Chapter 2

98 12 10
                                    

Tepuk tangan menggema setelah aku meniup lilin kue ulang tahun ku yang ke-18. Banyak tamu yang hadir malam itu, membuat rumah ku terasa lumayan sesak dan berisik.

Aku memotong kue dan memberi dua suapan pertama untuk orangtua ku. Suapan ketiga tentu saja untuk Geby, Sahabatku.

Suapan berikutnya? Tidak ada. Aku tidak punya kekasih yang bisa kuberi suapan spesial. Aku tidak tertarik dengan hubungan romantis.

Setelah acara suap-menyuap, para tamu saling membaur dan menikmati hidangan yang sudah disediakan. Aku dan Geby juga segera menghampiri teman-teman sekelas kami yang sedang berkumpul di pintu belakang arah kolam renang rumahku.

“Kalian datang rupanya. Mana kado ku?” sambutku ramah sekali.

“Seperti itukah caramu menyambut orang penting ini?” jawab Adit, salah satu temanku.

“Tentu saja, apalagi aku sangat tau tujuan mu datang hanya untuk makan gratis. Sudah berapa cemilan yang kau ambil, hah?”

Memang benar, dibalik wajah tampannya, Adit selalu membawa sebuah kotak Tupperware dan mengambil cemilan di tiap acara yang dia hadiri. Untung ganteng.

“Ehehehe, baru setengah kotak, sepertinya segini sudah cukup.” cengirnya.

“Tenang saja, Ra. Kami sudah taruh kadonya di meja depan.” kata Rani, salah satu teman waras langka yang kupunya. 

Aku dan teman-teman sekelasku masih saling bercanda. Sampai tiba-tiba mereka semua terdiam. Aku bingung dan menolehkan kepala ku kebelakang.

Disana ada Nada, dia terlihat cantik dengan gaun hijau muda selutut. Rambutnya digerai bergelombang meskipun kacamata besar masih setia menggantung di hidungnya. Astaga, cantik sekali.

“Tutup mulutmu, Dit. Lihat, jigong mu rontok semua.” ejek Geby. Adit tidak menghiraukan. Dia masih terpana.

Nada jalan menghampiri kami dan akhirnya berhenti di depan ku. Dia tersenyum malu menyapa kami.

“Selamat ulang tahun, Dyra. Ini hadiah dariku. Memang tidak mahal tapi aku harap kau suka.” Nada menyodorkan kotak ukuran sedang dibungkus kertas kado berwarna hijau tua.

“Terima kasih karena telah mengundangku. Pesta ini luar biasa.” tambahnya.

”Sama-sama. Oiya, perkenalkan ini sahabatku, Geby. Perempuan yang rambutnya dikuncir kuda itu Rani. Yang disebelah kanan Rani namanya Icha. Laki-laki disebelah Icha itu Putra, dan laki-laki dengan mulut menganga itu namanya Adit. Kami semua sekelas” aku memperkenalkan.

“Salam kenal semuanya. Namaku Nada, kelas 12 IPA 1.” Nada mengangguk sopan.

Mulailah kami berbincang ringan diselingi dengan Adit yang memberi rayuan gombal untuk Nada. Cih, tidak bisa lihat yang bening sedikit. Kami juga mempertanyakan kenapa Nada selalu ke sekolah dengan tampilan yang cupu dan tidak melawan saat ditindas Cindy dan gengnya.

“Aku memang begitu sejak dulu. Aku tidak pandai melawan, dan juga aku merasa nyaman belajar dengan rambut yang dikepang dua.”

“Ngomong-ngomong, kenapa kau baru pindah kesini saat kelas 12? Tidakkah itu merepotkan?” tanya Icha.

“Ayahku dipindah dinas kan kesini. Kami selalu tinggal berpindah-pindah. Itulah mengapa aku tidak punya teman akrab.”

Masuk akal, lagipula itu juga resiko karena memiliki orangtua yang kerja berpindah-pindah.

Nada dan teman-teman ku juga mulai terlihat akrab. Memang pada dasarnya aku punya teman yang mudah bergaul. Nada terlihat nyaman berada disekitar kami.

Edelsteine {Hiatus}Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang