PROLOG

71 8 17
                                    

Pemandangan di hadapannya ini adalah pemandangan terburuk yang pernah Gavin lihat

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Pemandangan di hadapannya ini adalah pemandangan terburuk yang pernah Gavin lihat. Wajah cantik gadisnya kini memerah dengan derai air mata yang jatuh kian deras. Isakan tangis Zefansha adalah lagu terburuk yang pernah Gavin dengar. Ini sangat-sangat memilukan, dan Gavin tak kuasa menahan segala emosi yang bergemuruh di dadanya.

Shasa mendongakkan kepalanya menatap Gavin. Raut wajahnya tak lagi perlu ditebak, semesta pasti tahu bila Shasa sedang tidak baik-baik saja. Terlebih matanya kini menatap sayu Gavin yang hanya mematung tak melakukan apapun. Bahkan hanya untuk menghentikan tangis Shasa, Gavin tak yakin bisa.

"Kasih gue alesan kenapa gue harus bertahan sama lo Gav." Mengesampingkan wajahnya yang sudah tak berupa dihadapan Gavin, Shasa berkata tenang.

"Sha gue sa-"

"Gue dibuang temen-temen gue Gav! Gue sendirian sekarang! Gue nggak sanggup." Jeritan Shasa melemah di akhir kalimat. Gadis itu benar-benar tak sanggup melanjutkan kalimat yang begitu menyakitkan hatinya. Kenyataan telah mempermainkan kehidupannya, semua yang ada di sekitarnya bersifat semu, tak ada yang abadi.

"Sha dengerin gu-"

"Setelah lo dateng ke hidup gue sebagai pahlawan, gue bener-bener seneng Gav. Tapi setelah waktu berjalan, semuanya nggak sesuai dengan apa yang gue harepin."

"Hidup nggak selalu tentang apa yang di harapkan Sha. Gue mau ngebantu lo keluar dari zona nyaman lo." Gavin menyahut lirih, sangat pelan. Bahkan terdengar seperti bisikan.

"Ngebantu? Apa ngebuat gue berani bohong sama keluarga gue sendiri itu bantuan maksud lo?"

"Gue nggak pernah nyuruh lo buat bohong Sha. Coba, sebutin kapan gue pernah nyuruh lo bohong. Gue bahkan rela mati ngadepin semua abang lo, bahkan semua sepupu lo Sha. Tapi lo sendiri yang bilang bisa nanganin semuanya. Apa kepercayaan yang gue kasih ke lo, itu lo anggap sebagai sebuah perintah buat lo ngebohong? Jawab gue Sha!"

Shasa terdiam. Gavin benar, cowok di hadapannya ini benar. Gavin tak pernah menyuruh Shasa berbohong, justru cowok itu rela pasang badan agar Shasa berkata jujur setiap akan pergi berkencan.

Gavin menatap Shasa tak kalah sayu. Kalimat panjang yang tadi di ucapkanya adalah salah satu kalimat terpanjang yang pernah ia katakan pada Shasa. Hanya pada Shasa, Gavin mau berbicara panjang penuh perasaan. Tapi kali ini bukan perasaan senang atau bahagia bahkan cinta yang tengah Gavin rasakan. Melainkan sebuah kekecewaan, tak menyangka Shasa menyalahkan dirinya atas semua yang terjadi.

"Gue nggak pernah minta ke Tuhan buat jatuh ke lo Sha. Tapi Tuhan sendiri yang ngebuat skenario buat kita deket."

"Gav.... Maafin gue." Shasa menubrukan tubuhnya pada tubuh tegap nan tinggi di hadapannya. Menumpahkan segala macam emosi yang membrondong dadanya. Bahkan Shasa bisa merasakan pelukan hangat Gavin di tubuhnya kian mengerat.

"Gue nggak mau lo pergi Sha. Lo satu-satunya buat gue, jangan pernah berpikir buat pergi."

"Maafin gue Gav, gue emosi."

"Kalo lo ada masalah, cerita sama gue jangan dipendem sendirian." Ujar Gavin lirih di atas pucuk kepala Shasa. Sedangkan gadisnya hanya mengangguk sebagai jawaban, dan Gavin merasa cukup mengerti bila Shasa hanya sedang merasa frustasi akan masalah hidupnya yang begitu pelik. Dan Gavin merutuki dirinya sendiri yang kurang peka akan keadaan Shasa yang sedang berantakan.

Untuk saat ini biarkan Shasa menenangkan diri dan Gavin meresapi sakitnya hati. Keduanya sama-sama salah, dan harus memperbaiki diri.

 Keduanya sama-sama salah, dan harus memperbaiki diri

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
ZEFANSHA ; This My StoryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang