Episode-2 Sang Pejuang 2 : Lesmana Mandrakumara

7 2 0
                                    

Negri Astina adalah negara besar, negara super power di kala itu. Negara besar dengan sejarah panjang dimulai dari Prabu Nahusa, Prabu Yayati, Prabu Kuru, Prabu Dusanta, Prabu Barata, Prabu Hasti, Prabu Puru, Prabu Pratipa, Prabu Santanu, Prabu Abiyasa, Prabu Pandudewanata hingga sekarang ini diperintah oleh putra sulung Sang Destarastra.

Sinten ta jejuluking sri nata ing Ngastina, wenang dèn-ucapna, nenggih Mahaprabu Duryudana, Kurupati, Jakapitana, Hanggendarisuta. Mila jejuluk Duryudana, ateges naléndra ingkang abot sangganing aprang. Kurupati, angratoni darahing Kuru. Jakapitana, duk nalika sang nata sinengkakaké ngaluhur jumeneng naléndra nyata maksih jejaka dèrèng nambut silaning akrami. Déné Anggendariputra, nyata sang nata putra pambayuning Kusuma Dèwi Gendari.

Siapakah gerangan raja di Astina ? Tiada lain dia bergelar Mahaprabu Duryudana, Kurupati, Jakapitana, Hanggendarisuta. Bergelar Duryudana karena dia adalah seorang nalendra yang mengedepankan peperangan dalam mencari solusi. Bergelar Kurupati lantaran dia adalah raja berdarah Kuru. Jakapitana karena saat diangkat menjadi raja dia masih muda dan belum memiliki pendamping hidup. Sedangkan Anggendariputra karena dia adalah putra dari Dewi Gendari istri dari Destarastra.

Kacarita, Prabu Duryudana kondhang ing rat naléndra bèrbudi bèrbandha, remen hanggeganjar hangulawisudha, nanging kirang marsudi rèhing tata krami. Kadang satus kang sami nyantana dèn-ugung kesenengané. Marma sagung para kadang sami kaduk adigang, adigung, miwah adiguna, ngendelaké kadanging ratu.

Diceritakan bahwa Prabu Duryudana terkenal sebagai raja yang kaya raya bergelimang harta, senang membagi ganjaran dan hadiah bagi siapa saja yang dianggapnya berjasa bagi dirinya, namun sungguh sayang perilakunya kurang baik dalam tata krama. Saudaranya kurawa yang berjumlah seratus dimanjakan dengan kemewahan dan limpahan harta benda serta dituruti segala keinginan untuk slalu bersenang-senang sehingga tidaklah heran pabila para kurawa selalu bersikap adigang, adigung dan adiguna, mengedepankan bahwa mereka adalah saudara seorang penguasa di sebuah negara besar.

Sungguh sifat dan watak yang tidak baik sikap adigang, adigung adiguna itu. Bukankah para bijak cendekia telah merangkai untaian tembang indah untuk difahami dan kemudian menjauhinya dan menghindarinya ?

Sêkar gambuh ping catur

kang cinatur polah kang kalantur

tanpa tutur katula-tula katali

kadaluwarsa katutuh

kapatuh pan dadi awon

Tembang gambuh yang keempat, yang dibicarakan adalah tingkah laku yang kebablasan dan keterlaluan, tiada berisi kebenaran terbata-bata tak berujung berpangkal, pabila sudah terlanjur siapa yang bakal disalahkan, sungguh hal itu berakibat buruk.

Aja nganti kabanjur

sabarang polah kang nora jujur

yèn kabanjur sayêkti kojur tan bêcik

bêcik ngupayaa iku

pitutur ingkang sayêktos

Jangan sampai hal itu terjadi, segala tindakan yang tidak jujur, kalau dilakukan sungguh sangat tidak baik, lebih baik kau carilah, ajaran yang sebenarnya.

Pitutur bênêr iku

sayêktine apantês tiniru

nadyan mêtu saking wong sudrapapèki

lamun bêcik gone muruk

iku pantês sira anggo

Nasihat yang benar itu, sesungguhnya yang harus ditiru, meskipun asalnya dari orang yang hina dina, pabila baik dan benar ajarannya, sungguh pantas engkau manfaatkan.

CakraningratTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang