Sebenarnya Rindu

2 0 0
                                    

Di Kelas

"Kak, temen kita gapapa tuh?" Tanya siswa yang membagi paling banyak bekal Hanindya. Ia khawatir dengan teman baik yang ingin berbagi walau tak ikhlas hati. Juga dengan suasana dan air muka tegang yang timbul oleh teman - teman dan juga kaka kelas

"Doain aja, semoga gapapa" Jawab Sherlin dengan wajah pucatnya yang masih berharap adik kelas itu baik - baik saja.

"Yaudah, kaka akan membimbing kalian untuk MPLS 3 hari kedepan"

"Semoga kalian tidak seperti hewan buas lagi" Titah Renotama dengan tegas sambil membenarkan posisi kacamata  yang terkadang menurun. Bukan terlihat culun, malah terlihat memiliki karismatik sendiri.

■■■■■

"Karna kamu berbicara, aku udah bilang kan, aku bakalan nembak kamu"  Ucap Elvano yang membuat Hanindya berhenti makan. Menimbulkan perasaan was - was. Karena Elvano berbicara dengan nada yang serius sambil mengulurkan tangannya ke saku baju. Mengambil benda yang membuat suara gaduh dan menimbulkan efek hening. Ya, Elvano mengeluarkan pistol sungguhan yang membuat seisi ruangan menjadi hening. Lalu menyodongkannya dengan jarak 3 cm di depan bibir kecil Hanindya.

Hanindya pun tersontak kaget dengan tindakan kejutan yang selalu dibuat oleh Elvano. Detik - detik kaka kelas di hadapannya melepas pelatuk pistol, Hanindya hanya bisa pasrah dengan keadaan seperti ini. Ia menutup mata sambil berdoa dalam diam.

Saat pelatuk pistol sudah ditarik, betapa terkejutnya Hanindya. Hanindya merasakan bibirnya terasa menyatu dengan benda lembut serta hangat. Ia pun membuka mata dengan perlahan untuk memastikan apa yang dilakukan siswa gila di hadapannya dengan. Betapa terkejutnya Hanindya, bagaimana tidak? Lelaki seram yang membawa senjata seolah ingin menerkam mangsa, kini mengecup lembut milik mangsa.

Elvano pun melepaskan kecupan singkat itu saat mata Hanindya mulai terbuka sempurna sudah terbuka sempurna dan Elvano melepaskan kecupan singkat itu. Saat itu pun, lelaki di hadapannya masih menunggu jawaban; apakah boleh ia melanjutkannya atau tidak. Masih dengan jarak yang sangat dekat, ia menampilkan sorotan mata tajam bak elang. Hembusan nafas wangi yang sudah lama tak tercium oleh indra Hanindya. Siapapun yang berada di posisi siswi itu pasti tersihir diperlakukan seperti ini, apalagi lokasi kejadian sedang sepi - sepinya.

Hanindya pun membalas singkat apa yang dilakukan Elvano tadi. Elvano pun menangkup wajah kecilnya bertujuan untuk melanjutkannya. Tetapi ditolak mantap oleh siswi berwajah kecil itu. Hanindya tak mau menjadi sorotan publik lagi. Walau tempat ini sepi, semenjak kejadian itu ia mempunyai keyakinan kuat dengan kata pepatah; Dinding bisa mendengar, pintu bisa melihat.

"Na... aku rindu" Terdengar suara parau nan serak milik Elvano. Hanindya pun melirik singkat wajah sedih Elvano. Kini matanya sudah membendung air mata yang membuat kelopak mata indah itu terlihat berkaca - kaca. Membuat Hanindya semakin merasa bersalah. Ia juga merindukan sosok lelaki di hadapannya. Sangat. Tapi, dengan segala perbedaan yang ada di antara keduanya, membuat Hanindya hanya bisa menahan dan merelakan semuanya. Untuk kebaikan masing - masing. Biarkan takdir yang menentukan.

Hanindya pun memutuskan untuk pergi tanpa membalas sepatah kata pun. Ia tak mau lagi melihat raut muka Elvano yang membuat dirinya semakin merasa bersalah dan rindu. Di balik punggung yang pergi, terdapat air muka sama sedihnya dengan Elvano.

■■■■■

"Nin, lu gapapa?" Tanya Chelsea Azzahra; teman sebangku Hanindya yang sudah saling memperkenalkan diri sebelum insiden terjadi.

Chelsea sangat khawatir dengan kepulangan teman sebangkunya yang menampilkan wajah berantakan seperti habis nangis. Apalagi dengan raut muka kaka kelas yang tidak fokus membina setelah Hanindya di bawa entah kemana oleh kaka kelas yang terlihat sangar.

Hanindya hanya menggeleng kecil serta menahan tangis. Semua yang melihat tahu Hanindya kenapa - napa. Karena baru kenal, Chelsea pun merasa tidak enak dengan Hanindya bila ia menanyakan hal yang sama. Karena Chelsea sangat menghargai privasi setiap orang.

"Wey, maapin gue ye. Mungkin lu dibawa dan jadi sok pahlawan jewer kuping dia gara - gara lu mau ngelampiasin emosi gue ke dia" suara dengan nada tengil seperti Elvano membuat Hanidnya tak bisa membendung kesedihannya lagi. Ia langsung menelungkupkan wajahnya di meja. Ia sangat rindu Elvano.

"Eh anjir, ko nangis" Panik siswa yang makin merasa bersalah akan tingkahnya.

"Lu diapain ama kakel tadi, njir! Sampe pulang - pulang malah nangis" Chelsea hanya menampakkan wajah kasihan oleh lelaki di hadapannya. Seberapa minimnya akhlak dan otak yang ia punya, sehingga menyalahkan orang lain. Padahal sudah jelas, saat ia bertanya Hanindya langsung menangis.

"Eh nih temen sebangku lu tenangin, dong"

"Nahyolu Edwyn, anak orang dinangisin" Ejek satu kelas dengan gembiranya. Sambil bertepuk tangan dan menciptakan lagu yang kompak. Yang di ejek semakin kesal, merasa bersalah, malu, semua menjadi satu.

"Gue gapapa kok" Hanindya pun mengangkat suara serak setelah menangis selama jam pelajaran istirahat. Selama itu pula teman sekelasnya mengejek Edwyn dengan senang hati. Karena bagi mereka, mengejek Edwyn sama dengan makan siang.

"Yah berenti nangis, nangis lagi dong" Ucap Benta Kusuma yang diakhiri dengan lemparan penghapus papan tulis oleh Chelsea.

Saat peperangan ingin dimulai, osis yang menjaga di ruangan tersebut datang dan mengintrusikan semua yang berada di kelas harus ke aula utama yang berada di lantai satu.

■■■■■

Semua kelas 10 pun sudah berada di aula utama. Ruangan yang memiliki ac memanglah terasa nyaman. Tapi bayangkan, jika ruangan dipenuhi lebih dari seratus siswa akan terasa... yah kalian bisa bayangkan sendiri.

"Diam" Titah ketua OSIS dengan tegasnya. Semua pun tersihir oleh titahannya. Suara lelaki Jaya Edgardo yang memiliki suara terseram kedua setelah Elvano. Suara Kenta memang berbanding tipis dengan keduanya. Yang membedakan mereka hanyalah niat. Kenta berniat untuk menertibkan, sedangkan Elvano beniar untuk menundukkan.

"Saat guru datang, aturi tata tertib. Jangan membantah. Yang membantah akan kami permalukan" Sorotan mata yang tajam membuat semua murid kelas 10 tertegun. Bagaimana tidak? Betapa kejamnya sekolah ini, walau di hari pertama.

Tiga guru pun datang dan memulai acara. Sesuai ucapan sihir ketua OSIS, semua menurut dengan rapih. Sepertinya selain mantra yang dilontarkan, mereka terdiam juga karena guru yang datang dengan membawa pistol, penggaris besi, dan kayu. Sungguh seperti sekolah kemiliteran.

Acara pun selesai dengan tegangnya. Semua mengeluh. Hell World. Memang sekolah ini sudah dijuluki seperti itu, tetapi mereka kira itu hanyalah sebuah julukan. Ternyata benar adanya. Dengan kedisiplinan yang kuat banyak alumni yang berhasil sehingga sekolah ini mendapatkan akriditas A. Juga, tak sedikit pula yang berhenti di tengah jalan karena tak kuat akan peraturan juga prinsip sekolah ini. Prinsipnya seperti hukum rimba; Siapa yang bertahan, dia yang menang. Tetapi prinsip sekolah ini bukanlah mengarah ke fisik, melainkan kepada mental yang siap diterjang ribuan cobaan hidup.

●●●●●

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jul 19, 2020 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Brother ZoneTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang