By Ciayo Indah
.
Tepat tengah malam, lagi-lagi terbangun Upik kecil karena mendengar suara orang mengasah pisau di luar, samping kamarnya.
Gadis cilik itu pun pelan menyibak selimutnya, lalu menapakkan kedua kakinya di lantai kayu rumah panggung godang mereka.
Tubuhnya yang ringan tidak mengeluarkan suara derit saat melangkah pelan. Bocah perempuan bermata bulat, dengan kulit seputih porselein itu tak ingin menahan lagi rasa penasarannya, pada suara-suara aneh yang terus ia dengar tiap tengah malam, di samping kamarnya akhir-akhir ini.
Dibukanya pelan daun jendela kamarnya. Dari selah kecil jendela yang terbuka, gadis kecil itu kemudian tersentak mundur, saat dua netranya menangkap sesosok hitam di bawah panggung kamarnya.
Ia tutup mulutnya demi menahan jeritan. Memelototi punggung yang dipenuhi rambut hitam tergerai, itu adalah sosok perempuan yang sedang berjongkok.
Perlahan pikiran Upik menelaah, antara hantu atau manusia.
Rambut hitam, lebat, lagi terurai panjang hingga menyentuh tanah, pundak wanita itu bergoyang-goyang teratur, sambil mengeluarkan suara pisau dan batu yang dilaga.
Srek!srak!srek!srak!srek!
Perempuan itu juga mengeluarkan gumaman-gumaman menggeram, sadarlah Upik siapa wanita yang beberapa malam ini telah berhasil membuatnya takut itu.
"Ssshhh ... sssshh ... Begitu rendah, kalian memandangku, ssshh ... Ssshhh..."
Suara gumamannya, membuat Upik kecil kembali mendekat, ia bukan lagi takut. Gadis cilik itu kini sedih.
"Telah kalian remehkan keluargaku ... tak sedikitpun kalian tanyai kami, kau Zulfikar, kau anggap apa aku ini? Ssshh ... Sssshh bajingan kau, pendusta, kau pengkhianat, tukang selingkuh! kali ini telah mati seluruh rasaku padamu ... Ssshhh ... Ssshhh," Upik menelan ludah, ia ingin membuka lebar jendela dan memanggil ibunya, tapi ia takut, ibunya kini sudah stress.
Kembali Upik mengamati dari selah jendela di dini hari yang dingin, wanita yang melahirkannya itu sedang berjongkok dengan rambut tergerai semua, duduk sendiri di samping kolong rumah. Tubuhnya bergerak maju mundur, kuat mengasah terus pisau belatinya.
Upik menangis, melihat kenyataan ibunya terus berubah dari hari ke hari, wanita yang ia banggakan itu kini berubah stress alias 'agak miring' kata orang.
Berpenampilan seperti itu di tengah malam, ibunya kerap mengasah pisau sambil terus mengawasi pondok lain milik ayahnya bersama istri mudanya.
Malam ini ibunya benar-benar membuatnya takut, ia sama persis dengan hantu perempuan yang mengerikan.
Srek!srak!srek!srak!srek!
Suara asahan pisaulah yang kini membuat risau hati gadis cilik itu, apa jadinya kalau ibunya benar-benar nekad membunuh ayahnya dan cik Yusniar malam ini, di pondok mereka?
Bergantian, dilihat bocah itu sang ibu yang fokus mengasah belati, dengan pondok sederhana yang baru seminggu ditempati ayah dan istri mudanya, cik Yusniar, 10 meter dari kamarnya.
Nafas Upik kembali tertahan, air mata ketakutan bocah kecil itu terus mengalir, terlebih ketika kedua telinganya menangkap suara tangisan yang menyayat hati dari bibir ibunya.
Dahlia tak pernah bisa mengikhlaskan, ia terus saja tak terima dan menyesali keputusan Zulfikar menepis cinta yang selama ini mereka bangun hanya karena permintaan gurunya yang telah tewas. Terlebih lagi, Zulfikar suaminya. Kini jadi benar-benar menggilai sosok gadis bernama Yusniar, anak tuan gurunya.

KAMU SEDANG MEMBACA
Dahlia
Historical FictionUdah keluar Novelnya, bisa pesan ke wa saya 081370968830 Best Seller FB