"Kar, tempat es krim biasa yuk?"
Aldan merangkul santai pundak Kara sambil berjalan. Si cewek berkuncir kuda itu sedikit terhuyung lalu membetulkan sekilas letak backpacknya di punggung.
Setelah bel tanda pulang berbunyi beberapa menit yang lalu, Kara dan Aldan buru-buru ngacir ke parkiran tanpa nongkrong-nongkrong lebih dulu di kantin atau di lapangan. Kebetulan juga hari ini Kara enggak ada latihan basket, dan Aldan enggak ada latihan futsal.
Kara menggeleng. "Nggak bisa. Ada janji sama Redy."
Aldan mendengus. "Gue masih bingung. Kok lo bisa jadian sama Redy sih?"
"Emang kenapa?" Kara balik bertanya dengan sebelah alis ditaikkan.
Aldan mengangkat bahunya. "Bingung aja. Tipenya Redy 'kan model cewek cantik yang modis. Sedangkan lo? Model cewek gerasak-gerusuk enggak jelas."
Kara mendesis lalu menjitak kepala Aldan, membuat cowok itu dengan segera melepaskan rangkulannya dari pundak Kara. "Yang penting gue cewek. Lagian kenapa sih? Kok lo keliatannya kayak gak suka gitu?"
"Bukannya enggak suka," kilah Aldan, tangannya bergerak-gerak mengusap kepala. "Lo 'kan masih awam pacaran, gue takut Redy mainin lo. Dia itu banyak ceweknya, Kar. Yah, walaupun dia sepupu gue, tapi 'kan lo sahabat gue. Enggak salah dong kalau gue khawatir?"
Kara mencibir. "Kayak sendirinya enggak banyak cewek aja."
Ucapan Kara barusan sukses membuat Aldan tergelak. Cowok itu nyengir lalu menoyor kepala Kara. "Sialan. Seenggaknya gue gak sebanyak Redy."
"Kalau Redy emang punya banyak cewek, tapi kenapa dia masih merjuangin Kaila? Sampai sekarang malah," ujar Kara dengan dahi yang berkerut-kerut bingung.
"Ya itulah. Gara-gara frustasi sama Kaila, dia jadi mainin banyak cewek. Nah, gue takut lo jadi salah satu da--bentar!" Aldan tak melanjutkan ucapannya lalu menoleh curiga. "Lo bilang Redy masih merjuangin Kaila sampai sekarang? Kok lo mau aja jadian sama dia sih, Kar?!"
Skakmat.
Kara gelagapan sendiri dan menggeleng cepat. "Iya, maksud gue, Redy pernah cerita kalau dari beberapa tahun yang lalu sampai tahun ini tuh, Redy masih merjuangin Kaila. Tapi semenjak gue datang ke rumahnya, dia tiba-tiba bisa move on ke gue," jelas Kara sambil melirik Aldan takut-takut. Semoga dia percaya, semoga dia percaya! Kara terus berdoa dalam hati.
"Oh..." Aldan manggut-manggut mengerti, membuat Kara refleks menghela napas lega. Sejurus kemudian, cowok itu menghentikan langkah lalu berbalik menghadap Kara. "Pokoknya, posisi gue saat ini adalah sahabat sekaligus bokap lo, oke? Bokap lo itu pernah nitipin elo ke gue. Jadi, gue harus jagain amanat itu."
Kara mengibaskan tangannya risih. "Iya, iya! Bawel banget," cibirnya.
"Yaudah. Sana samperin Redy, dia nungguin tuh," kata Aldan sembari mengedikkan dagunya ke belakang Kara.
Kontan Kara pun menoleh dan mendapati Redy sedang duduk di atas motornya sambil memegang dua buah helm. Tanpa sadar, Aldan dan Kara telah sampai di parkiran.
"Dia ngapain?" tanya Kara setelah mengalihkan padangannya kembali pada Aldan.
Aldan merengut aneh. "Antar jemput lah. Lo 'kan ceweknya."
"Kenapa harus antar jemput..." gumam Kara sambil menggaruk kepalanya yang tak gatal.
Gregetan dengan sifat Kara yang kadang lemot, Aldan refleks menoyor kepala cewek itu. "Dasar awam! Orang pacaran itu biasa antar jemput! Udah sana, kenapa jadi bengong?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Shades of Blue
Teen FictionPunya ayah yang super duper sibuk itu enggak enak. Kalian sebagai seorang anak bakalan merasa diabaikan. Terlebih ketika ibu tercinta sudah pergi ke tempat yang jauh di sana. Itulah yang selama ini dirasakan oleh Kara, cewek berumur 15 tahun yang ba...