13

52 6 5
                                    

"CURANG!! POKOKNYA TANDING ULANG!"

"Aish hyung ini, sudah sepuluh kali tanding ulang, kalau kalah ya terima saja!"

Aku yang mendengar suara berisik langsung berhenti membaca novel. Ini sudah hampir tengah malam, tapi mereka berdua berteriak seperti itu sejak tadi.

"Apa kalian bisa lebih tenang? Aku tidak mau tetangga terganggu lalu memarahi kita," 

"Tapi tetanggamu itu aku," sahut Dokyeom.

"Tetangga yang lain,"

"Kabar baiknya di apartemen  tingkat 3 ini hanya ada kita," kata Seungcheol Oppa.

Oke baiklah terserah. Baguslah kalau begitu. Tapi menyeramkan juga, bagaimana kalau ada 'penghuni lain' yang tinggal di apartemen sebelah? Hm, tapi aku tidak penakut. Kalau aku melihat mereka mungkin sebaiknya kusapa. 

Aku mengabaikan mereka berdua yang masih berdebat di ruang tengah, semoga mereka tidak menghancurkan konsol game ku. 

Setelah meletakkan ponsel baruku di meja makan, aku membuka kulkas untuk mencari sesuatu yang dapat ku makan. Tapi sebelum menemukan apapun, ponselku berdering.

Tanpa nama. Haruskah aku mengangkatnya? Selarut ini?

"Yeoboseyo?" entah kenapa aku penasaran dan memilih untuk mengangkatnya.

"Kau belum tidur?"

Kalau aku tidur memangnya bisa mengangkat telpon?

"Hei aku mengganggumu? Kau sedang sibuk?"

"Kenapa?"

"Aku merindukanmu! Kapan kau menemuiku?"

"Siapa kau?"

"Orang paling tampan sedunia, Kim-"

Aku segera mengakhiri panggilannya. Siapa dia? Apa nomor ponselku bocor lagi ke penggemar?

Aku menyimpan kontaknya dengan nama 'orang gila yang menelponku tengah malam'. Jadi jika suatu saat ia menghubungiku lagi aku bisa langsung meneriakinya tanpa memastikan nomornya.

Tak lama kemudian ponselku kembali berbunyi, aku dengan cepat menyambar ponselku dan berteriak.

"DASAR PRIA GILA!!"

"Yeseul? Ada apa?"

Suara wanita yang familiar. Aku langsung mengecek layar ponsel dan jelas tertulis 'eomma'. Astaga.

"A-ah... Mianhae eomma, tidak ada apa-apa. Hanya meneriaki Seungcheol Oppa tadi~" bohongku.

"Oh begitu... Yeseul, bagaimana keadaanmu? Maaf eomma dan appa belum bisa pulang,"

"Tidak apa-apa eomma, ingatanku sudah mulai membaik. Dokter bilang aku hanya perlu hati-hati dengan kakiku,"

"Kau belum tidur? Bukankah disana sudah tengah malam?"

"Sebentar lagi eomma. Mungkin setelah menyuruh Dokyeom dan Seungcheol Oppa diam,"

"Aigo dua anak itu masih saja ya. Ah, baiklah sampai jumpa nanti, jaga dirimu,"

Setelah menutup telpon aku membawa cola dan keripik kentang ke kamar. 

Baru saja aku hendak berbaring, mataku menangkap sesuatu dari meja belajar. Sebuah amplop yang ternyata berisi surat dari agensiku. 

Mungkin yang dapat kusimpulkan mereka memintaku kembali ketika aku sudah lebih baik. Besok aku akan menemui managerku di gedung agensi. Tapi aku harus membuat janji dulu kan? Dan aku tidak punya nomor ponselnya. 

Besok aku akan membuat janji, ini sudah terlalu larut. Tidak sopan kan menghubungi seseorang di tengah malam seperti ini?


----

Aku bangun ketika menyadari hari semakin siang. Jam 10 pagi. Aku yakin oppa juga belum bangun. Biasanya aku yang membangunkannya, kalau aku tidak bangun dia juga dapat dipastikan belum bangun.

Aku mencuci wajahku lalu keluar kamar.

Benar saja. Dia dan Dokyeom tidur di sofa ruang tengah dengan televisi yang masih menyala. Kalau terus begini namanya boros listrik kan.

"Sebentar lagi musim semi, apa kalian mau menyambut musim semi dengan malas-malasan seperti ini?" aku mematikan televisi dan membereskan meja yang penuh sampah makanan.

Seungcheol Oppa bangun tapi masih dengan mata tertutup, sambil membangunkan Dokyeom. 

"Oppa, bukankah grup kalian akan comeback dalam waktu dekat? Kenapa kau terus-terusan di rumah? Kapan kau kembali ke dorm?"

"Kau mengusirku?" tanyanya, menoleh ke arahku dengan mata tertutup. 

"Cepatlah bangun dan bereskan semua ini, aku akan pergi belanja,"

"Ne~" jawab mereka. Hei apa aku ini tinggal bersama anak kecil?

Aku memakai coat dan syalku-jangan lupakan masker- lalu melesat ke supermarket. Membeli bahan makanan yang sudah kosong karena tak ada satupun dari kami yang belanja setelah aku pulang dari rumah sakit.

"Ah, apa aku harus membeli cola? Seingatku persediaan di rumah sudah habis,"

Aku berjalan menuju rak minuman dan melihat seseorang yang tidak asing.

"Soonyoung?"

Ia menoleh padaku sebentar, "pelankan suaramu,"

"Maaf," 

Soonyoung tidak bersuara lagi setelah itu, ia hanya mengambil barang dan memasukkannya ke keranjang  lalu pergi begitu saja. Tanpa menatapku sedikitpun.

"Soonyoungie," panggilku.

"Kenapa?"

"Kau menghindariku?"

"Ck. Aku sedang buru-buru," jawabnya dingin lalu meninggalkanku.

Seketika aku merasa hampa.

Dia bukan Soonyoung kukenal. Aku tidak melihat senyuman manisnya. Aku tidak mendengar  lagi teriakannya. Ia tak pernah lagi menyambut kedatanganku di ruang latihan mereka. 

Aku baru menyadari, dulu aku mengambil keputusan tanpa memikirkan perasaannya. Kalau saja aku lebih tegas untuk menolak keiginan eomma sejak awal, akankah Soonyoung masih bersamaku saat ini?


Aku... merindukannya.



Memory (Kwon Soonyoung)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang