______________________
AYO, KITA BERHITUNG
SAMPAI TERTIDUR°//•
halaman ketiga:
beranjak remaja,
pensiunnya monster kiko______________________
"loh, Mbak, niki putrane panjenengan, tho?" wanita (mungkin berusia empat puluhan) itu menyeletuk dengan logat jawa bersamaan saat ibu dan aku menghampiri warung sederhananya.
"nggih, budhe. ini si bungsu," balas ibu sambil melihat isi lemari pendingin lalu mengambil dua botol minuman teh kemasan.
"wadalah, iyo, tho? wis kelas piro, Le?"
"baru masuk smp, budhe." karena adikku masih saja diam, kebingungan, aku menjawab itu untuknya.
"walah tho, Le, wis gedhe yo! pangling aku, dulu kamu seneng nangis di warungku gen ditukuke es kiko, lho!" ujar si budhe menepuk lengan adikku. matanya memindai adikku dengan tatapan haru.
sementara adikku yang sedari tadi hendak membayar sebungkus es krim, tangannya masih menggantung mengulurkan satu lembar uang sepuluh ribu hanya tersenyum kaku bercampur canggung.
sudah lama tidak mudik ke kampung halaman ayah dan berkeling begini, mana ingat dia dulu pernah berguling-guling di lantai warung itu hanya untuk es kiko. jangankan itu, adikku pasti tidak ingat siapa yang sedang berbicara dengannya sekarang.
wajar, sih, itu ingatan lama. ditambah saat kejadian (drama es kiko) itu adikku masih berusia enam tahun. kalau sekarang, mah, level-nya udah naik dari monster es kiko (begitu dulu kami memanggilnya) menjadi monster pizza.
°//•
"aku mau kiko! ibu, beli kiko! mau es kikoooo!!" aku mencibir, meniru bagaimana dulu saat adikku merengek pada ibu setiap melihat es kiko.
ayah dan ibu tertawa mendengarnya. sementara adikku, berulang kali dia mendorong bahuku karena tak terima aib masa kecilnya diungkit dengan ekspresi jengkel dan malu (kelihatan dari telinganya yang memerah). "ish, apa sih, kak! ejek aja terus!!"
"kakak dulu juga, hantu durian!! bahkan kata mbah uti kakak pernah diam-diam nyolong durian dari kulkas pas lagi puasa, terus baru ngaku dua tahun setelahnya!" balasnya tak mau kalah, riak wajahnya berubah tengil, setengah puas karena sudah membalikan keadaan.
"hidih, habis terpojok balas buka kartu orang! seenggaknya aku nggak pernah, ya, minta beliin kiko sampai guling-guling di warung orang!" lantas aku terbahak melihat wajahnya yang kembali keruh.
sore itu kami sedang berjalan menuju rumah adik kandung ayah (tempat kami numpang menginap) seusai berkeliling kampung untuk menemani ayah bernostalgia, membawa pulang cerita lama yang kembali diingatkan oleh budhe surti di kedainya tadi.
"ibu, kiko! adek mau kikooo!" sekali lagi aku meniru nada bicaranya dulu.
melihat adekku hendak melemparkan stik es krim, aku segera balik badan dan berlari, tanpa henti menertawakannya.
"kakak, adek! jangan lari-lari di tengah jalan gitu!" seru ibu khawatir, meski sebenarnya sih jalanan kampung sedang sepi saat itu.
•\\°
memasuki masa remaja, kamu memutuskan pensiun dari monster kiko menjadi monster pizza dengan sikap yang lebih bermartabat, katamu.
ah, aku jadi ingat, itu artinya aku sudah tidak bisa lagi menyogokmu dengan kiko untuk tutup mulut, ya? seperti saat dulu aku diam-diam membeli novel di masa ujian nasional agar tidak ketahuan ibu dan ayah.
sangat disayangkan, karena kiko jauh lebih manusiawi memahami dompetku ketimbang satu box pizza. []
____________
NOTES:serius, aku terharu banget bisa nulis lagi setelah ribuan purnama:"
oiya, apa ada yang bingung sama penggunaan sudut pandang yang dipakai di prolog sama di sini? iya, aku yang di prolog itu dari sosok adik. kalau aku yang di sini diambil dari sosok kakak karena ceritanya si adik lagi baca tulisan kakaknya, begitu para warga hehehe.
(mantan) monster kiko yang lagi nggak makan kiko // wahahaha
hope you always enjoy my story,
see you on the next chapter!luv, ge♡
KAMU SEDANG MEMBACA
Ayo, Kita Berhitung Sampai Tertidur
Short Storyrasanya waktu berlalu begitu cepat. aku yang terlalu sibuk dalam dunia dan mimpi-mimpiku mana menyadari seberapa dia sudah banyak berubah. bukan lagi sosok kecil yang sering kali melontarkan pertanyaan random menjelang tidur. yang jelas, sekarang pe...