BAGIAN 4

299 19 0
                                    

"Yeaaa...!" Dengan gerakan serentak, Ki Gendi dan Ki Sumarja cepat membuang diri ke depan. Mereka menduga gadis itu pasti tak akan selamat. Bahkan akan tewas terkena tebasan pedang laki-laki bertampang seram itu.
Namun bukan main kagetnya kedua orang itu ketika bangkit. Tampak perempuan itu melesat keluar rumah. Sementara, laki-laki bertambang seram itu terus mengejar dengan kibasan-kibasan pedangnya. Dan ketika telah berada di halaman, perempuan cantik yang dikenali Ki Gendi sebagai Setiasih itu segera melayani serangan-serangan pedang dengan liukan-liukkan tubuhnya.
"Gila! Tapi, aaakh.... Aduh...," desis Ki Sumarja kaget.
Laki-laki tua itu tiba-tiba menggigil kedinginan. Dan sebentar saja tubuhnya berguling-gulingan sambil menjerit kesakitan.
"Marja, kenapa kau? Kenapa?!" sentak Ki Gendi sambil menggoyang-goyangkan tubuh laki-laki tua itu.
Untuk sesaat, kepala desa itu menjadi kalut. Kepalanya menoleh ke kiri dan kanan. Masih untung Wongso serta beberapa orang jagoan desa telah berada ditempat itu. Sementara penduduk yang terjaga dari tidur juga bergegas menuju rumah Ki Sumarja.
"Cepat! Bawa dia ke tempat Ki Gringsing. Mudah-mudahan orang tua itu bisa menyembuhkan!" perintah Ki Gendi.
"Percuma, Ki...," sahut salah seorang yang berada di dekatnya.
"Kenapa?"
"Ki Sumarja tak akan selamat. Dia telah terkena racun jahat perempuan itu...."
"Keparat!" maki Ki Gendi.
"Beberapa orang yang dibawa berobat ke tempat Ki Gringsing tak ada yang sembuh. Dan semuanya tewas," lanjut orang tadi.
"Kalau begitu, kalian bantu dia. Dan tangkap perempuan itu untuk dihukum!"
"Baik, Ki!"
Lima orang jagoan Desa Weton Nyelap langsung melompat, hendak membantu meringkus perempuan yang tengah bertarung. Namun....
"Sial! Siapa yang menyuruh kalian mencampuri urusanku, heh?!" bentak lelaki berwajah seram.
"Maaf, Kisanak. Perempuan itu telah lama kami cari, karena telah meresahkan desa ini. Maka sudah sepatutnya kami tangkap!" sahut seorang di antara kelima jagoan desa itu.
"Phuih! Siapa peduli dengan urusan kalian. Dia telah membunuh adikku. Maka sudah sepatutnya dia mampus di tanganku!" dengus laki-laki seram itu.
"Huh! Kenapa berebutan jika ingin mampus?! Ayo, majulah kalian semua. Biar mudah aku mengirim kalian ke akherat!" dengus perempuan berwajah cantik itu menantang.
Begitu selesai kata-katanya, perempuan yang dikenali sebagai Setiasih itu melenting ke atas seraya berputar-putar di udara. Sementara laki-laki berwajah seram itu mengikuti dari bawah sambil mengayunkan pedang. Begitu juga kelima jagoan itu. Mereka langsung menghadang di bawah dengan golok terhunus.
"Yeaaa...!" Mendadak Setiasih mengayunkan telapak tangan kirinya.
Wusss...!
Seketika dari telapak kiri perempuan itu menebar segumpal kabut berwarna hitam kemerahan yang menghalangi pandangan. Bahkan kabut itu membawa bau busuk yang amat menyengat. Begitu cepat gerakannya, sehingga tak disadari para pengeroyoknya. Maka....
"Aaa...!".Terdengar jeritan panjang dan menyayat, yang diiringi terlemparnya beberapa orang termasuk laki-laki seram yang tadi berhadapan dengan Setiasih. Rupanya, kabut berwarna hitam kemerahan-merahan itu membawa racun yang amat mematikan. Akibatnya mereka kontan ambruk di tanah dengan dada hangus.
Tampak dari mulut, hidung, dan telinga mengeluarkan darah berwarna kehitam-hitaman. Jelas nyawa mereka telah terenggut secara mengenaskan. Sementara itu dari kelima jagoan desa itu, hanya seorang yang berhasil menyelamatkan diri, karena tadi sempat menjatuhkan diri ke tanah, langsung bergulingan menghindari serangan yang cepat dan tak terduga itu.
Melihat kejadian ini tentu saja kemarahan penduduk Desa Weton Nyelap yang sejak tadi semakin banyak berkumpul serentak bangkit. Dan secara berbarengan mereka maju sambil mengacung acungkan senjata apa saja untuk menghajar perempuan itu.
"Hi hi hi..! Kalian pikir bisa berbuat sesuka hati seperti lima belas tahun lalu?! Hari ini adalah pembalasan yang setimpal, atas perbuatan kalian terhadapku dan anakku. Kalian akan mampus! Kalian akan mampus!" kata perempuan berwajah cantik itu dengan suara melengking.
"Heh?! Kalau demikian, benar dugaanku! Dia Setiasih. Tapi apa betul?" gumam sebuah suara.
"Huh! Siapa yang peduli?! Yang penting perempuan laknat ini harus mampus!"
"Bunuh dia...!" teriak beberapa oang. Seperti air bah, puluhan penduduk Desa Weton Nyelap menyerbu ke arah Setiasih. Namun saat itu, pula terdengar satu suitan nyaring yang menggema di tempat itu. Kemudian, disusul melesatnya sesosok tubuh yang langsung menyerang penduduk desa.
"Bagus, Palang Geni! Mari kita hancurkan mereka bersama-sama!" kata Setiasih sambil tertawa nyaring.
"Hiyaaa...!"
Dalam sekejap saja beberapa orang penduduk desa memekik kesakitan dan ambruk tak berdaya begitu Setiasih bersama seorang pemuda tampan membantai satu persatu penduduk desa yang tak memiliki kepandaian apa-apa. Sementara di tempat itu pun mendadak tercium bau busuk yang menyengat. Bahkan beberapa saat kemudian muncul... tengkorak-tengkorak manusia!
Entah dari mana datangnya, tapi tengkorak itu yang jumlahnya mencapai puluhan langsung mengepung dan menyerang penduduk Desa Weton Nyelap. Tentu saja hal itu membuat mereka ketakutan dan berlarian ke sana kemari untuk menyelamatkan diri. Namun, sebagian lainnya melawan dengan gigih meskipun harus menemui ajal di tangan kedua orang yang memiliki kepandaian tinggi dan di tangan kerangka-kerangka manusia yang tak kenal ampun.
Dalam sekejap tempat itu berubah menjadi ladang pembantaian, dengan mayat-mayat yang bergelimpangan. Hampir seluruh penduduk Desa Weton Nyelap tewas dengan cara amat mengerikan. Sementara beberapa orang saja yang selamat, karena telah lebih dulu kabur!
"Hi hi hi...! Kini terimalah akibat perbuatan kalian terhadap kami dulu. Hi hi hi...! Tak akan kubiarkan seorang pun yang akan menghina kami!" teriak Setiasih dengan ketawa nyaring.
Setiasih dan anaknya yang bernama Palang Geni merayapi sekitarnya yang telah penuh dengan mayat. Lalu mereka melesat meninggalkan tempat itu dengan gerakan gesit. Sementara kerangka-kerangka manusia tadi juga mengikuti, dengan melangkah perlahan-lahan. Kini Desa Weton Nyelap, kembali sunyi, sepi dan berubah menjadi kuburan penduduknya sendiri!

124. Pendekar Rajawali Sakti : Penghuni Telaga IblisTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang