Bab 3. Insya Allah Ikhlas

8 1 0
                                    

"Neng Ifah.. bangun Neng.. kita udah sampai rumah" samar-samar terdengar suara Mang Yusuf mampir di telinga Ifah. Ternyata Ifah tertidur di sisa perjalanan mereka tadi dan Mang Yusuf membiarkan Ifah tertidur dengan nyenyak.

"Ooh.. iya Mang.. Udah nyampe yah?" Ifah berusaha mengembalikan kesadarannya di tengah rasa kantuk yang tersisa.

"Iya.. Neng Ifah masuk aja, biar barang-barangnya Mamang yang bawa masuk" Mang Yusuf menyadari kalau Ifah masih belum sepenuhnya sadar, karena Ifah tertidur sejak mereka berangkat dari rest area terakhir yang mereka singgahi.

Sambil mengucek matanya Ifah segera bangkit, keluar dari mobil berjalan perlahan agar tidak jatuh.

"Yaa Allah Ifah, kenapa sayang? Kamu sakit?" tanya Tante Indah khawatir melihat Ifah yang seperti orang sakit, melangkah perlahan dan sedikit sempoyongan. Tante Indah sudah menunggu Ifah di depan pintu.

"Gak Tante,, Ifah hanya ngantuk aja.. tadi ketiduran di mobil" jawab Ifah sambil berusaha tersenyum.

"Yaa sudah, alhamdulillah kalo gitu" Tante Indah segera menyambut Ifah dengan pelukan hangat meluapkan kerinduan pada ponakan tercinta.

"Trima kasih Tante.." Tak lupa Ifah mencium takzim punggung tangan Tante Indah.

"Assalamu'alaikum" Ifah segera mengucapkan salam begitu memasuki rumah yang begitu ia rindukan. Saat bertemu Tante Indah, Ifah lupa mengucapkan salam.

"Wa'alaikum salam, ayo mari masuk nak" Om Surya ternyata sedang duduk di ruang tengah sambil menonton televisi, yang memang saat ini adalah waktunya siaran berita di beberapa channel TV.

"Iya Om.. Efan mana yaa Om?" Tanya Ifah heran karena Efan tidak nampak batang hidungnya sejak Ifah tiba di rumah ini beberapa saat yang lalu. Tak lupa Iffah mencium takzim tangan Om Surya setibanya Ifah di dekat Om Surya.

"Itu lagi di kamarnya, tadi setelah makan sebenarnya Efan udah nunggu kamu di sini. Tapi karena ngantuk, Efan pamit istirahat" jawab Om Surya agar Ifah tidak khawatir. Ifah dari dulu selalu memperhatikan Efan meski terpisah jarak karena hanya Efan saudara satu-satunya Ifah. Mereka masih remaja saat ayah bunda meninggalkan mereka, pergi dan tak kembali lagi.

"Kamu ke kamar dulu sayang, setelah itu mandi biar segar. Tante panasin dulu makanannya, kamu pasti lapar kan?" Tebak Tante Indah sambil tersenyum menggoda.

"Iya Tante,, gerah banget juga, badan lengket semua" Ifah segera beranjak menuju kamarnya di lantai dua. Rumah Om Surya terdiri dari dua lantai, 3 kamar di bawah dan 2 kamar di lantai atas. Kamar Ifah dan Efan berada di lantai atas, kamar Om dan Tante berada di lantai bawah bersama 2 kamar lainnya 1 kamar Bi Inah dan 1 kamar tamu.

Kembali ke kamar ini mengingatkan Ifah masa beberapa tahun yang lalu saat Ifah masih sekolah SMA. Kamar yang penuh kenangan, kamar yang mulai ditempatinya sejak Ifah dan Efan diboyong Om Surya pindah ke rumah ini. Di sinilah Ifah memulai kehidupan barunya, meninggalkan segala sikap dan perilaku ABGnya yang sesuka hati dilakukannya. Saat semuanya masih dianggap biasa-biasa saja karena ada ayah dan bunda yang selalu siap mengikuti kemauannya.

Kurang lebih 10 menit Ifah mandi dan membersihkan tubuhnya, setelah kembali segar dan rapi dengan mengenakan dress rumah berbahan katun Ifah turun ke ruang makan untuk mengisi perutnya yang sejak tiba di rumah ini sudah mulai ber'nyanyi' minta diisi. Di ruang makan masih ada Om Surya dan Tante Indah. Pintu besar yang menghadap ke kolam renang mini di halaman belakang rumah masih terbuka lebar, menyalurkan angin malam yang berhembus perlahan, untung saja malam ini udara cukup hangat tidak dingin seperti malam sebelumnya, begitu kata Tante Indah.

"Waah,, ada sayur asem sama tempe goreng.." makanan kesukaan Ifah dan Efan. Menu wajib yang hampir setiap minggu ada di rumah ini. Menu yang selalu dirindukannya. Meski di warung-warung banyak juga yang menjual menu ini, namun tidak seenak buatan Tante Indah.

Cintai Aku Karena AllahTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang