Bagian 4 - Alex Riordan

33 10 36
                                    

Sebuah pelarian bodoh seorang Alex Riodran, begitulah sebutan yang cocok untuk kejadian yang kualami sekarang.

Sebenarnya aku tidak mengerti apa yang tengah kulakukan saat ini. Meninggalkan apartemen lalu pergi ke bandara, bertemu gadis tomboy yang sok tegas——lalu berakhir dalam pesawat menuju negara Eropa bagian utara.

Aku langsung menghubungi temanku agar membuatkanku surat palsu tembusan rapat agar aku bisa membeli tiket pesawat dadakan. Saat kutahu gadis itu hendak pergi ke Norwegia, aku tidak punya tempat tujuan. Kurasa ikut dengannya suatu hal yang tepat.

Gadis itu membawa tas besar, kutebak dia akan melakukan sebuah pendakian ataupun penjelajahan alam. Siapa tahu di sana ada sebuah jurang dalam yang bisa kuterjuni, huh! kebodohan apalagi ini.

Apa yang akan kulakukan di sana? Aku bahkan tidak membawa satu barang sama sekali. Kecuali handphone dan dompet. Norwegia, tunggu! Bukankah itu termasuk bagian Arktik?. Aku menatap seluruh penumpang pesawat, hampir 95 persen mereka menggunakan jaket wool atau sweater berbahan tebal lainnya. Hanya aku yang menggunakan tuksedo konyol seperti ini. Semoga saat turun di Oslo aku menemukan penjual sweater atau apapun, akan sangat konyol jika keluargaku menerima berita aku tewas membeku di negara orang.

Keluarga? Bukankah aku sedang menghindari mereka. Mengapa aku masih memikirkan mereka dalam keadaan seperti ini. I'm stressed out!!! Apalagi jika memikirkan perempuan itu, perempuan yang menjadi alasanku untuk kabur.

Alasan aku kabur adalah untuk menghindari kakak perempuan ku. Dia mencintaiku dan ingin aku menikahinya, OH GHOST! This is a stupid thing. Semuanya membuatku frustasi. Bagaimana mungkin dia bisa mengarang cerita kepada kedua orang tuaku kalau aku telah menidurinya dan mengaku hamil padahal kenyataannya tidak, jikapun benar ada embrio yang berkembang dalam janinnya——itu bukan ulahku——Badeb*h! Mengapa ibu dan ayah mempercayai ucapan wanita itu dan tidak memberi sedikitpun kesempatan untukku berbicara.

Jika saja kepala manusia bisa meledak, kurasa aku sudah kehilangan kepalaku.

"Kamu akan melakukan pendakian?" tanyaku pada gadis yang kutemui di bandara. Aku benar-benar sakit kepala karena memikirkan hal gila itu, jadi kuputuskan untuk mengajaknya mengobrol. Dia baru saja terbangun dari tidurnya di sisa 1 jam perjalanan kami.

"Mengapa Anda harus tahu?" cetusnya, dengan wajah garang——lagi. Tidak sadarkah ia jika berekspresi seperti itu tidak membuatnya terlihat seram, justru malah menjadi gemas. Eh, apa itu barusan.

"Bolehkah aku ikut denganmu?" Aku baru saja mengemis ijin padanya. Luntur sudah alibi yang ku buat saat mengaku tidak mengikutinya.

"Mendaki dengan membawa pria kantoran sepertimu hanya akan mempersulit diriku! Aku tidak ingin masuk berita hanya karena membawa seorang lelaki aneh mendaki bersama lalu tewas terkena Hipotermia!" ujarnya dengan sorot mata tajam, selalu seperti itu.

Pria kantoran? Benarkah aku terlihat seperti itu. Hmm, aku kembali merenung. Memikirkan apa yang harus kulakukan selanjutnya, jika gadis itu berkata aku tersesat, mungkin itu benar.

Sebuah ide cemerlang muncul di kepalaku, bagaimana jika saat pulang nanti aku menyewanya untuk dibawa ke rumah. Bukan untuk disewa tanda kutip, tolong berfikir positif. Jika aku pulang membawa seorang perempuan yang mengaku sebagai pacarku, mungkin kak Felix akan menyerah mengejarku. Tapi aku tidak yakin gadis itu akan mau dijadikan pacar pura-pura ku. Lihat saja, ia bahkan tidak bisa bersikap ramah. Biar kucari cara untuk membuatnya mau berteman denganku terlebih dahulu.

Borealis di Langit Utara [Hiatus]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang