Sendiri

110 11 89
                                    

Awan hitam, angin bertiup kencang, daun dan ranting pohon kecil berjatuhan. Seorang wanita berdiri menatap ke luar pada jendela yang usang, entah apa yang ada di pikirannya, melamun tanpa titik terang.
"Tok...tok...tok..." permisi Nona Arahna, ini ada semangkuk bubur dari Ibu, untukmu"
seorang pria muda membangunkan Arahna dari lamunannya
"Oke, bilang pada Ibumu terimakasih ya, aku akan menyantapnya"
"Baiklah, see you Nona Arahna"
"Too" balas Arahna.

Selalu saja ada yang baik hati pada Arahna, tetangga kanan-kiri depan-belakang sudah mengetahui masa lalunya, oleh karena itu mereka begitu simpatik pada Arahna. Masa lalu Arahna yang kini membawanya dalam ruang sepi sunyi hidup bagai tiada arti. Tinggal seorang diri, di sebuah rumah berkualitas standar layaknya rumah biasa di pedesaan tidak terlalu besar namun tetap nyaman untuk ditempati.

Arahna memang memilih tempat yang jauh dari huru hara keramaian, sengaja untuk menenangkan jiwanya yang porak poranda sebab masa lalunya. Ia bagai mayat berjalan, hidup hanya sebagai penantian kematiannya, tak peduli dengan lingkungan sekitar, asal tidak berbuat kesalahan cukup bagi dia untuk hidup.

Beruntung Arahna memiliki tetangga yang sangat peduli terhadap dirinya, meski baru setahun tinggal di rumah itu namun tetangganya mengganggap arahna seperti saudara .
Tuhan memang Maha Adil, bertubi masalah mendera, namun Tuhan tak lupa menyelipkan Malaikat berwujud manusia di sekitar kita, tak lain untuk dijadikan sandaran atas masalah itu.

Layaknya wonderwomen, Arahna terbiasa melakukan banyak hal seorang diri. Perumahan yang Ia beli itu pun Arahna urus sendiri, memang tidak terlalu besar sehingga memudahkan Arahna untuk bekerja sendiri.

Bekerja di salah satu perusahaan furniture di kotanya, Arahna memang sering pulang larut malam. Menikmati dinginnya malam di bawah lampu-lampu kuning penerang jalan utama, mengendarai motor tua tetapi klasik pemberian ayah Arahna kala SMP. Meski bisa membeli yang lebih bagus tapi Arahna memilih motor tua itu dijadikan teman berjuangnya di Kota orang, kesederhanaan itulah yang menjadi ciri khas Arahna dan memang bisa menarik perhatian orang sekitarnya. Tak langsung pulang Ia lebih sering minum kopi di warung pinggir jalan mengamati orang sekitar, entah apa yang Ia hasilkan setelah melakukan itu, tapi, mungkin itulah titik kenyamanan nya, hingga Ia melakukan terus menerus .
"Berapa bang? "
"5000 neng, neng kenapa? pucet banget. "
"Capek bang, kerjaan banyak banget"
"Oh, tunggu sebentar atuh " bang Rojali pemilik warung itu nampaknya sedang membuatkan sesuatu untuk Arahna
"Ini neng, wedang jahe, diminum ya biar enakan "
"Hem..segala repot bang, ya sudah terimakasih banyak bang"
"Iya neng hati-hati di jalan"
Bergegas pulang, nampaknya hari ini tidak seperti biasanya, mungkin karena pekerjaan atau kejadian tadi siang ?

Entahlah...

Sepuluh menit berlalu, sampailah Arahna di rumahnya, terlihat seseorang duduk di kursi depan.
"Permisi, maaf siapa ya"
"Hai Nona Arahna" mengagetkan Arahna dengan membuka penutup wajahnya
"Astaga! ternyata kau, Sad!"
Irsyad, anak dari Ibu Riri yang Ia anggap sebagai adik sendiri Ibu Riri pun menganggap Arahna layaknya putri satu-satunya.
"Ada apa, Sad, malam-malam begini" "Engga teh, aku cuman disuruh Ibu, nemenin teteh malam ini, tenang aku tidur di sofa depan aja teh aku jagain teteh, kata Ibu, teteh sedang tidak enak badan kan?
"Kok Ibu tau?!"
"Tau lah, apa sih yang Ibu nggak tau dari teteh"
"Hh...ya sudah ayo masuk "
Lima belas menit berlalu, Arahna mengamati si Irsyad yang tengah asyik main game kesukaannya
"Sad, kamu kan dah gede, jadi bisa dong mikir hal dewasa, teteh nanya ya?"
"Waduuh, hal dewasa apa teh jangan bilang 18 + " ledek Irsyad .
"Wooyyy! hal dewasa bukan hanya tentang 18+!"
"Wkwk kepancing emosi tuh, jadi tambah jelek loh"
"Apa sih ga jelas, jadi gini, menurut mu orang dengan masa lalu yang kelam memangnya tidak bisa menciptakan masa depan yang cerah?
"Tergantung ..." jawaban singkat Irsyad
"Kenapa tergantung? sakit dong! yang jelas lah ngasih jawaban, jadi pengen nabok kamu nih, tangan teteh gatel!"
Candaan Arahna ke Irsyad.
" Yaelah Maemunah, gitu aja esmosi, eh emosi, jadi gini yah menurut kamus Gue masa lalu itu, masa yang udah lewat.
"Woyyy! Lo sehat Sad? ya itu kan sama saja artinya, Bambank!"
"Hehe sabar Gue bakal ngasih jawaban yang mungkin bisa buat hati Lo tenang teh, tapi ada syaratnya, besok jam empat sore ke Mamang Abas beliin Gue bakso yahh, nanti kita cerita-cerita deh"
"Dasar Lo. Mata makanan!
"Yeee masih untung itu, daripada mata duitan" wlee wlee ejek Irsyad.
"Ya sudah tidur gih, kasihan matanya jangan buat main handphone sambil tiduran, risikonya gede"
"Siappp Bu!" Tegas Irsyad mengiyakan perintah Arahna.

SURVIVALTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang