Bab Tak Berjudul ke-2

2 0 0
                                    


[Ombak membawa pasir terseret.
Terbayang di tengah sunset.
Di bawah langit sore ini.
Melompat seperti menari.]

Kita selalu senang melambangkan apapun yang kita sukai sebagai objek 'si pembuat ketenangan'.

Suara hujan, desiran ombak, paras penyanyi favorit, pergerakan air mancur.

Pemandangan, suara, aroma, makanan dan minuman, yang benyawa dan yang mati. Banyak hal dihidup yang kita maknai sebagai 'si pembuat ketenangan'

Kadang ku terpikir, apakah tanpa 'si pembuat ketenangan' yg kita buat ini, hidup akan tidak baik-baik saja?

~~~

Disaat masih sekolah dulu, seorang guruku pernah bicara "Hidup kan ga ada yg gampang , pasti ada susahnya. Nah nikmati aja susahnya , kan gampang".

Ia berkata dengan lantang diakhiri dengan tawa. Aku pikir ia ingin mengajari kami cara bersyukur dan menikmati hidup yang apa adanya. Lalu ketika aku lulus sekolah dan merasakan dunia kerja, aku memaki kata-kata itu. Juga si manusia yang mengatakannya.

"Apanya yg menikmati bangsat!, gampang palak lu ngambang!"

Semakin aku dewasa kata-kata motivasi cepat menjadi kadaluarsa. Dan semakin aku berusaha menikmati hidup, semakin aku menyadari betapa tidak nikmatnya kehidupan. Aku mencoba mengunjungi guruku itu, ingin melihat sudah sejauh mana si penipu itu menikmati hidup. Saat ini aku sudah di ruang tamunya, mendengar dan bertanya.

Ternyata ia broken home, ayahnya dipenjara karena memukul ibunya, ibunya menjadi kasar dan trauma, kerap memukulinya juga. Masa remajanya ia terjebak pergaulan bebas, sampai dimana pacarnya hamil tapi berakhir dinikahi pria lain, ia sedikit beruntung tidak terpaksa menikah muda. Setelah banyak perjuangan entah bagaimana hingga dia berujung mengajar di sekolahku sebagai guru.

"Apa bapak menikmati hidup?"

"Hahahahaha... hidup ga ada yang gampang nak.."

"Nikmati aja susahnya bapak mau bilang gitu? bersyukur gitu? apanya! Kalau manusia bergerak sesuai apa kata bapak sudah pasti ga ada yang merasa susah pak."

"hidup... ga ada yang gampang nak... Hidup.. hidup ga ada.. yang gampang nak" Terisak tangis ia mengucap kalimat itu sembari menutup matanya dengan telapak tangan."

Wajar saja, karna saat ini beliau pengangguran, dipecat dari sekolah karena dituduh melecehkan seorang murid. Lalu bertahan hidup dengan menjual ikan di pasar. Pendapatan hanya cukup untuk makan. Gajiku 4x lipat lebih banyak meskipun standar UMR, itu saja aku masih mengeluh.

Sekarang aku sadar bahwa dulu ia mengatakan kalimat itu bukan untuk menyemangati kami atau mengajarkan kami untuk bersyukur. Ia mengatakannya dengan lantang untuk dirinya sendiri. Diakhiri dengan tertawa, karna beliau menertawakan jalan hidupnya yang bajingan. Meskipun begitu beliau masihlah seorang guru. Aku pulang dengan mempelajari hal baru. Dan sekarang, aku lebih menikmati hidup.

~

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jun 23, 2020 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Liang KataTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang