"Gue balik dulu Ryzka," kataku pada Ryzka, setelah jam matkul terakhir berakhir.
"Hm. huahh.... " jawabnya singkat sambil menganggukkan-anggukkan kepala dan menguap, lalu menutup mulutnya dengan tangan, ngantuk.
"See ya." pamitku sembari melambaikan tangan menuju parkiran untuk mengambil motor.
"Too." jawabnya sambil masih menguap, lalu berjalan sempoyongan, mengeloyor pergi keluar kampus, pulang ke kosnya yang berjarak sekitar lima meter saja.
Dan aku hanya memandangnya dari jauh, sambil menggeleng-gelengkan kepala. Tak habis pikir dengan sahabatku yang satu itu, Ryzka Seevanya. Lalu, aku bergegas mengambil motor di parkiran dan keluar kampus juga.
.
Setengah jam perjalananku, yang terbilang lama. Sebab berkendara sambil terkantuk-kantuk dan sempat berhenti di Masjid untuk menunaikan shalat 'Ashar. Akhirnya, aku sampai di perempatan jalan menuju rumah.
Di sebuah rumah, samping kanan jalan perempatan. Ada sesosok laki-laki yang sudah tak asing lagi bagiku.
"Cewek. Cuit-cuit," serunya sambil mengedip-ngedipkan mata genit.
Sedangkan aku, masa bodo amat dan mengacuhkannya.
"Eit, berhenti!" setelah aku sampai di dekatnya.
Ckittt,,,
"Ada apa?" tanyaku malas-malas menanggapinya.
"Nggak papa sih." katanya dengan ekspresi wajah tanpa dosa, tak bersalah setelah menghentikanku mendadak begitu saja.
Dan aku hanya diam, melongo. Lalu menghela nafas lelah, selalu seperti ini jika berhadapan dengan pria ini.
"Minggir!" perintahku padanya.
"Mau ke mana?"
"Pulang lah."
"Nggak mampir dulu?"
"Nggak. capek," tolakku.
"Nggak ketemu papa mertua dulu?"
"Papa mertua siapa? Gue belum nikah kalau lo lupa." kataku mengingatkan.
"Ya papa gue lah, lo kan menantu kesayangan papa."
"Menantu kesayangan, apaan? dan sejak kapan gue nikah sama lo?"
"Ya. kali aja, esok-esok lo beneran jadi istri gue."
"Ngaco lo! Siapa juga yang mau nikah sama lo?"
"Haduh.... sakit, hati abang dek," katanya lebay, sambil sok-sokan memegangngi dadanya, drama.
"Abang abang. Asal lo tahu ya, gue sama lo itu, tuaan gue. Jadi mestinya gue manggil lo itu adik, bukan abang."
"Alah. Lo tuaan dari gue dua bulan doang," sanggahnya.
"Biarlah, yang penting gue itu lebih tua dari lo. Jadi, lo kudu manggil gue mbak!." perintahku pandanya.
"Ogah. Lo tu ya, nggak ada tampang tua-tuanya, tahu." tolaknya.
Pletak
"Aww... "
"Itu karna gue awet muda, mungil, terus imut lagi. Dan poin plusnya, gue itu pintar masak, penulis muda, berkarir lagi. Behh, keren kan?" tanyaku percaya diri.
Iya, karena di beberapa perusahaan online shop yang aku masuki, aku sudah naik title. Jadi, setiap bulan, aku juga dapat gaji.
"Hm.... nggak sih." jawab Alden mengangguk-anggukkan kepala, lalu sedetik kemudian menggelengkan kepala.
"Nggak gimana maksud lo?"
"Ya, karna yang gue pengin itu calon istri yang di rumah aja, buat ngurusin anak-anak dan suaminya."
"Alah, nggak peduli gue, sama tipe calon istri idaman lo itu. Dan syukur dong, gue bukan termasuk tipe istri idaman lo. Lo plaboy gitu, siapa juga yang mau." jawabku acuh tak acuh.
"Playboy-playboy gini juga, banyak yang mau pacaran sama gue." kata Alden percaya diri.
"Nggak peduli. Udah sana minggir!" perintahku padanya, lalu pergi dari hadapannya, untuk melanjutkan perjalanan pulang ke rumah.
Setelah mengendarai motor, sampai hanya berkisar dua meter dari tempat kita berdebat tadi, seketika aku berhenti mendadak lagi. Lalu mengambil sesuatu dari dalam tas.
"Owh iya, nih buat lo!" kataku sambil melemparkannya padanya.
"Aww.... sakit bego." keluh Alden. Dan aku hanya mencibir. "Padahal tadi juga ketangkep, lebay." batinku
"Apa ini?" tanyanya sambil membolak-balikkanya, curiga.
"Nggak tahu juga gue."
"Kok nggak tahu?"
"Ya nggak tahu. Pokoknya, itu tuh barang, produk baru dari perusahaan." jawabku menjelaskan padanya.
"Perusahaan yang mana satu?"
"Nggak tahu gue, lupa."
"Lo sih, kebanyakan olshop ini itu."
"Yah, namanya juga nyari sampingan Al."
"Buat apa?"
"Kepo lo." sindirku padanya, karna sedari tadi kebanyakan tanya.
"Owh iya, sampe rumah langsung lo coba pake itu ya." pintaku.
"Kenapa emang?"
"Abis itu lo fotoin. Terus lo uploud di story Wa, bantu promote-in."
"Owh oke-oke. Tapi, ini gratis kan?" tanya Alden memastikan, soalnya menurut dia nggak pernah begini. Selalu dia kalau traktik apa-apa, padahal seringnya kita gantian juga.
"Iya, tenang aja." jawabku menenangkan.
"Oke. Thanks."
"Sama-sama. Gue pulang dulu. Assalamu'alaikum."
"Wa'alaikumsalam." jawabnya sambil masih mengamati sesuatu yang aku beri tadi, lalu memilih masuk ke dalam rumah.
KAMU SEDANG MEMBACA
Aisylla
Teen FictionTentang Michella Aisylla Eilleesya. Gadis mungil dan cantik yang terlahir dari sebuah keluarga sederhana. Oleh teman-temannya, ia biasa dipanggik Mak e, singkatan dari nama panjangnya katanya. Hidupnya yang semula baik-baik saja, berubah. Setelah i...