Selamat Ulang Tahun, Theofilus!

4 1 0
                                    

“Halo, Theo.” Suara di seberang sana terdengar khas orang menangis, serak.

“Eh.” Theo membaca lagi nama kontak yang ditampilkan di layar. Kirana.

“Kenapa, Ran?”

“Lo pasti udah tau kan dari Ara?”

Theo menghela napasnya panjang, “Iya, Ran. Kenapa?”

“Ayo nikah sama gue.”

“Hah maksudnya apa?!” Theo terkaget, lantas berpindah posisi menjadi duduk.

“Gue ngaku hamil anak lo di depan ibu sama ayah. Ayo nikah sama gue!” suara Kirana terdengar begitu serius di seberang sana.

“Heh, gila lo, Ran. Kenapa sih mempersulit keadaan gini?”

“Gue ga mau nikah sama Haris, dia udah punya anak!”

“Ran, mending lo tenangin diri dulu. Kalau udah tenang, gue ke kosan lo, ceritain semuanya. Jangan main ngajak gue nikah dong, masalah hidup gue sendiri aja belum kelar.”

“GAMAU! THEO PLIS LO HARUS BANTUIN GUE! NIKAH SAMA GUE!”

Setelah itu panggilan dari Kirana terputus. Theo mengacak rambutnya kasar, bingung dengan keadaan yang terjadi. Ia dan Kirana memang bersahabat, susah dipisahkan. Namun, belum pernah terbesit di pikiran Theo bahwa ada kalanya Kirana mengajaknya menikah.

“Gila kali ya tu bocah, main  nikah aja,” gumam Theo sambil membuka pintu kamarnya, berjalan menuju teras kosan.

“Udah baikan, Bang?” tanya Dirga yang sedang membantu Yuda mencuci film foto.

“Lah kenapa dia, Ga?”

“Gapapa, gue ga sakit kok.”

Theo duduk di bangku teras lantas menatap jalan aspal di depan kosan. Pedagang bakso dan mi ayam mulai bertukar shift dengan pedagang nasi goreng magelangan, anak-anak seusia Jacen dan Chris juga ramai bersepeda bersama.

“Yud, Ga. Kalau ada cewek tiba-tiba ngajak lo nikah itu artinya apa?” tanya Theo.

“Kalau itu Diandra mah gue gas, tapi tunggu dapet kerjaan lah,” jawab sang Dirgantara.

“Kan tiba-tiba, Ga. Tiba-tiba gitu loh,” ucap Yuda sambil menjitak kepala Dirga.

“Ada alasan ga kenapa tiba-tiba ngajak nikah?”

“Dia menghindari perjodohan dan ngaku-ngaku hamil,” jawab Theo masih dengan tatapan kosongnya.

“Ini cerita lo apa siapa sih? Galau amat.”

Theo masih melamun, tetapi batinnya sedikit terkejut. Ia masih takut membicarakannya dengan Yuda dan Dirga, walaupun kenyataannya mereka sangat dekat.

“Bukan. Temen kuliah gue.”

“Dari pandangan gue ya, Bang. Mending ngomong baik-baik tuh antara kedua belah pihak,” saran Dirga.

“Hooh, bener. Biar semuanya jelas, clear gitu.”

***

Bukan Yuda dan Dirga namanya jika tidak bisa menahan rasa penasaran dalam diri mereka. Setelah mengemasi peralatan foto, mereka berpamitan kepada Theo yang masih asik melamun di teras untuk pergi membeli sabun cuci muka ke minimarket depan gang.

“Yakin itu temennya, Ga?”

“Enggak. Gue tahu banget bang Theo tuh gapernah mikirin hidup orang lain, biasanya dia langsung kasih solusi begitu dicurhatin. Kecuali sama Kak Kiran, sih.”

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jun 30, 2020 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Juli, Satu-SatunyaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang