Sinar matahari yang sangat cerah mulai masuk menyinari sebuah kamar yang cukup hening. Masih dalam situasi yang sama, Jessi masih terjebak di dalam rumah mewah milik si monster.
Sejak kejadian kemarin, Jessi tidak berani keluar dari kamar yang kini dia tempati. Dirinya lebih memilih diam dan meratapi nasibnya. Semalaman gadis itu tidak tidur, dia hanya terus memikirkan cara agar bisa terlepas dari masalah ini. Lagi pula, bagaimana bisa dia tidur jika keadaannya seperti ini?
Jessi kini hanya menatap jendela satu-satunya yang ada di kamar tersebut, dengan tatapan sendu. Kantung matanya mulai menghitam dan wajahnya sangat pucat, benar-benar semakin terlihat menderita saja.
Ngomong-ngomong soal monster itu- Maksudnya, Jeno. Dia belum memunculkan batang hidungnya lagi di hadapan Jessi. Entah kemana dia, lagi pun Jessi tidak peduli.
Terlalu asyik melamun, Jessi baru sadar pintu kamarnya di ketuk dari luar dan membuatnya sedikit terkejut. Rasa takutnya mulai kembali, dirinya hanya mematung sambil menatap pintu tersebut. Padahal dia baru saja berfikir jika Jeno tidak ada karena mungkin dia telah meninggalkannya, tetapi itu tidak terjadi.
"Jessi?"
Jessi lagi-lagi hanya bisa terdiam. Dia sangat takut, kejadian kemarin itu tidak bisa di anggap main-main. Jessi tidak mengenalnya, tetapi orang itu sudah berani menciumnya. Dirinya tetaplah seorang perempuan, dia tentu tidak mau hal-hal yang lebih mengerikan lagi terjadi padanya.
"Oh, Gosh!" Teriak Jessi.
Gadis itu hampir melompat ketika Jeno tiba-tiba saja ada di hadapannya. Dirinya lupa jika Jeno bukan manusia biasa, jadi mau bagaimana pun, dia akan tetap kalah dan tidak bisa melakukan apa-apa.
Jessi melirik mata Jeno dan tangannya yang tengah membawa sesuatu, secara bergantian. Gadis itu tidak tahu entah apalagi yang akan di lakukan Jeno sekarang, benar-benar menyebalkan.
"Kenapa kamu nggak buka pintunya, Jessi?" Jeno bertanya, kemudian mulai melangkahkan kakinya mendekati Jessi. Gadis itu tentu saja dengan segera melangkah mundur, agar menjauh dari monster gila ini.
"Kamu nggak berniat buat jawab pertanyaan saya?" Tanyanya, lagi.
Jeno membuka sebuah box kecil yang sedari tadi dia pegang, yang ternyata berisi berbagai obat-obatan untuk luka. Hal itu membuat Jessi melirik siku tangannya, yang tempo hari terluka saat mengejar maling. Dia terdiam, kemudian memperhatikan gerak-gerik Jeno.
Gadis itu tetap terdiam dan enggan menanggapi Jeno. Sampai tiba-tiba, matanya membulat sempurna ketika Jeno menghampiri dirinya, lebih dekat. Jeno hanya menatap gadis itu sejenak, kemudian menarik tangan gadis itu dengan sangat hati-hati.
Jessi sudah merapalkan berbagai macam do'a, jaga-jaga jika monster ini melakukan hal aneh lagi. Tetapi yang dia dapatkan hanya benda dingin menyentuh siku tangannya yang terluka.
"Maaf." Jeno memulai pembicaraan kembali. Dia membersihkan luka Jessi dengan sangat lembut dan hati-hati, menggunakan kapas yang telah di beri obat, sepertinya. "Maaf dari kemarin saya lupa obat-in luka kamu, pasti sakit ya?" Lanjutnya, kemudian menatap Jessi.
Yang di tatap olehnya hanya bisa mengalihkan pandangannya, dan lagi-lagi enggan menanggapi perkataannya. Gadis itu merasa bingung sekaligus takut, dirinya heran kenapa monster ini mendadak bersikap baik kepadanya, bahkan sampai merawat lukanya ini.
"Kaki kamu yang terkilir kemarin, masih sakit?" Tanya Jeno, dirinya kembali menatap Jessi sekilas kemudian membalut lukanya menggunakan kasa dan plaster. Kali ini, Jessi menanggapi pertanyaan Jeno hanya dengan menggelengkan kepalanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Monster Of Trouble
Fantasy[15+] "Jangan takut. Saya nggak akan nyakitin kamu, Sweetie."