Tak mau terlarut dalam pertanyaan yang tidak ada jawabannya, Nizam berusaha melupakan pertanyaan itu dengan menyibukkan diri di kantor. Hari masih sangat pagi, tapi Nizam sudah pamit berangkat ke kantor.
"Gak makan dulu sayang?" Tanya Bu Citra pada Nizam yang sepertinya terburu-buru keluar rumah.
"Gak usah Ma.. Nizam belum lapar.. insya Allah Nizam sarapan di kantor" Jawab Nizam yang segera berlalu tanpa menoleh ke arah Bu citra. Namun tiba-tiba Nizam berbalik kembali.
"Eh maaf Ma.. Nizam pamit yaa" Nizam segera mengambil tangan Bu Citra untuk diciumnya dengan penuh kasih. Kebiasaan Nizam sejak kecil yang hampir saja terlupakan pagi ini.
"Iya sayang.. hati-hati di jalan yaa.. jangan ngebut bawa mobilnya.. Mama gak tenang lihat kamu seperti ini?" Pesan Bu Citra sesaat sebelum Nizam berlalu. Aneh.. gak biasanya Nizam seperti ini..
"Iya Mah, Nizam gak ngebut kok" Jawab Nizam singkat. Mama tuh kayak gak kenal anak sendiri. Sejak kapan aku bawa mobilnya ngebut. Selama ini pelan-pelan aja kok. Nizam menjawab dalam hati.
"Pulangnya jangan terlalu malam.. Mama mau cek persiapan pernikahanmu.. siapa tahu ada yang kelewat.." Ucap Bu Citra menyusul kepergian Nizam.
"Iya Ma.." Nizam terpaksa menjawab dengan sedikit berteriak karena posisi Nizam sudah berada di pintu depan rumah. Takut kalau ibunya tidak mendengar jawabannya. Maafin Nizam mah..
Bu Citra geleng-geleng kepala melihat tingkah Nizam pagi ini, entah apa yang sedang dikejarnya. Punya anak bujang dewasa kok kelakuannya kayak anak SMA.
Dalam perjalanan menuju kantor Nizam mampir di sebuah minimarket, melewati etalase minuman dingin terdengar suara seorang laki-laki yang sedang menelpon. Gak bermaksud nguping namun suara laki-laki itu cukup nyaring untuk ukuran volume bercakap di telepon. "Insya Allah aku datang.. hari Ahad kan Shai?"....... "Alamatnya masih yang sama?"........ "Ooo,, iya nanti tolong di shareloc aja alamatnya".......
Percakapan yang entah membicarakan apa dan dengan siapa. Ah, apa urusanku.. Nizam berkata dalam hati dan segera berlalu menuju etalase di sebelahnya.
"Eh Zam.. ternyata kamu.. dari tadi sejak masuk kuperhatikan kayak ada orang yang kukenal tapi takut salah makanya gak negur duluan" seseorang yang tiba-tiba menyapa dan membuat Nizam berhenti melangkahkan kakinya.
"Eh, kamu Rif.. sama siapa?" Balas Nizam ketika mengetahui yang menyapanya adalah Arif sahabat lama teman seperjuangan saat kuliah dulu.
"Sendiri aja.. ini mau beliin pesanannya istri aku" jawab Arif sambil ngeliatin barang belanjaan Nizam.
"Lho,, emang rumah kamu dekat sini?" Tanya Nizam lagi
"Gak juga sih, ada 2 kiloan.. tadi sekalian dari pasar mampir.. Istri aku pesanannya banyak pagi ini.. maklum lagi hamil banyak maunya.. hehehe.. Eh kamu apa kabar Zam? Itu pasti pesanan istri kamu juga yaa?" Tunjuk Arif ke keranjang yang dibawa Nizam.
"Ehhh.. gak kok.. ini... anuuu... pesanannya sepupu aku.. semalam nginap di rumah sama babynya" Maaf ya Rif.. aku terpaksa bohong.. tapi gak juga sih.. Riana kan memang punya baby.. Riana sepupu satu-satunya yang baru melahirkan dua bulan lalu.
"Kiraiiin udah punya bini, tapi gak ngundang-ngundang.." Goda Arif yang memang sejak awal menduga kalau Nizam sudah menikah karena isi keranjang belanja semuanya keperluan bayi.
"Gaklah.. tapi kalau aku undang kamu bakal dateng gak?" Tanya Nizam sambil tersenyum.
"Maulah... Emang udah ada yang mau sama si gunung es ini? udah bisa Move on rupanya" balas Arif yang sedari tadi gak berhenti menggoda.
KAMU SEDANG MEMBACA
Cintai Aku Karena Allah
RomanceIkhlas, satu kata yang harus disematkan Ifah erat-erat dalam hatinya. Tak perlu diumbar cukup dikuatkan dengan doa. "Iya Om.." Kalau sudah seperti itu, aku hanya bisa mengangguk, mengiyakan dan menaatinya. Sejak diasuh Om Surya dan Tante Indah diri...