Unexpected.

1K 122 2
                                    

Warning!
This will be a lot of narration rather than a converstation.

          
                                      🌟

Panggil ia Ten karena sang ibu memberikan nama panggilannya itu bukan tanpa arti. Ten melambangkan kesempurnaan dan itu artinya kesempurnaan dalam hal apapun.
Semenjak ia tahu arti di balik nama yang ia punya itu, ia selalu menganggap bahwa ia bisa memiliki dan mendapatkan apapun yang ia inginkan.

Tetapi, semuanya berubah ketika ia bertemu dengan tetangga di sebelah apartment-nya. Ia bernama Johnny.
Lelaki kelahiran Chicago yang berdarah Korea itu sedikit mengalihkan dunianya, dunia Ten.

Awalnya, Ten tak sengaja melihatnya keluar dari lift dan keesokan harinya, ia berpapasan dengan Johnny di pintu utama apartment yang ia tempati.
Johnny menatap Ten, begitu pun sebaliknya dan, oh maaf sebelumnya, mungkin ini semua akan terdengar cliche dan menggelikan tetapi ya, apa boleh bilang?

Ia pun menatap netra lelaki jangkung itu dan ia merasa terjebak, terjebak dalam mata sayu berwarna coklat madu itu dan Ten bersumpah bahwa mulai detik itu, Ten jatuh sedalam-dalamnya akan tetangganya itu, Johnny.

Iya, heran, 'kan? Hanya semudah itu Ten bisa menyukai pria Chicago itu, pesonanya tak bisa ia tahan dan oh, matanya....matanya adalah kelemahan Ten.

Seminggu sudah Ten tidak bertemu dengan Johnny, ia merasa bingung dan murung dalam waktu yang bersamaan. Bertanya-tanya dalam hati;
'Kemana Johnny?'
'Apa dia menghindariku, ya?'
'Apa pada saat itu wajahku sangat jelek, ya?'
Ten beserta otak dramatisnya memang tidak dapat dipisahkan.

Lelah memikiran Johnny, ia pun beranjak dari kasurnya dan ia memang berencana pergi ke tempat makan di lantai bawah, ia lapar dan terlalu malas memasak.
Ia pun membuka pintu apartementnya dan menguncinya kembali, berjalan sambil menatap pintu apartment Johnny, lalu berdoa dalam hati
'semoga aku bertemu lagi dengannya.'
Sampai ke tempat makan, ia pun bergegas membeli makanan kesukaannya, ayam pedas dan ia berencana untuk makan di tempat, hitung-hitung menghirup udara segar, lah.

                                       🌟

Makanannya pun datang, ia memakan semua dengan lahap, tentunya.
Di tengah-tengah sesi makannya itu, ia hampir tersedak.
Tebak kenapa? Iya, ada Johnny.
Rasanya pada saat itu juga, ia ingin berteriak secara lantang dan menarik Johnny untuk makan bersamanya, tetapi yah...itu hanyalah pikiran liarnya, mana berani ia melakukan hal gila itu?
Tolong, jangan ungkit arti nama Ten, karena sekarang ia mengakui bahwa ia tidak sempurna dan juga sekarang ia adalah seseorang yang 'cupu'.

Sayang beribu sayang, Johnny tidak melihatnya dan itu membuatnya sedikit...sedih? Ah, tapi jika dipikir-pikir, siapa dia? Johnny bagaikan matahari sedangkan ia hanyalah pluto, tak terlihat. Jadi, ya...lebih baik ia lanjut makan sembari memainkan smartphone-nya, daripada memikirkan Johnny.

"Ten, ya?" sapa Johnny sembari membawa piring makannya.

Ia tidak menjawab sama sekali, ia hanya berfikir bahwa itu hanyalah halusinasi belaka, mana mungkin Johnny berbicara padanya, 'kan? Dunia akan tertawa sepuas-puasnya jika hal itu terjadi, tetapi─

"Hello?" sapa Johnny lagi dan ia tahu, bahwa ini bukanlah halusinasi semata.

"I-iya? Ada apa?"

"Saya Johnny, tetangga sebelah. Mungkin kamu sudah tau? Ah, anyway saya duduk disini, boleh?" tanya Johnny, lalu ia duduk di hadapannya, padahal ia belum menjawab sama sekali dan─
'IYA PLEASE? DUDUK SAJA DISITU ATAU KAMU MENGINGINKAN AKU DUDUK DIPANGKUANMU JUGA AKU TAK KEBERATAN'
Lagi dan lagi, Ten dengan otak dramatisnya.
Okay, kembali ke realita.

"Oh, tentu John. Omong-omong, bagaimana kau bisa tahu namaku? Kita kan, baru kenal?" tanyanya tanpa tahu malu dan ia sejujurnya menyesal tetapi ia juga penasaran, sih. Salahkan mulutnya yang terlalu sering berbicara to the point dan sekarang ia tidak tahu caranya untuk basa basi.

"Sebuah awalan yang bagus untuk memulai perbincangan, ya." Jawabnya, ambigu.
Ia pun hanya termenung, memikirkan jawaban yang Johnny berikan tadi.

"Hng?" Gumamnya kecil dan Johnny mendengarnya.

"Kenapa? Penasaran, ya? Ah, tidak penting sih tahu darimana, yang penting... sekarang kita sudah kenal, kan?" Johnny tersenyum sembari menaikkan alisnya dan Ten tiba-tiba membeku ditempat, lalu ia melanjutkan makan lagi atau lebih tepatnya sebagai tindakan-pura-pura-tidak-terjadi-apa-apa.

"Ten? Kamu suka strawberry apa coklat?" Tanya Johnny, secara tiba-tiba.

"Coklat. Aku benci buah-buahan."

"Alright, kalau misal aku mengajakmu membeli dessert setelah ini, bagaimana?" ajak Johnny dan Ten sebetulnya sudah siap untuk meledak lalu tertawa di dalam hati 'ha, silahkan tertawa sepuas-puasnya, bumi. Johnny mengajakku jalan dan mari kita sebut ini sebagai kencan.'

idk if anyone read this but yeah. 🤭🤭🤭🤭

The Sweetest. ( JOHNTEN )Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang