Hari ini adalah hari terakhir aku melakukan pemantauan proyek di kawasan perumahan elite. Sudah genap satu minggu aku bersama Rusli menyelesaikan pekerjaan.
Kututup laptop dan bergegas menata pakaian. Setelah semua siap, aku berpamitan pada Rusli. Lelaki yang menjadi orang kepercayaan Bobby itu melepasku hingga depan pagar.
Senyumku mengembang, rasa rindu terhadap anak dan istri begitu menggebu. Meski setiap malam bisa melihat mereka melalui video call, namun kerinduan akan hangatnya kebersamaan tetap bergelayut di hati.
Setelah menempuh perjalanan yang cukup panjang, akhirnya mesin beroda empat yang kukemudikan memasuki halaman rumah. Arini menyambutku di teras rumah dengan senyum manis menyembul di bibir tipisnya.
Arini segera menyambutku dengan cium tangan takzim, kemudian ia bergelayut manja di lenganku. Kudaratkan kecupan hangat di dahi wanita yang teramat kurindukan pelukannya.
"Putra dan putri sehat, Dek?"
"Sehat, Mas."
"Alhamdulillah ... Mas kangen, emmuach ...." sekali lagi kudaratkan bibir di pipi Arini.
"Mas Danu cuci kaki dan tangan dulu, habis itu temui anak-anak."
"Siap bidadariku ...." Kembali sebuah kecupan kuberikan bertubi-tubi di wajah Arini, membuat ia sedikit mendorongku.
"Udah, sana ke kamar mandi dulu."
"Iya, Sayang." Kulangkahkan kaki menuju kamar mandi, sejenak langkah terhenti ketika melihat Sri yang sedang asyik meracik bumbu.
"Sri! Ssttt ... sini!" Panggilku setengah berbisik.
Tampak Sri terkejut dengan kedatanganku. "Tuan Danu sudah pulang?"
"Iya. Gimana, ada kabar apa tentang Arini dan Bobby?"
"Eh ... eh ... itu, Tuan ...."
"Mas, kok nggak mandi-mandi dari tadi?" Tetiba suara Arini terdengar di belakangku, membuat Sri makin gelagepan.
"Eh, iya, Dek. Ini masih tanya Sri, hari ini masak apa?"
"Ooh ... Sri aku suruh masak telur balado kesukaanmu. Rebus daun pepaya china dan bikin sambal cabe ijo."
"Wah, enak banget itu, Dek. Berasa makan masakan padang."
"Ya sudah, Mas sekarang mandi dulu. Sebentar lagi semua makanan sudah siap."
"Siap laksanakan, Bu Bos!" Bak hormat kapiten aku langsung bergegas menjalankan perintah yang dikatakan Arini.
Kukalungkan handuk di leher dan mulai masuk ke kamar mandi. Guyuran air hangat dari shower membuat tubuhku berasa segar kembali.
Keluar dari kamar mandi, tercium aroma masakan yang begitu menggoda. Benar saja, di meja makan telah tersedia masakan yang telah disebutkan Arini.
"Ganti baju dulu, Mas." Suara Arini menghentikan tangan yang hampir menyentuh daun pepaya china yang ingin kucocol sambal cabe ijo.
"Dikit aja, Dek."
"Tak boleh!"
"Huh! Pelit!"
Arini membalas dengan bola netra yang membulat, seketika nyaliku menciut dan segera berlari ke kamar untuk ganti pakaian.
Baru saja selesai berganti pakaian, gawai bergetar, ada panggilan dari mantan ayah tiri.
"Danu, kamu sudah pulang?" tanya lelaki di ujung sambungan seluler.
"Sudah, Bang. Ada apa?"
"Ada berkas yang mau aku ambil, bisa kamu siapkan?"
"Berkas yang mana, Bang?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Penggoda Dalam Rumah
RomantikDia, wanita yang seharusnya kuhormati layaknya Ibu sendiri ... justru menjadi penggoda imanku. Aku lelaki normal, lelaki biasa yang tak lepas dari khilaf. Aku telah berusaha menjaga kesetiaanku, namun wanita dengan kerling mata nakal itu mengikis ke...