Part 3

156 13 5
                                    

Diterjemahkan dari cerita pendek The Ones Who Walk Away from Omelas karya Ursula K. Le Guin yang diterbitkan tahun 1973.

Aturan ini ketat dan mutlak; bahkan tidak boleh ada seorang pun yang memberikan kata-kata baik kepada anak itu.

Sering kali anak muda pulang ke rumah sambil menangis, atau marah tanpa air mata ketika mereka melihat sang anak dan menghadapi paradoks mengerikan ini. Mereka akan merenungkannya beberapa minggu atau beberapa tahun.

Namun seiring berjalannya waktu, mereka mulai menyadari bahwa meskipun anak itu dapat dilepaskan, ia tidak akan banyak mendapatkan kebebasan: kesenangan kecil yang didapatkan dari kehangatan dan makanan, tidak diragukan lagi, tapi hanya sedikit lebih dari itu.

Terlalu cacat dan idiot untuk tahu kesenangan yang sesungguhnya. Ia sudah terlalu lama hidup dalam ketakutan untuk bisa dibebaskan dari rasa takut itu sendiri. Tempat kediamannya terlalu buruk baginya untuk dapat merespon perlakuan manusiawi.

Tentu setelah sekian lama, anak itu bisa jadi malang tanpa tembok yang melindunginya, dan kegelapan di matanya, juga kotoran untuk diduduki.

Air mata mereka terhadap ketidakadilan pahit ini mengering ketika mereka mulai mengerti keadilan buruk sebuah kenyataan, dan menerimanya. Namun air mata dan kemarahan merekalah; usaha kemurahan hati dan penerimaan atas ketidakberdayaan merekalah, yang mungkin adalah sumber sejati kemegahan hidup mereka.

Tidak ada kebahagiaan yang hambar dan tidak bertanggung jawab. Mereka tahu bahwa mereka, seperti anak kecil itu, tidak sepenuhnya bebas. Mereka tahu welas asih. Karena kehadiran dan pengetahuan mereka akan eksistensi sang anak, mereka mampu melahirkan luhur mulia dalam aristektur mereka, musik mereka mampu menyadarkan kesedihan, dan ilmu pengetahuan mereka memiliki kedalaman.

Karena anak itulah, mereka menjadi sangat lembut dengan anak-anak mereka. Mereka tahu jika si kecil malang tidak terisak di dalam kegelapan, si kecil lain—pemain suling itu—tidak dapat menyanyikan lagu bahagia ketika para penunggang muda berlomba dengan indahnya di bawah sinar matahari pada pagi pertama musim panas.

Apakah sekarang kau percaya pada mereka? Apakah menurutmu mereka masuk akal?

Ada satu hal lain lagi yang ingin kuceritakan padamu, dan menurutku ini cukup luar biasa.

.

.

.

Pada suatu ketika, salah satu remaja perempuan atau laki-laki yang pergi mengunjungi anak kecil itu tidak pulang untuk menangis atau marah.

Faktanya, mereka tidak pulang sama sekali.

Kadang-kadang juga seorang pria atau perempuan yang lebih tua diam dalam kesunyian sehari atau dua hari, lalu meninggalkan rumah.

Orang-orang ini pergi ke jalan, dan menyusuri jalan itu sendirian. Mereka terus berjalan, dan terus berjalan keluar dari kota Omelas, melewati pintu gerbang yang indah. Mereka terus berjalan melalui tanah pertanian Omelas.

Tiap orang berjalan sendiri, pemuda atau gadis, laki-laki atau perempuan. Malam tiba; para penjelajah itu harus melewati jalanan desa, di antara rumah-rumah dengan jendela kuning dan dalam kegelapan padang.

Masing-masing, sendiri, mereka pergi ke barat dan utara, menuju pegunungan. Mereka terus melangkah. Mereka meninggalkan Omelas, mereka berjalan menuju kegelapan, dan mereka tidak kembali lagi. Tempat mereka pergi adalah tempat yang lebih tidak dapat dibayangkan oleh kita ketimbang membayangkan kota kesenangan.

Aku tidak dapat menjelaskannya sama sekali.

Ada kemungkinan tempat itu bahkan tidak ada.

Tapi sepertinya mereka tahu ke mana mereka pergi, ya mereka, mereka yang pergi meninggalkan Omelas.

--THE END--

🎉 Kamu telah selesai membaca [Terjemahan]The Ones Who Walk Away from Omelas 🎉
[Terjemahan]The Ones Who Walk Away from OmelasTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang