Selamat pagi, dunia. Siap untuk membuat cerita selanjutnya?
___
Siap dengan seragam putih birunya, gadis itu segera keluar dari kamarnya untuk memakan sarapannya bersama kedua orang tuanya. Ya, hanya dengan kedua orang tuanya saja karena ia merupakan anak tunggal dari sepasang suami istri yang menikah 18 tahun lalu.
Gadis itu kini sudah duduk di kelas 3 salah satu SMP swasta yang terletak tak jauh dari rumahnya. Ia adalah anak dari seorang pengusaha sukses dan sama sekali tidak pernah kekurangan kasih sayang. Ibunya, seorang wanita lembut yang sangat penyayang sedangkan sang ayah selalu menuruti apapun yang ia mau.
Tapi sayang, keinginan seorang Revalina Anindya itu tidak banyak. Ia bukan seperti anak-anak lain yang akan memanfaatkan sikap baik kedua orang tuanya untuk membeli dan melakukan apapun yang disukai. Ia, lebih suka menjadi wanita mandiri. Yang tidak bergantung pada siapapun, termasuk kedua orang tuanya.
"Aku udah selesai. Aku berangkat dulu ya, Ma, Pa," ucap Anin seraya bangkit dan menghampiri kedua orang tuanya.
"Gak mau bareng sama Papa aja?" tanya sang ibunda yang hanya dibalas gelengan oleh Anin. Setelahnya, ia melenggang santai dengan kedua telinga yang sudah disumbat earphone.
"Anak kita sikap dinginnya dari siapa sih, Pa? Aneh deh, perasaan yang suka dingin-dingin gitu tuh cowok, bukan cewek." Lastri, ibunda Anin memang suka kesal sendiri ketika melihat sikap anaknya yang sangat bertolak belakang dengan ia dan sang suami.
"Udahlah, Ma. Lagian bagus tau, biar dia bisa jaga diri dan Papa gak perlu khawatir karena gak bakal ada yang deketin Anin sekarang," ucap Adi setelah ia meneguk kopinya sampai habis. Yang diberi jawaban itu tidak terima dan hanya mendelik kesal.
"Apa? Gak boleh gitu loh sama suami, harus lembut tatapannya," kata Adi setelah melihat tatapan yang dilayangkan sang istri.
"Ya abisnya. Papa emang mau kalo anak kita jadi perawan tua, ha?" Adi yang diberi pertanyaan itu jelas saja kaget dan mengangkat sebelah alisnya. Lalu ia tersenyum lembut dan mendekati kursi sang istri.
Dikecupnya sayang puncak kepala Lastri lalu ia menumpukan kepalanya di atas kepala Lastri. "Gak gitu, Sayang. Maksud aku itu, biar dia gak pacaran yang ujungnya bakalan nyakitin anak kita sendiri. Masa kita susah-susah ngebesarin dia tapi ujungnya malah disakitin sama cowok yang gak jelas asal usulnya? Aku gak mau, Sayang. Aku gak rela."
Mendengar itu, Lastri bangkit lalu memeluk suaminya. Ya, entahlah. Jika menyangkut anaknya, seorang ibu memang selalu dramatis. Mereka hanya ingin yang terbaik untuk anaknya, bahkan apapun akan mereka korbankan asalkan itu untuk anak yang ia cintai.
"Udah, sekarang kamu jangan khawatir lagi ya. Lagian, Anin itu udah 15 tahun, dia sudah remaja, Sayang."
Lastri melepas pelukannya dan tersenyum lembut ke arah sang suami. "Iya. Kamu berangkat gih."
"Yah, kirain mau nahan aku supaya terus disini," ucap Adi dengan nada yang terdengar sedih.
"Dih, apaan? Udah ayo berangkat," ucap Lastri lalu mengambil tas kerja suaminya.
📷📷
Sementara di salah satu sekolah menengah atas, seorang pemuda tengah bersenandung pelan sambil berjalan di koridor menuju kelasnya.
"Mentari terbenam."
"Lah, ini kan masih pagi. Kok terbenam sih? Ulangi lagi lah." gumamnya.
"Mentari ter– ANJING!" Nyanyiannya terhenti ketika bahunya ditepuk keras oleh seseorang di belakangnya.
"Woilah, kaget lo bro?" Sementara sang tersangka malah tertawa terbahak-bahak melihat sahabatnya kaget seperti itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Klandestin
RandomKlan.des.tin n. Secara rahasia, secara diam-diam. Revalina Anindya, seorang gadis cuek dengan dunia hitam putih yang ia ciptakan sendiri. Bukan. Bukan dunia gelap yang dimaksudkan. Dunia hitam putihnya adalah buku, ponsel dan senja. Ya, sebagian ora...