8

14 0 0
                                    


Ini hari ke-730 setelah kau pamit untuk mengejar mimpi mu, ke kota yang sangat sibuk oleh manusia yang berebut kursi untuk menuju puncak kehebatannya. Aku duduk termangu menatap teks naskah ku yang sebentar lagi akan difilmkan. Aku berharap, kau yang bermain dalam film itu, tapi sayangnya, itu bukan hal yang kau suka, dan aku tidak bisa memaksa.

Kau pasti begitu sibuk disana. Hilir mudik menuju impianmu. Aku selalu mendoakan mu, agar kau sukses. Aku bingung kau bekerja apa? Sampai kau tak pernah memegang ponselmu dan tak sempat sedetik saja membalas atau mengangkat telpon ku. Ah, pasti itu pekerjaan yang sibuk sekali.

Besokannya, aku siap-siap untuk berangkat ke lokasi syuting. Aku kembali mengabari mu, yang kembali tak direspon oleh mu. Ini jam 7:00AM. Pasti kau sudah berangkat bekerja. Aku memakai arloji ku dan bergegas menuju ke tempat tujuan ku.

Dalam perjalanan, aku sangat antusias. Pasalnya ini adalah kali pertama naskah ku difilmkan. Aku ingin sekali membagi kebahagiaan ku bersama kamu. Namun, puh, kamu belum sempat berbicara dengan ku.

Seiring dengan waktu yang terus berdetik, proses syuting nya telah selesai. Ini hari ke-820 aku tanpamu. Aku mulai khawatir dengan kabar mu. Apa kau benar baik-baik saja di kota metropolitan itu? Aku tak pernah mengira kau pergi tanpa kabar sampai selama ini. Awalnya, aku berniat menyusul——Persisnya temanku yang menyarankan.

"Kau pergi saja sana, susul dia. Apa kau tidak takut terjadi sesuatu padanya?"

Aku terdiam waktu itu. "Ayolah kawan, hanya memastikan saja. Lagipula masih ada waktu beberapa hari sebelum produksi film, kan?"

"Aku, aku, belum tau apa yang harus kulakukan nanti disana. Aku tidak tahu tempatnya bekerja," ucapku sembari memainkan sebatang rokok yang perlahan habis tanpa aku hisap.

"Itulah yang aku khawatirkan. Kau tidak tau tempatnya, lost contact pula."

"Ya aku akan menyusul nya, tapi jika pekerjaan ku benar-benar sudah selesai disini." Aku mematikan puntung rokok, lalu beranjak pergi dari rumah kawanku.

Kawanku bangkit dari duduknya lalu mengantarkan ku ke beranda rumah nya. "Ya sudah, sekarang selesaikan saja pekerjaan mu, nanti jika ada kabar dari dia juga akan aku kabari."

Sejak saat itu, aku berencana mengatur jadwal kerjaku agar bisa menyusul mu ke kota sana. Rasa khawatir ku sudah tidak main-main sekarang. Aku segera berkemas keesokan harinya setelah kemarin selesai ke lokasi Syuting. Aku sudah memesan tiket pesawat beberapa waktu lalu setelah temanku menyarankan itu.

***

Tepat jam 7:30AM suara lantang menggema di langit-langit bandara, memerintahkan untuk bersiap menaiki pesawat. Aku segera memeriksakan Boarding pass pesawat, lalu beranjak berdiri. Aku segera berbaris rapih dengan yang lain menuju garbarata. Aku melihat antrean yang cukup panjang itu. Mungkin ada sekitar seratus orang yang akan menuju ke ibu kota. Sang petugas memeriksa Boarding pass dan memberi tahu bahwa penerbangan dari kota ini ke ibu kota sekitar 3 jam.

"Have a nice flight," Ucap sang petugas sambil mengembalikan boarding pass milik ku.

Aku langsung mencari kursi ku. Aku terus berjalan kebelakang pesawat dan berhenti ditengah lorong. Aku sudah menemukan nomor kursi yang tertera di boarding pass. Aku kebetulan duduk di tiga kursi yang berjejer, jadi ada dua penumpang pesawat lain di sebelah kanan dan kiri ku——aku disebelah tengah.

Lima belas menit proses boarding dan sepertinya semua orang sudah masuk kedalam pesawat. Sang petugas lantas segera menutup pintu pesawat.

Aku memencet tombol yang ada dilayar kursi. Sampai aku memutuskan untuk tertidur saja, sebab tak ada tontonan yang menarik.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jun 25, 2020 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Puisi Melalui TintaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang