Happy reading 😂
***
Seorang gadis sedang duduk termenung di kursi taman dekat danau. Sudah hampir tiga jam dirinya duduk di situ sambil memandang jauh ke arah danau.
Langit biru dengan awan yang dihiasi pancaran sinar matahari berwarna jingga sebentar lagi akan berakhir. Menandakan sebagian besar orang-orang akanengakhiri aktivitas mereka berganti dengan waktu untuk keluarga dan juga beristirahat.
Gadis bernama Reylin Sagenta tampaknya enggan untuk beranjak dari tempatnya.
Saat semua orang berlomba-lomba untuk tiba di rumah lebih awal dan menghabiskan waktu dengan keluarga mereka masing-masing.
Bukan karna dia mendapat perlakuan buruk dari keluarga tapi karna dia sendiri. Dia hidup sendiri. Ditemani sepi tanpa ada seorang pun yang bisa diajak berbagi cerita.
"Ayah, Bunda ... aku kangen," gumamnya saat dirinya tak sengaja melihat seorang gadis yang sedang bersenda-gurau dengan kedua orangtuanya.
Mereka sepertinya adalah keluarga yang harmonis.Pertahanannya runtuh saat kilasan masa lalu menghampirinya. Di mana dia juga pernah merasakan kasih sayang orangtua, berbagi cerita dengan mereka, berbagi tawa dan tangis, sampai sebuah kejadian merenggut semua kebahagiaan nya.
"Ayah, aku kangen cerita sama Ayah. Aku kangen dipeluk Bunda," ucapnya di sela-sela isak tangisnya.
Tangisannya terdengar pilu dan menyakitkan. Kepalanya tertunduk dengan bahu bergetar menandakan seberapa rapuhnya seorang Reylin.
Seseorang duduk di sampingnya dan menyodorkan sebuah sapu tangan miliknya, "Hapus air mata kamu."
Reylin mendongak menatap orang itu. Dia tau dan kenal betul siapa itu.
Gadis itu pun menerimanya, "Makasih, Dan."Laki-laki bernama Xander itu hanya menganggukkan kepalanya. Setelahnya keduanya kembali diam.
Hanya sisa isak tangis Reylin tadi yang terdengar.Setelah lama terdiam, Xander mencoba membuka pembicaraan.
"Kamu tau? Aku dari tadi liatin kamu dari sana," tunjuk nya pada sebuah tempat makan dekat taman.
"Hah! Kok ....?" tanya Reylin dengan wajah bingungnya setelah mengalihkan pandangan ke arah tempat yang ditunjuk lelaki tadi.
Xander mengangguk seolah paham dengn raut wajah bingung gadis itu, "Iya, jadi dari tadi aku selalu pantau kamu. Kamu di sana udah tiga jam, loh. Trus pas lihat kamu nangis, aku langsung ke sini."
"Maaf."
"Buat?"
"Maaf, udah buat waktu kamu habis hanya untuk ngeliatin aku," ucap Reylin merasa bersalah.
Xander menepuk puncak kepala pelan dan mengacaknya, "Uluh, uluh ... udah gak apa-apa, kok."
"Oh, iya. Kamu tadi nangis, kenapa?" tanya Xander.
"Ah, itu ... aku kangen sama Ayah dan Bunda," dia mendongak menatap langit yang mulai menampakkan cahaya bulan dan bintang, "Kira-kira mereka lagi ngapain, ya?"
Xander tertawa menanggapi pertanyaan polos seorang Reylin.
Bukan karna dia mengejek Reylin, tapi karna gadis itu benar-benar polos menurutnya.Reylin beralih menatap laki-laki tersebut, "Kamu kenapa ketawa?"
"Eh, gak. Pertanyaan kamu itu loh, aneh. Ya jelaslah mereka di sana udah tenang. Kalo soal ngapain manusia di dunia juga gak bakal tau mereka yang udah pergi lagi ngapain di sana," ucap lelaki itu setelah tawanya reda.
Reylin pun mengangguk sambil tersenyum simpul. Kemudian dia menatap sekeliling taman, suasananya sudah mulai sepi.
"Hm ... kamu gak pulang? Ini udah malam, loh."
"Aku mau nungguin kamu, biar barengan pulangnya," jawab Xander.
"Tapi aku belum mau pulang."
"Kenapa?"
"Aku belum siap ketemu Om juga Tante aku," jawab Reylin sembari menatap Xander dengan mata yang sudah dipenuhi embun bening.
Mungkin sebentar lagi embun tersebut akan meluncur hanya dengan sekali kedipan."Kamu pasti kesepian, ya?" Xander menatap balik Reylin, "Kalo misalnya aku mau jadi pendengar setiap keluh-kesah kamu ... kamu mau, gak?"
"Maksudnya?"
"Ya, itu ... aku mau kita sahabatan, gimana?" tawar Xander.
Reylin terdiam dan membuang pandangannya dari lelaki itu.
Dia cukup tau siapa dirinya dan siapa Xander.Apakah Xander berkata demikian karna ada yang dia inginkan dari Reylin?
Gadis itu takut jika suatu saat persahabatan mereka kandas karna keegoisan salah satu dari mereka berdua.Reylin tersentak ketika suara Xander menginterupsi, "Diam, berarti iya. Hm?"
"Tapi, aku takut nan—" ucapannya terpotong.
"Ssttt ... aku tau apa yang bakal kamu bilang. Gak usah khawatir, aku bisa jaga rahasia, kok," ucap Xander sambil menyunggingkan senyum hangatnya.
"Bukan itu, tapi ...."
"Udah, gak usah dipikirin. Aku gak nuntut sekarang, kok. Udah kayak ditembak buat jadian aja, gugup gitu, hehe," lelaki itu terkekeh.
Keduanya lantas memandang langit yang sudah ditaburi bintang.
Sangat indah.
Xander menarik tangan Reylin lembut, kemudian membawanya untuk berdiri.
Gadis itu menatap tangannya yang berada dalam genggaman laki-laki yang dulu sering menjadi teman diskusinya saat masih duduk di bangku sekolah.Xander menatap Reylin, "Udah malam, balik, yuk! Gak baik anak gadis di luar sendirian. Kalo kamu takut, kamu bisa hubungin aku. Kontakku yang dulu masif aktif, kok. Don't worry, oke!"
Reylin menatap Xander sambil tersenyum, menganggukkan kepala dengan semangat.
Perasaannya menghangat dan tenang saat mendengar kata-kata yang diucapkan lelaki itu tadi.
Rasa takut yang sempat singgah tadi seketika meluap begitu saja.
Xander merangkulbahu Reylin dari samping, memberikan kesan hangat pada tubuh gadis itu.
"Yuk, aku anter biar gak takut. Apapun masalahnya, harus tetap dijalani, oke. Masalah gak akan selesai kalo kita cuma diam. Banyak berdoa, dan lakukan yang terbaik. Kalau pun hari ini sakit, besok pasti sembuh. Yakin, deh. Jadi semangat, aku bakalan ada di belakang kamu terus."
Mereka berdua saling melemparkan senyum di malam yang semakin larut, disaksikan oleh bintang dan bulan.
Awal kisah dari setiap orang berbeda, ada yang sedih dan ada yang juga bahagia.
Begitu juga dengan akhir.Percikan yang timbul dalam diri salah satu dari mereka tidak disadari. Apakah akan membawa kebahagiaan atau malah sebaliknya, kekecewaan yang membuat luka yang begitu membekas.
***
TBC
KAMU SEDANG MEMBACA
Sang Merpati
Teen FictionDia berharap kisah mereka akan seperti Merpati. Mereka saling berbagi. Di saat dia merasa tidak ada lagi yang peduli padanya, hanya satu orang yang bisa dia harapkan. Namun, awal yang terasa manis kini berubah menjadi kenyataan pahit. 'Dia' berubah...