"Jerman terancam menghadapi gelombang kedua dari penyebaran COVID-19..."
Ucapan presenter berita yang ia tonton itu membuat Gary makin frustrasi karena dia terancam tak bisa kembali ke sana untuk menyelesaikan studinya di Universitas Teknik Munich.
Sudah dua bulan ia terjebak di apartemennya karena kebijakan lockdown pemerintah Inggris, tetapi itu bukan masalah besar untuknya karena dia justru merasa aman di dalam sana dan tidak terancam PHK seperti kebanyakan temannya. Bahkan Bosnya sering kali menanyakan kondisinya, meskipun hal yang tidak enaknya adalah, Bosnya terus-terusan bertanya soal kelangsungan studi pascasarjananya, sesuatu yang tidak Gary ketahui karena kampus apalagi lab tempat ia meneliti tidak beroperasi.
"Kami butuh kamu segera kembali, Nak. Anak magang yang menggantikanmu tidak bisa melakukan apa yang kamu lakukan," kurang lebih itu yang Bosnya bilang.
Sembari menonton televisi, Gary tidak bosan-bosannya membuka web kampusnya, siapa tahu ada berita soal pembukaan kampus untuk pelajar luar negeri, setidaknya untuk mahasiswa yang sedang menyusun tesisnya.
"Tidak ada apa-apa, huh!" Dengus Gary kesal.
Wabah ini menghancurkan semua rencana Gary. Tesisnya tersendat, temannya yang seorang dokter harus dirawat di ICU karena terpapar virus ini, dia batal melamar wanita yang dia cintai, dan bahkan EPL hampir batal gara-gara pandemi ini.
Ah, Kazim, sahabatku...
cepatlah sembuh.
Lirih hati Gary, sedih dan hancur.
Namun, mengutuki wabah ini adalah sebuah kesia-siaan, jadi Gary lebih memilih melakukan hal yang disarankan dokter dan epidemiolog saja, diam di apartemen dan keluar untuk hal darurat saja, seperti belanja.
1 Whatsapp message
Gary membuka pesan itu, dan ternyata pesan itu berasal dari sahabatnya.
Joey Raven
Gary, are u up?
come to my home!
Heh, Joey menyuruhnya ke rumahnya, untuk apa?
why?
Balas Gary singkat.
Do you forget something, eh?
What?
Today 's Chelsea v City, bro
let's watch it together
it will be so meaningful for us tonight
Ah malas!
Gary sudah nyaman diam di apartemennya, dia malas pergi kemana-mana, mungkin lima tahun lalu dia masih bersemangat, bahkan melanggar lockdownpun bisa dia lakukan, tetapi kini dia tak ingin ambil resiko. Masak datang ke rumah teman berani, sedangkan mengunjungi orang tuanya tidak bisa?
Semenjak berhasil pulang ke Inggris dia belum pernah sekalipun mengunjungi orang tuanya, dia takut menulari orang tuanya, meskipun hasil PCRnya negatif.
Akhirnya Gary memutuskan untuk menonton pertandingan itu di apartemennya saja tanpa ekspetasi apapun, jika City menang, mungkin Liverpool akan berusaha menang melawan mereka minggu depan, namun jika Chelsea menang....
Mimpinya selama ini akan terwujud.
Perasaan Gary campur aduk.
KAMU SEDANG MEMBACA
Dream Becomes Reality
Short StoryMasih kisah tentang Gary Clark dengan naik turun kisah hidup dan penantiannya sebagai suporter Liverpool FC. Ini adalah kisah sampingan dari "Those Sharp Eyes" Cerita ini hanya fiksi belaka, namun semoga feelsnya akan sama dengan apa yang kalian ras...