghubungi sang wali murid.
Masih jelas sekali diingatannya raut kesal sang Ibu yang datang menemui anaknya, ia entah mengapa tampak marah, dan beberapa menit berlalu yang terdengar hanyalah pekikan dan tangisan.
"Aku benci Ibu, Aku benci Ayah! Kenapa kalian harus berpisah? Aku benci!"
Karena kedapatan oleh Guru lain jika dirinya masih berada disana dan mendapat teguran, Taehyung memasang langkah untuk segera berlalu. Entahlah, ia tiba-tiba jadi begitu kepikiran dan menyadari bahwa...ia beruntung 'kan? Hidupnya hampir sempurna 'kan?
"Tae, kenapa melamun?"
Suara berat yang menyapa gendang telinganya sukses mengejutkan Taehyung hingga ia tersentak hebat, tangannya bergerat untuk mengusap dada dengan pundak yang naik turun. Huh, dirinya benar-benar terkejut.
Sementara itu, sosok yang mendapati Taehyung sedang mengusap dada lantaran terkejut luar bisa menautkan kedua alisnya, sungguh bukan ekspresi itu yang ia inginkan melainkan senyuman berbentuk kotak yang begitu manis lah yang ingin ia dapatkan.
"Apa Paman membuat Tae terkejut? Maaf ya, Tae. " Tanyanya, memegang pundak Taehyung dan ikut mendudukkan diri disana. Saat berhasil meredakan rasa terkejutnya, Taehyung menggeleng perlahan.
"Tidak apa - apa , Paman. Tae yang salah karena melamun tadi."Jawab Taehyung dengan manis.
Ya, manis. Akhirnya senyuman manis itu dapat dinikmati oleh kedua netranya. Kim Namjoon pria berumur awal 30 tahun, dengan setelan kerja yang tampak rapi serta tatanan rambut yang membuatnya tampak gagah ikut membalas senyuman Taehyung, memamerkan kedua lesung pipinya yang begitu menggemaskan.
Baginya senyuman dari seorang Kim Taehyung, anak dari sahabatnya mampu menenangkan seluruh perasaan hatinya yang berantakan.
"Jadi benar ya? Tae melamun tadi, memikirkan apa? Maaf sudah membuat Tae menunggu lama, Sekolah sudah benar-benar terlihat sepi." Ucap Namjoon dengan nada penuh penyesalan, kepalanya menoleh pada sekeliling dan benar saja hening mulai tercipta di Sekolah tersebut.
Helaan nafas milik Taehyung terdengar,"Hanya memikirkan sesuatu, Paman."
"Memikirkan apa ?" Tanya Namjoon dengan lembut, telapak tangannya yang besar tidak berhenti mengelus pundak sempit milik Taehyung yang tampak kembali murung.
"Mm, ya memikirkan sesuatu."
"Tae mau bercerita?"Tawar Namjoon, lagi-lagi dengan senyuman manis yang menampilkan kedua lesung pipinya, tak lupa pula kini ia mensejajarkan pandangan matanya dengan tatapan Taehyung.
Tiba-tiba ia ingin bisa berbagi cerita dengan Ayah. Bisakah Ayah memahaminya seperti Paman Namjoon?
"Paman tidak sibuk hari ini, bagaimana jika kita mampir di kedai Ice Cream favorite Tae? Ah, bagaimana jika sekalian menggambar? Kebetulan Paman membawa cat warna yang baru untuk Tae, bagaimana?"