Gak Harus Jadi Kita

2 2 1
                                    

"Kanapa kemarin gak bales chat aku?!" tanya Kiki dengan tegas.

"Kuota aku habis, Ki," jawab Adit dengan jengah. Pacarnya ini bawel sekali.

Kiki memang perempuan yang bawel dan cerewet, terlebih lagi pada pacarnya. Dia juga lumayan posesif. Tak membiarkan para pelakor memiliki peluang untuk merebut Adit-nya.

"Nanti aku beliin!"

"Gausah, Ki. Aku mau beli sendiri."

"Bener loh ya? Nanti malem chat aku kalo udah beli. Kalo gak chat aku datengin rumah kamu."

"Ngapain sih, Ki. Gausah aneh-aneh!"

"Siapa tau aja kamu selingkuh."

Mendengar itu Adit memutar bola matanya jengah. Perempuan ini selalu  saja berpikir yang tidak tidak tentangnya. Kalo terus seperti ini, dia juga males.

"Terserah kamu lah, Ki."

Adit beranjak meninggalkan Kiki sendiri di taman. Kiki mengernyitkan keningnya. Kenapa Adit?

"Gue salah, ya?"

***

Bel pulang sekolah telah berbunyi. Namun hal tersebut nampaknya tak membuat Kiki senang.

"Lo kenapa sih, Ki?" tanya Afra temannya.

"Gak bisa pulang bareng Adit," jawab Kiki dengan lesu.

"Ah elah gitu doang. Pulang bareng gue aja yuk!"

Kiki hanya mengangguk dengan tidak semangat.

"Emang si Adit kenapa? Tumben banget."

"Gak tau. Katanya ada urusan."

"Oh gitu. Eh iya kita lewat koridor kelas 10 yuk! Sambil mau liat mading bentar."

"Oke deh."

Sepanjang perjalanan menuju mading, Kiki dan Afra saling tertawa karena lelucon yang dilontarkan Afra.
Namun ketika akan sampai didepan mading, langkah Kiki terhenti. Afra yang bingung pun ikut menghentikan langkah dan memandang kearah yang sama dengan Kiki.

Mata Kiki memanas. Dadanya sesak. Disana, tepatnya di kursi dekat mading. Kiki melihat Adit merangkul mesra adik kelas 10. Mereka bercanda dan tertawa ria bersama.

"Ki-"

"Gue gak papa."

Kiki dan Afra berjalan menghampiri dua orang tersebut.

"Adit!"

Adit dan adik kelas tersebut terlonjak kaget. Mereka berdua menoleh dan langsung kaget mendapati Kiki berdiri didepan mereka.

"Jadi ini ya urusan kamu?" tanya Kiki dengan datar.

"Ki-"

"Diem!"

Kiki mendekat kearah Adit dan berhenti ketika jarak mereka hanya tinggal satu jengkal.

"Bisa jelasin?"

Adit menghela napas. "Maaf, Ki. Tapi kita udah gak bisa sama-sama lagi. Aku udah capek sama kamu. Kamu terlalu ngekang aku dan itu bikin aku gak nyaman. Maaf, aku mau kita akhiri sampai disini. Kita putus!"

Kiki hanya menatap kosong kearah Adit dengan mata yang berlinang. Dadanya sesak sekali. Jadi ini yang dia dapat setelah berusaha mati-matian untuk hubungan mereka?

"Enggak, Dit. Aku gak mau!"

"Ki-"

Kiki mengangkat tangannya. "Enggak! Kamu sekarang diem dan dengerin aku."

Kiki menghirup udara dengan rakus. Rasanya oksigen tiba-tiba menghilang begitu Adit mengucapkan putus padanya tadi.

"Kalau ada sifat aku yang bikin kamu gak nyaman, bilang! Jangan malah cari pelarian dengan cara selingkuh kaya gini Adit!" Kiki berucap dengan keras, menumpahkan kekesalan dan kekecewaannya.

"Aku terlalu ngekang kamu? Bilang kalo kamu ngerasa begitu! Jangan diam aja. Kalo kamu mau bilang aku pasti bisa coba buat berubah, Dit."

"Maaf."

"Aku gak butuh maaf kamu."

Kiki mengangkat pandangannya pada gadis kelas 10 yang ia ketahui bernama Laras dari nametag nya. Laras hanya menunduk tak berani ikut campur.

"Kamu gak mungkin putusin aku cuma gara-gara sifat aku. Pasti adek kelas ini yang godain kamu," ucap Kiki dengan emosi.

"Heh lo kan yang godain Adit dan ngehasut dia supaya mutusin gue?! Ngaku lo!" Tangan Kiki terangkat untuk menarik rambut Laras. Laras hanya bisa pasrah, sedangkan Adit langsung mendorong Kiki dan menyembunyikan Laras dibalik punggungnya begitu melihat ancang-ancang Kiki untuk menyerang Laras kembali.

"Kiki!"

"Minggir, Dit! Biar aku kasih pelajaran yang pantes buat pelakor ini."

"Kiki kamu apa-apaan sih?! Berhenti kayak gini!"

Kiki tak mendengarkan. Dia terus mencoba meraih tubuh Laras yang ada dibalik punggung Adit.

"Kiki!" Adit memegang kedua lengan Kiki seraya membentak perempuan itu supaya sadar. Kiki seperti orang kesurupan yang tak memedulikan apapun.

Nafas Kiki terengah-engah, air matanya kembali mengalir. Kiki menangis meraung-raung. Dia jatuh terduduk, ia lemah sekarang. Lemah tanpa Adit-nya.

Adit berjongkok menyamakan tinggi mereka. "Ki, aku tahu ini nggak mudah. Tapi kita emang gak bisa lanjutin hubungan ini. Kita put-"

"ENGGAK!" Kiki memotong ucapan Adit.

"Kamu pikir tiga tahun hubungan kita ini apa sih, Dit? Kenapa kamu kayak gini?! Kenapa baru sekarang kamu protes akan sikap aku, hah?! Kenapa gak dari dulu?!"

"Maaf, Ki." Adit bangkit dari jongkoknya. Dia menggandeng Laras untuk mengikutinya pulang. Kiki menatap dengan nanar semua pemandangan menyakitkan itu. Adit ini berhati apa sih?! Batu?

"ADIT!" panggil Kiki dengan lantang.

Di ujung koridor Adit berhenti. Tanpa menoleh kebelakang, dia menunggu apa yang akan diucapkan Kiki berikutnya.

"DENGAR YA, AKU GAK ANGGAP KITA PUTUS. KATA PUTUS CUMA KELUAR DARI MULUT KAMU SECARA SEPIHAK! AKU GAK TERIMA DAN GAK AKAN PERNAH NERIMA! DENGAR ITU!"

Adit berbalik, memandang Kiki dengan kesal dan jengah.

"Terserah kamu!" Setelah mengucapkan kalimat itu, Adit dan Laras kembali melanjutkan jalan mereka. Meninggalkan Kiki yang kembali menangis.

...

Kiki terus menangis didalam kamarnya mulai dari sepulang sekolah. Dia belum bisa menerima perlakuan Adit padanya. Kenapa Adit jahat sekali. Hubungan yang mereka mulai dengan baik-baik harusnya diakhiri dengan baik-baik pula jika memang Adit menginginkan untuk berakhir, bukan malah selingkuh dibelakangnya. Kiki mulai lelah menangis, dia pun memutuskan untuk bangun dan beranjak ke kamar mandi untuk mencuci muka dan berganti pakaian tidur. Kiki melihat pantulan wajahnya di cermin. Matanya sembab, hidungnya merah, pipinya basah, dan rambutnya kusut. Sangat jelek. Kiki pun segera mencuci muka dan bersiap untuk tidur. Dia lelah setelah meluapkan semua emosinya dengan menangis.

Sebelum beranjak tidur, Kiki membuka ponselnya menuju aplikasi whatsapp. Tidak ada notif sama sekali dari Adit, bahkan untuk sekedar pemintaan maaf maupun penjelasan. Kalau memang Adit ingin seperti ini baiklah, Kiki akan menurutinya. Mereka sudah berakhir dan Kiki harus mulai terbiasa. Memang gak semua hal harus jadi milik kita. Semua hal yang telah hilang dari diri kita pasti akan menjumpai pemilik barunya, dan gak ada hal yang bisa kita lakukan kecuali berdoa agar pemilik barunya menjaganya dengan baik. Sekeras apapun Kiki ingin berusaha kembali, nyatanya Kiki emang udah gagal buat Adit.


Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jun 24, 2023 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

CerpenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang