Menanti Fajar

40 2 0
                                    

Happy Reading,

Namaku Senja Mustika, karena orang tuaku sangat menyukai senja. Kata mereka senja itu indah, mampu membawa ketenangan ketika melihat matahari secara perlahan berganti tugas dengan bulan. Warna senja juga indah, karena itulah kedua orang tuaku memberiku nama Senja.

Pagi yang cerah dengan udara yang segar. Pagi ini aku libur kuliah, jadi aku memutuskan untuk berjalan-jalan ke pantai. Memang rumahku dekat pantai. Aku tinggal di sebuah desa di Yogyakarta. Walaupun desa, tempat tinggalku merupakan sebuah tempat wisata yang terkenal karena pantainya. Itulah mengapa kedua orang tuaku sangat menyukai senja, begitu juga denganku.

Waktu masih menunjukkan pukul 6 pagi

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Waktu masih menunjukkan pukul 6 pagi. Aku sangat senang berjalan-jalan saat masih pagi seperti ini. Selain udaranya yang segar, saat pagi seperti ini belum terlalu ramai oleh pengunjung.

"Dorrrrrrr" sentak seseorang dibelakangku. Aku terlonjak kaget kemudian menoleh ke belakang. Ternyata orang yang selalu aku ingin hindari, seseorang yang selalu membuat hatiku berantakan. Fajar Alamsah, laki-laki yang selalu bisa membuat hatiku porak-poranda.

"Ngapain disini?" tanyaku sinis.

"Kangen sama kamu." Katanya sambil tersenyum. Senyum yang dulu selalu menenangkan hatiku, tapi sekarang sebaliknya. Senyum itu justru membuat dadaku semakin sesak dan nyeri. Aku mencoba bersikap biasa saja dihadapannya.

"Bukannya kamu masih di Jakarta?" Tanyaku padanya. Dia memang saat ini kuliah di Jakarta, hanya selisih satu tahun di atasku.

"Aku sedang libur akhir semester. Kamu juga kan? Dan aku tahu kamu selalu kesini, jadi aku berniat menyusulmu kesini. Akhirnya aku bisa berjumpa denganmmu lagi." Katanya yang kemudian merangkul bahuku dari samping. Aku tersentak kaget, masih belum terbiasa dengan kehadirannnya lagi.

"Oh." Balasku singkat. Aku kemudian melepaskan rangkulannya dan melanjutkan langkahku. Dia mengejar langkahku dan berjalan bersisian disampingku. Kami berjalan dalam diam. Menikmati suasana pagi pantai yang menyegarkan.

Aku dan Fajar adalah teman sejak kecil. Kami selalu bermain bersama, hingga Fajar lulus SMA dan dia memilih melanjutkan kuliah di Jakarta. Aku tidak tahu sejak kapan perasaan itu muncul. Mendengar Fajar harus pergi untuk melanjutkan pendidikannya membuat aku sedikit tidak rela untuk berjauhan dengannya. Aku memberanikan diri untuk mengungkapkan perasaanku padanya, tapi jawabannya sangat membuat hatiku terluka. "Maaf Senja, aku tidak bisa. Aku sudah menganggapmu sebagai saudaraku sendiri." Begitulah jawaban Fajar akan perasaanku. Ya, Fajar dan Senja tidak akan pernah bisa bersama, begitulah batinku berteriak saat itu.

Semenjak saat itu aku menjauh dari Fajar, menolak semua pesan dan juga telepon darinya. Ketika liburan semester tiba, aku lebih memilih pergi untuk liburan ke rumah nenekku di Bandung agar aku tidak bertemu dengannya. Dan mengapa liburan kali ini aku tidak pergi karena aku mendengar Fajar tidak akan pulang. Tapi ternyata aku salah, dan saat ini dia berjalan disampingku.

Sebatas Khayal (Kumpulan Cerpen)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang