Happy Reading,
Suasana pagi yang dingin sangat tepat untuk kembali menarik selimut. Hari ini adalah hari minggu, jadi aku tidak ada jadwal masuk kuliah. Hujan yang turun semalaman membuat suasana sangat nyaman untuk melanjutkan tidurku. Tapi aku merasa ada seseorang yang mengguncang tubuhku.
"Abang bangun!!!!" ucap seorang gadis yang sudah duduk di atas kasurku. "Apaan sih dek, abang masih ngantuk." Ucapku kepada gadis itu. Dia adalah adik angkatku. Orang tuaku menemukan dia saat kita tengah liburan ke Bandung dulu. Saat itu umur dia masih Sembilan tahun, dan orang tuanya tega meninggalkannya di tengah-tengah keramaian wisata Kawah Putih. Saat itu umurku baru 11 tahun. Orang tuaku yang kasian melihat dia menangis sendirian, lalu mengajaknya untuk ikut pulang ke rumah.
Nama adik angkatku itu adalah Kesya, sedangkan namaku adalah Bima. "Bang bangun, aku lapar. Mama sama papa kan lagi dinas keluar kota. Anterin cari makan yuk!" ucapnya lagi sambil menarik tanganku. "Emangnya di kulkas gak ada makanan?" tanyaku lagi masih dengan mata terpejam. "gak ada bang, makanya aku ngajakin abang. Memangnya abang gak laper apa?" ucapnya lagi. Akhirnya aku bangun dan berjalan menuju kamar mandi tanpa menjawab pertanyaannya.
Aku tidak pernah bisa menolak apapun keinginan adikku ini. Mungkin kalian berpikir bahwa aku menyayangi adikku ini hanya sebatas adik kakak. Tapi yang sebenarnya terjadi tidaklah seperti itu. Ya, aku menyayangi adik angkatku ini, bahkan bisa dibilang kalau aku mencintainya. Jika kalian tanya bagaimana bisa aku memiliki perasaan yang harusnya tidak ku miliki, maka aku tidak tahu apa jawabannya. Aku tidak tahu kapan perasaan ini muncul, bahkan sekarang rasanya semakin bertambah dalam. Aku harus segera membunuh perasaan ini, apapun caranya. Karena jika tidak, maka aku yang harus siap menahan sakitnya rasa cinta dimana tidak bisa memilikinya sepenuhnya. Status adik kakak ini yang membuat rasa itu tidak bisa aku biarkan tumbuh berkembang.
Aku keluar dari kamar mandi dan melihat Kesya asik dengan handphonenya. Entah apa yang sedang dia lakukan dengan handphonenya tersebut. "Ayo, mau nyari sarapan apa?" tanyaku, kemudian menoleh dan berkata, "beli bubur ayam aja yuk bang yang ada di depan komplek sana." Aku hanya mengangguk kemudian berjalan keluar rumah. Untung hujan semalam sudah reda, hanya menyisakan hawa dinginnya saja.
"pakai jaket dek, dingin." Ucapku mengingatkan.
"malas ambil jaket ke atas bang." Katanya sambil berdiri di samping motorku.
"ya sudah ini pakai jaket abang." Akupun memakaikan jaketku ke tubuh mungilnya.
"terima kasih abangku sayang. Abang memang yang terbaik deh." Ucapnya sambil memelukku.
Andai kamu tahu Key, bahwa perasaanku kepadamu lebih dari perasaan seorang kakak kepada adiknya. Tapi aku tidak mau membuat dia menjauh dariku jika nanti aku mengatakan yang sejujurnya. Aku memang harus membuang perasaanku ini sejauh mungkin.
Aku kemudian melajukan motorku ke depan komplek untuk membeli bubur ayam yang di inginkan Kesya tadi. "mang pesan bubur ayamnya dua ya." Ucapku kepada abang penjual bubur ayam itu. "Iya den." Balas abang penjualnya. Tempat jualan bubur ayam ini memang selalu ramai jika pagi hari, karena memang rasanya yang enak. Aku dan Kesya pun sudah menjadi langganan disini. Aku menyuruh Kesya untuk duduk di salah satu kursi, dia hanya mengangguk dan masih asik dengan handphonenya. "serius amat sih dek ngeliatin handphonenya?" tanyaku dan dia hanya menoleh kemudian tersenyum. Pandangannya kembali ke layar handphonenya. "ada deh, abang kepo?" katanya tanpa melihat ke arahku. Aku yang penasaran akhirnya mencoba mengintip handphone Kesya. Dengan cepat dia menutup handphonenya. "ihhhh, abang mah kepo. Nanti kalau sampai rumah aku ceritainya." Aku hanya mengangguk, kemudian pergi membayar pesanan bubur kami.
"bang, tau gak-" ucapnya yang kemudian ku potong. Kami sudah sampai rumah dan sekarang sedang duduk di dapur makan bubur ayam yang baru saja kami beli. "abang mah, aku belum kelar ngomongnya." Protesnya padaku. Aku hanya nyengir ke arahnya. "Bang, kemarin aku ditembak sama Rafael." Ucapnya dengan wajah berbinar-binar. Aku langsung terdiam mendengar ucapannya. Sakit ketika mendengar ada cowok lain yang lebih dulu menyatakan perasaannya kepada gadis yang aku cintai. Kesya yang melihat aku hanya diam tidak menanggapi ucapannya kemudian berteriak, "abang dengerin Kesya ngomong gak sih? Tadi kepo banget, sekarang malah gak dengerin pas aku lagi cerita." Wajahnya terlihat lucu ketika sedang cemberut. Aku akhirnya tersenyum ke arahnya, kemudian berkata "lalu kamu menerimanya?". Kesya menatapku dengan wajah yang kembali berbinar bahagia. "Dia baik bang, ketika deket sama dia aku juga nyaman. Aku belum berani jawab si bang, karena aku mau tanya sama bang Bima dulu. Menurut abang gimana?" tanyanya padaku. Aku hanya mampu tersenyum walaupun hatiku terasa sakit dan kecewa. Kecewa karena tidak berani menggungkapkan perasaan yang kupunya kepadany, dan sekarang dia akan menjadi milik orang lain. "selama dia mampu membuat kamu bahagia dan tidak membuat kamu kecewa, abang akan setuju." Ucapku yang kemudian terkejut karena dia segera berdiri dan memelukku.
"terima kasih bang."
"iya, jangan sampai abang tahu kalau di nyakitin kamu ya. Abang gak mau adik kesayangan bang Bima disakiti apalagi sampai menangis," ucapku menasihatinya.
"iya abang Bima sayang." Ucapnya masih memelukku.
Akupun membalas pelukannya dan berjanji di dalam hati untuk segera melupakannya. Membuang perasaan ini jauh-jauh. Cinta memang tidak harus memiliki. Asalkan melihat orang yang kita cintai bahagia, maka kitapun akan ikut berbahagia. Walaupun kecewa pasti datang dan tidak bisa kita hindari.
***
Terima kasih atas dukungan teman-teman dunia wattpad. . .
Kritik dan Saran ditunggu, tapi mohon yang membangun ya. . .
Mau kenalan sama penulis ?
Langsung saja intip Instagramku @asti_r18
Sampai jumpa di cerita selanjutnya. . .
LM, 4/07/2020
KAMU SEDANG MEMBACA
Sebatas Khayal (Kumpulan Cerpen)
Short StoryKumpulan cerpen yang pernahku tulis diwaktu senggang Penasaran ? Langsung baca saja ya Murni hasil pemikiran sendiri, plagiator silahkan menjauh