Aku bertemu dengannya sembilan tahun yang lalu, saat itu kami sama-sama menempuh kelas terakhir di sekolah dasar dan sedang mempersiapkan rentetan ujian sebagai penentuan kelulusan kami. Dia Daffa, seorang pria yang cukup populer saat itu, entah apa yang membuatnya begitu. Mungkin karena dia mengikuti salah satu olahraga bela diri atau dia juga pemain voli di sekolahku dulu, mungkin juga karena dia salah satu dari banyaknya teman pria yang cukup menarik di mata kami para wanita saat itu.
Aku masih ingat beberapa temanku menyukainya, termasuk aku. Tetapi hanya aku yang tidak berani mengakui bahwa aku menyukainya dan ternyata memendam perasaan diam-diam adalah keahlianku sejak sekolah dasar. Ketika itu jam istirahat sedang berlangsung, aku dan teman-temanku duduk di pinggir lapangan sambil melihat teman-teman pria kami bermain sepak bola sampai salah satu temanku memulai obrolan.
"Eh lihat deh itu Daffa." Ujar Sesil.
"Terus kenapa?" Tanyaku.
"Gue suka sama dia."
"Lah lo suka juga sama dia?" Sela Andin temanku yang lain.
"Emang cuma lo doang yang suka dia. Gue juga kali." Jawab Sesil.
Andin memang sudah menyukai Daffa sejak kami pertama kali berada di kelas 6 SD tapi hanya kami yang mengetahuinya.
"Sejak kapan lo juga suka sama dia?" Tanyaku.
"Sejak Rahmi sering banget cerita kalau Daffa tuh anaknya manis banget walaupun cuek gitu." Jelas Sesil.
Rahmi yang merasa namanya disebut langsung melihat ke arah Sesil dan berujar "Kok jadi gue?"
"Lo juga suka Daffa?" Tanya Andin.
"Ngga kok."
"Ngaku aja mi." Ujar Sesil.
"Saingan gue nambah lagi dong."
"Kita saingan sehat aja." Usul Sesil
Aku yang sejak tadi hanya diam dan mendengarkan saja langsung menatap Sesil ngeri "Apaan sih lo saingan emangnya si Daffa barang? Lagian kenapa kalian suka sama Daffa sih?"
"Gini ya Ra, udah jadi rahasia umum kalau Daffa banyak yang suka." Jelas Rahmi.
"Masa?" Jawabku tidak percaya padahal dalam hati berbisik lirih ya gue sih ngga ada apa-apanya dari mereka yang suka Daffa.
"Iya. Kayaknya cuma lo doang deh Ra yang ngga suka Daffa." Ujar Sesil.
Hari-hariku di sekolah memang dipenuhi dengan obrolan seputar Daffa. Sampai memasuki bulan ramadhan, aku memutuskan untuk pertama kalinya melaksanakan shalat tarawih di masjid dekat rumah teman-temanku padahal jaraknya cukup jauh dari rumahku dan ada kejadian yang cukup mengejutkan saat itu, temanku Sesil yang memang paling berani diantara kami menanyakan dengan terang-terangan ke Daffa.
"Daffa." Panggil Sesil.
"Ngapain sih Sil?" Tanyaku. Benar-benar ya si Sesil ini kenapa juga dia malah manggil Daffa? Dia ngga lihat mukanya Andin udah merah dan gemetaran gini?
"Apa?" Tanya Daffa setelah menghampiri kami.
"Lo jangan pura-pura ngga tau deh. Teman-teman kita banyak yang suka sama lo. Ngga ada satu pun cewek yang lo suka diantara kita apa?" Ujar Sesil.
Gila ya si Sesil bisa-bisanya nanya gitu. Batinku berbisik.
"Ada lah. Habis lebaran gue kasih tau orangnya siapa." Jawab Daffa.
"Ra, lo denger kan si Daffa ngomong apa?" Tanya Andin menatapku.
"Denger kok. Kenapa emang?"
"Gue boleh berharap gak kalau cewek itu gue?"
"Boleh. Tapi kalau Daffa sukanya gue jangan sedih ya." Sela Rahmi.
"Heh kenapa jadi lo yang kegeeran kan yang nanya gue berarti sukanya gue kali." Sesil menimpali.
"Emang ngga ada yang waras otak lo semua. Yuk udah mulai tuh shalatnya." Jawabku.
Sebagai wanita yang saat itu juga menyukainya, aku pun sama penasaran dengan teman-temanku. Tetapi aku tidak memperlihatkannya lagi pula aku juga tidak pernah mengobrol dengan Daffa jadi mustahil sekali kalau aku yang ia sukai jadi aku memutuskan untuk tetap diam dan menyimpan perasaan suka itu buatku sendiri.
Akhirnya hari itu dimana masa liburan habis dan kami kembali ke sekolah pun tiba. Saat itu sehabis jam olahraga berakhir, aku memutuskan untuk ke dalam kelas duluan tetapi tanpa kusadari Daffa mengikutiku.
"Ra." Sapa Daffa.
"Iya." Jawabku
"Gue mau ngomong boleh?"
"Ngomong aja."
"Dipojok sana aja biar ngga keliatan orang bisa bahaya."
"Dih ngapain sih ngomong aja repot banget."
"Yuk lama." Jawab Daffa sambil menarik tanganku.
"Kenapa sih?" Tanyaku dan melepaskan tangan Daffa padahal jantungku berdebar kencang saat itu.
"Gue mau ngomong."
"Yaudah ngomong."
"Sebenarnya yang gue suka itu lo."
"Hah gimana?" Jawabku bingung bercampur gemetar dan debaran jantung yang berdegup kencang.
"Tuhkan. Gue tuh suka sama lo dan cewek yang gue suka itu lo."
"Iya terus?" Tanyaku sok polos.
Daffa mulai terlihat kesal saat itu karena sikap pura-pura polosku ditambah teman-teman kami yang lain juga sedang berjalan memasuki kelas "Terus lo mau jadi pacar gue gak?" Tanya Daffa.
"Iya gue juga suka sama lo dan mau jadi pacar lo kok." Jawabku.
"Kita pacaran ya?"
"Iya" jawabku bersamaan dengan teman-temanku yang masuk kelas.
Dan hari itu 10 oktober 2010 kami resmi berpacaran tentu saja ala anak sekolah dasar. Itu adalah hari dimana aku memiliki pacar pertama sekaligus cinta pertama yang tidak bertepuk sebelah tangan. Hal yang ngga pernah kuduga sebelumnya karena selama ini aku menyukainya diam-diam dan teman-temanku yang terang-terangan menyukainya. Bicara tentang teman, mereka sempat marah begitu mengetahui tentang aku dan Daffa tapi seiring berjalannya waktu mereka malah berbalik mendukung kami.
KAMU SEDANG MEMBACA
SEPASANG KAKI
Short StorySebenarnya ada banyak cara Tuhan mempertemukan dua orang dalam satu kisah dari hal sederhana hingga hal tidak terduga sebelumnya dan berakhir dipersatukan hingga tutup usia atau hanya sebatas menjadi sejarah tetapi apapun itu, tiap kisah memiliki ca...