Chapter 3

48 9 12
                                    

DEG!

Bagaimana bisa rubik itu ada disana? Apa-apaan semua ini?

Belum selesai keterkejutanku, sinar putih memancar kearahku dari lubang hitam kecil di tengah rubik itu. Seketika angin berhembus sangat kencang.

WOOOSH

Tubuh ku ditelantangkan oleh angin, sinar putih tadi mengelilingi tubuhku beberapa kali, semakin lama semakin tinggi, setelah sekitar di ketinggian 6 meter, sinar itu menghunus lurus tepat ke dalam lubang seukuran kepalan tangan  yang entah sejak kapan ada di dada ku. Seolah kunci yang masuk ke dalam lubang gembok.

“AAAARRRRGHH!!”

Dapat kurasakan sinar itu mengoyak kulit, menembus tulang dan sampai di jantung ku. Panas.

Tubuhku terbakar oleh api yang muncul begitu saja. Perih luar biasa. Aku tidak bisa bergerak sama sekali. Api benar-benar memanggang seluruh bagian kulit ditubuhku. Kulitku hangus dan terkoyak, memperlihatkan daging merah didalamnya.

Berbanding terbalik dengan bagian dalam tubuhku yang terasa sangat dingin. Aku merasa seluruh organ didalam sana bahkan pembuluh darahku membeku. Keras dan dingin seperti balok es. Aku tidak tahan  lagi menahan rasa sakit, yang kupikirkan saat ini adalah aku hanya ingin pulang dan segera istirahat.

Aku ingin pulang...aku ingin pulang...

Perlahan kesadaranku menipis lalu kegelapan menjemput.

*
*
*

Aduh, pusing sekali. Siapa yang menyalakan lampu? Silau! Astaga, batinku menggerutu.

Aku memiringkan badanku ke kanan dan memeluk guling guna menyamankan diri dan kembali tidur.

Tunggu... guling?

Aku membuka kelopak mataku terkejut dan menyadari bahwa saat ini aku berada diatas ranjang empuk kamarku. Bukankah tadi malam aku tergeletak ditengah lapangan?

Aku melihat kearah tubuhku yang masih dibalut gaun pesta tadi malam. Lampu kamar masih menyala padahal sekarang sudah pukul 10 pagi. Tirai kamar juga dalam keadaan tertutup.

Apa aku kelelahan semalam dan dibanding mandi, aku lebih memilih untuk tidur lalu bermimpi aneh?

Tapi mimpi itu terasa sangat nyata, bahkan tubuhku juga habis karena cahaya aneh.
Iya iya, itu pasti hanya mimpi. Lucu sekali.

Aku beranjak dari ranjang dan bergegas mandi setelah mengambil handuk. Entahlah tapi badanku terasa sangat pegal, luar biasa efek pesta semalam rupanya.

Setelah mandi dan berpakaian, aku menuju ruang makan untuk sarapan. Ini masih bisa disebut sarapan, kan? Hehehe

“Wow lihat, tuan putri sudah bangun~” sambut Mama dari arah dapur.

“Aku kelelahan Ma, lagipula ini hari minggu.” Aku mengambil kotak sereal dan satu kotak susu lalu menuju meja makan.

“Yayaya, bersyukurlah karena kemarin ulang tahun mu, jadi Mama tidak akan mengomel.” jawab Mama dengan tangan yang masih sibuk mengupas bawang putih.

“Oiya Dyra.”

“Hmm?” aku menggumam sebab mulutku penuh sereal.

“Siapa laki-laki yang tadi malam membawa mobil tua? Dia tampan juga.” tanya Mama.

“Oh itu, namanya Adit, teman sekelas aku. Kenapa memangnya, Ma?” tumben-tumbenan Mama menanyai hal itu.

“Dia tampan, dan sepertinya dia anak yang baik. Cocok untukmu.”

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jun 26, 2020 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Edelsteine {Hiatus}Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang